DepartemenSuara

Kontraterorisme menjadi prioritas pada Dialog Shangri-La di Singapura

Lee Hsien Loong

Terorisme bukan merupakan fenomena yang sama sekali baru yang meledak di dunia hanya setelah kejadian 9/11. Lima puluh tahun yang lalu, sudah ada kelompok teroris di banyak masyarakat yang stabil, termasuk negara-negara maju. Di Eropa, ada ekstremis seperti Kelompok Baader-Meinhof. Di A.S., ada teroris anarkis — jumlahnya kecil, tetapi mereka ada dan mereka melakukan kekerasan. Jepang memiliki Tentara Merah Jepang — dan Singapura memiliki pengalaman langsung dengan kelompok ini. Pada tahun 1974, anggota Tentara Merah Jepang dan PFLP — Popular Front for the Liberation of Palestine (Front Populer untuk Pembebasan Palestina) — menyerang kilang minyak Shell di Pulau Bukom. Mereka menahan kapal feri dan menyandera awak kapal serta melakukan tawar-menawar agar bisa keluar dengan aman dari Singapura. Kelompok-kelompok ini bermotif politik, bukan didorong oleh agama, dan sebagian besar telah memudar.

Sekarang, kita dihadapkan dengan terorisme jihad, didorong secara agama oleh versi Islam yang menyimpang. Ketika kami pertama kalinya memulai Dialog Shangri-La, kejadian 9/11 baru saja terjadi. Negara-negara khawatir dengan serangan besar lebih lanjut yang dilakukan oleh kelompok jihad seperti Al-Qaeda. Untungnya, tidak ada serangan spektakuler lebih lanjut seperti 9/11, meskipun ada insiden besar, seperti bom di Bali, London, dan stasiun kereta api di Madrid, dan beberapa kejadian yang gagal mencapai target. Mengingat fakta bahwa kondisinya tidak menjadi lebih buruk, kita harus memberikan penghargaan pada tindakan dan kerja sama efektif yang dilakukan oleh banyak pemerintah.

Akan tetapi, masalah ini akan terus kita jumpai dalam jangka waktu yang panjang. Meskipun Usamah bin Ladin tewas, Al-Qaeda masih ada, meskipun dalam keadaan lemah. Dalam banyak masyarakat, kami menemukan teroris dalam negeri dan orang-orang yang meradikalisasi dirinya secara mandiri yang bisa meluncurkan serangan dengan sumber daya minimal.

Chan Chun Sing, wakil menteri pertahanan Singapura saat itu, kiri, kemeja putih, berbicara dengan Anggota Wajib Militer Siap Beroperasi dari Batalion ke-807, Resimen Infanteri Singapura pada Januari 2015, menekankan pentingnya untuk tetap waspada terhadap terorisme. KEMENTERIAN PERTAHANAN SINGAPURA
Chan Chun Sing, wakil menteri pertahanan Singapura saat itu, kiri, kemeja putih, berbicara dengan Anggota Wajib Militer Siap Beroperasi dari Batalion ke-807, Resimen Infanteri Singapura pada Januari 2015, menekankan pentingnya untuk tetap waspada terhadap terorisme. KEMENTERIAN PERTAHANAN SINGAPURA

Penjelmaan mematikan terbaru dari ancaman jihad adalah ISIS [Negara Islam Irak dan Suriah, juga dikenal sebagai Negara Islam Irak dan Levant]. Dengan keterampilannya dalam memanfaatkan media internet dan sosial, ISIS telah menarik orang-orang yang tidak puas dan tidak dapat menyesuaikan diri, umat sesat, dan pemuda naif dari seluruh dunia. Lebih dari 20.000 orang telah pergi ke Irak dan Suriah dari Eropa, dari A.S., dari Asia, dari Australia, untuk bertempur — untuk apa? Tapi mereka ada di sana, dan suatu hari ketika mereka kembali ke tanah air, mereka akan membawa ideologi radikal, pengalaman tempur, jaringan teroris, dan pengetahuan teknis bersama dengan mereka.

