Cerita populer

Malaysia menopang pertahanan angkatan laut untuk mengatasi ancaman maritim

Joseph Hammond

Dihadapkan dengan ancaman yang berkembang di Laut Cina Selatan, Malaysia mengambil langkah-langkah untuk memutakhirkan pertahanan angkatan lautnya guna menyiapkan negara itu terhadap kemungkinan terjadinya konflik maritim.

“Kapal angkatan laut kami yang berada di bawah Angkatan Laut Kerajaan Malaysia lebih kecil daripada kapal pasukan penjaga pantai dari Tiongkok,” ungkap Menteri Luar Negeri Malaysia Saifuddin Abdullah kepada anggota parlemen pada Oktober 2019. “Kami tidak ingin [konflik] terjadi, tetapi aset kami … perlu dimutakhirkan, sehingga kami dapat mengelola perairan kami dengan lebih baik seandainya ada konflik di antara kekuatan-kekuatan besar di Laut Cina Selatan.”

Menteri luar negeri mendesak anggota parlemen untuk menyetujui lebih banyak pendanaan untuk pertahanan nasional selama sidang Parlemen Malaysia pada 17 Oktober 2019.

Malaysia membantah klaim Republik Rakyat Tiongkok (RRT) — yang disebut garis sembilan garis putus-putus — atas sebagian besar kawasan Laut Cina Selatan. Dimulai pada tahun 1980-an, Angkatan Laut Malaysia (Royal Malaysian Navy – RMN) mulai membangun stasiun pertama dari lima stasiun angkatan laut lepas pantai di Kepulauan Spratly di Laut Cina Selatan.

Kementerian Pertahanan Malaysia diperkirakan akan menyerahkan buku putih ke Parlemen pada akhir tahun 2019 yang akan menguraikan sasaran doktrin, pengadaan, dan tenaga kerja pertahanan di masa depan. Rencana 10 tahun itu akan menggantikan kebijakan pertahanan nasional yang diadopsi pada tahun 2010. Dokumen tersebut dibuat setelah berkonsultasi dengan Australia, Prancis, Jerman, dan Inggris. Buku putih itu diharapkan berfokus pada lini peperangan berikutnya dan menempatkan penekanan baru pada komputer, operasi siber, kendaraan udara tak berawak, dan teknologi pertahanan lainnya yang muncul.

Dokumen itu akan menguraikan bagaimana Malaysia akan dipersiapkan untuk menghadapi konflik di masa depan, termasuk sengketa wilayah. Buku putih itu juga akan memandu pengadaan pertahanan di Malaysia selama masa pemerintahan yang dipimpin oleh Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad.

Pada Juli 2019, RMN melakukan unjuk kekuatan yang jarang terjadi di dekat kawasan maritim yang disengketakan dengan RRT. Sebuah kapal korvet kelas Kasturi meluncurkan rudal Exocet MM40, sementara itu helikopter angkatan laut Super Lynx menembakkan sepasang rudal anti-kapal Sea Skua, demikian yang dilaporkan situs web IHS Jane. Peluncuran itu merupakan uji coba penembakan rudal anti-kapal pertama yang dilakukan oleh militer Malaysia sejak tahun 2014. Peluncuran itu terjadi sebagai bagian dari latihan Kerismas dan Taming Sar. (Foto: Angkatan Laut Kerajaan Malaysia mengerahkan helikopter angkatan laut Super Lynx sejak tahun 2003.)

“Eksekusi latihan-latihan ini akan memastikan komunitas maritim, terutama yang berada di pesisir timur Semenanjung Malaysia, bahwa RMN dan Angkatan Bersenjata Malaysia siap untuk menjunjung tinggi perdamaian dan mempertahankan kepentingan mereka di Laut Cina Selatan,” ungkap Menteri Pertahanan Malaysia Mohamad Bin Sabu.

Saat ini, Malaysia terlibat dalam patroli angkatan laut bersama dengan Indonesia dan Filipina. Patroli itu “terdiri dari masing-masing negara yang berpatroli di perairan mereka sendiri di udara dan laut serta kemudian pertemuan di laut di antara para pihak di lokasi yang disepakati untuk bertukar informasi,” ungkap Dzirhan Mahadzir, seorang analis pertahanan Malaysia.

Joseph Hammond merupakan kontributor FORUM yang memberikan laporan dari kawasan Indo-Pasifik.

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button