Pendukung ISIS telah melakukan serangan pelaku tunggal di sejumlah negara — Kanada, A.S., Australia, dan Prancis, sejauh ini. [Belum lama ini], Abu Bakr al-Baghdadi, pemimpin ISIS, mengulangi seruannya kepada Muslim di seluruh dunia untuk hijrah ke Negara Islam. Hijrah berarti untuk bermigrasi; itulah yang dilakukan nabi antara Mekah dan Madinah. Entah Anda hijrah ke ISIS, atau Anda melakukan perang ganas untuk ISIS di negara asal Anda, demikian kata pemimpin ISIS.

Asia Tenggara adalah pusat perekrutan utama untuk ISIS. Lebih dari 500 warga Indonesia telah bergabung dengan kelompok teroris ini. Lusinan orang telah pergi dari Malaysia. ISIS memiliki begitu banyak pejuang Indonesia dan Malaysia sehingga ISIS menggabungkan mereka menjadi sebuah unit sendiri, Katiba Nusantara, atau Satuan Tempur Kepulauan Melayu. Baru-baru ini, ISIS memasang video perekrutan propaganda. Video itu menunjukkan anak-anak berbahasa Melayu melakukan pelatihan dengan menggunakan senjata di wilayah yang diduduki ISIS. Dua warga Malaysia, termasuk yang masih berusia 20 tahun, diidentifikasi dalam video ISIS lainnya, yang menunjukkan pemenggalan kepala seorang pria Suriah. Polisi Malaysia telah menangkap lebih banyak orang yang berencana untuk pergi, termasuk personel angkatan bersenjata, ditambah kelompok yang merencanakan serangan di Malaysia. Orang-orang ini akan pergi ke Suriah dan Irak tidak hanya untuk bertempur, tetapi juga membawa keluarga mereka ke sana, hijrah ke sana, termasuk anak-anak yang masih kecil, hidup dalam apa yang mereka bayangkan secara tidak rasional sebagai negara Islam yang ideal di bawah khalifah orang-orang yang beriman.

Beberapa kelompok radikal di kawasan ini telah berjanji setia kepada ISIS. Beberapa memiliki hubungan dengan kelompok Jemaah Islamiyah, yang cabangnya di Singapura telah merencanakan untuk meledakkan bom truk di Singapura setelah kejadian 9/11. Tahun lalu [2014], pemimpin spiritual Jemaah Islamiyah, Abu Bakar Bashir, berjanji setia kepada ISIS, berpose di foto dan dikelilingi oleh pengikutnya yang memakai jubah putih gaya Arab. Dia berada di penjara di Indonesia, tapi dia mampu membaiat dan mengambil foto bersama serta telah memublikasikannya ke seluruh dunia. Beberapa ratus kaki tangan teroris yang saat ini sedang dipenjara di Indonesia akan dilepas dalam dua tahun mendatang.

ISIS mengatakan bahwa pihaknya bermaksud untuk membangun wilayat di Asia Tenggara. Wilayat adalah provinsi di bawah kekhalifahan ISIS. Gagasan bahwa ISIS dapat mengubah Asia Tenggara menjadi wilayat, menjadi provinsi kekhalifahan di seluruh dunia yang dikendalikan oleh ISIS, merupakan ide besar yang tidak realistis. Akan tetapi, tidak begitu terlalu mengada-ada jika ISIS bisa membangun basis di suatu tempat di wilayah ini, di wilayah geografis di bawah kontrol fisiknya seperti di Suriah dan Irak, memiliki wilayah di Asia Tenggara di suatu tempat yang jauh dari pusat kekuasaan pemerintah negara, suatu tempat di mana tata hukum pemerintah tidak berlaku. Ada beberapa tempat seperti itu di Asia Tenggara; jika ISIS melakukannya maka akan menjadi ancaman yang sangat serius untuk seluruh Asia Tenggara.

Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong berbicara saat konferensi pers pada Juli 2015. AFP/GETTY IMAGES
Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong berbicara saat konferensi pers pada Juli 2015. AFP/GETTY IMAGES

Bahkan di Singapura, tempat kami memiliki populasi Muslim yang damai dan terintegrasi dengan baik, beberapa individu telah disesatkan. Beberapa telah pergi bergabung dengan ISIS, dan yang lainnya telah dicegat dan ditahan sebelum mereka bisa berangkat. Baru-baru ini, kami menangkap seorang pelajar berusia 17 tahun, dan kami menahan pelajar lainnya yang berusia 19 tahun yang telah diradikalisasi. Pelajar berusia 19 tahun itu berencana untuk bergabung dengan ISIS di Suriah, dan jika dia tidak dapat meninggalkan Singapura, dia bermaksud untuk membunuh pemimpin pemerintahan di sini, termasuk presiden dan, sebagai tambahan, perdana menteri.

Inilah sebabnya mengapa Singapura memperhatikan terorisme, dan khususnya ISIS, dengan sangat, sangat serius. Ancaman itu tidak lagi di sana; ancamannya di sini. Kami berpartisipasi dalam koalisi internasional melawan ISIS, dan kami menyumbang pesawat tanker KC-135 untuk operasi itu.

Saya telah menguraikan bagaimana wilayah kami telah berubah dalam setengah abad terakhir ini. Lima puluh tahun yang lalu, jika kami tahu bahwa kami akan berada dalam posisi ini saat ini, kami akan jauh lebih puas. Asia damai dan sejahtera. Kami telah berhasil menavigasikan transisi utama keluar dari Perang Dingin. Tatanan internasional baru mulai terbentuk, bukan tanpa masalah, tetapi pada dasarnya stabil.

Lima puluh tahun dari sekarang, saya ragu momok ekstremis terorisme akan menghilang dengan sepenuhnya. Setelah setengah abad, ideologi jihad pastinya akan telah tampak gagal atau setidaknya melemah cengkeramannya pada imajinasi orang-orang yang bermasalah. Akan tetapi, ingat bahwa komunisme Soviet, yang merupakan kebuntuan sejarah lainnya, butuh waktu 70 tahun untuk runtuh. Komunisme merupakan ideologi nonagama, sehingga ideologi jihad ini membutuhkan waktu yang lama untuk dilenyapkan.

Pada isu-isu yang lebih luas, harapan optimis saya adalah bahwa keseimbangan regional yang stabil akan terus ada. ASEAN [Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara] harus menjadi aktor yang efektif dan relevan. Negara-negara Indocina harus mempersempit kesenjangan pembangunan, dan kelompok ini seharusnya menjadi lebih kohesif dan terintegrasi dengan lebih erat.

Barisan kehormatan berbaris melewati Balai Kota pada Agustus 2015 selama perayaan ulang tahun ke-50 kemerdekaan Singapura. GETTY IMAGES
Barisan kehormatan berbaris melewati Balai Kota pada Agustus 2015 selama perayaan ulang tahun ke-50 kemerdekaan Singapura. GETTY IMAGES

Saya menduga bahwa A.S., Tiongkok, dan Jepang akan tetap menjadi negara-negara besar, dan India akan meningkatkan perannya di wilayah ini. Saya berharap bahwa kita akan terus memiliki sistem perdagangan, investasi dan kerja sama ekonomi global yang terbuka. Tentu saja, saya berharap bahwa akan ada perdagangan bebas di Asia Pasifik, alih-alih pengaturan perdagangan saat ini yang membingungkan. Seharusnya tidak boleh ada dunia tempat yang kuat menjadi yang benar, tempat yang kuat melakukan segala sesuatu yang mereka kehendaki dan yang lemah menderita akibat segala sesuatu yang wajib mereka lakukan. Seharusnya menjadi dunia tempat legitimasi dan keterlibatan konstruktif merupakan norma internasional, dan setiap negara, besar dan kecil, dapat bersaing secara damai untuk mendapatkan kesempatan mencapai kesejahteraan.

Tidak ada peta jalan untuk skenario bahagia tersebut. Masa depan bukanlah proyeksi garis lurus dari masa lalu. Akan tetapi, jika kita menahan godaan untuk dikonsumsi oleh isu-isu jangka pendek, tetap fokus pada kepentingan bersama untuk jangka yang lebih panjang, dan terus memperjuangkan tatanan internasional yang damai, terbuka, dan inklusif, maka selangkah demi selangkah kita akan membangun keyakinan dan kepercayaan serta memaksimalkan peluang kita bahwa 50 tahun ke depan akan menjadi stabil, makmur, dan meningkat.

Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong menyampaikan pidato utama ini pada Dialog Shangri-La yang diadakan Institut Internasional untuk Studi Strategis di Singapura pada 29 Mei 2015. Dia berbicara mengenai keseimbangan kekuasaan, kerja sama regional, dan terorisme. FORUM mengutip bagian pidatonya tentang terorisme dan menyuntingnya agar sesuai dengan format ini.

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button