Cerita populer

Indonesia, Malaysia, dan Filipina meningkatkan keamanan laut

The Associated Press

Indonesia, Malaysia, dan Filipina sepakat untuk mengoperasikan patroli terkoordinasi untuk meningkatkan keamanan maritim setelah penculikan terhadap warga Indonesia di laut yang dilakukan oleh tersangka militan Abu Sayyaf.

Menteri luar negeri dan pemimpin militer dari ketiga negara mengadakan pembicaraan di Yogyakarta, ibukota kerajaan kuno di Indonesia. Di sana mereka membahas rincian patroli bersama untuk melindungi angkutan kapal laut di perairan antara daerah perbatasan mereka.

Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi mengatakan bahwa ancaman perampokan, penculikan, dan kejahatan transnasional lainnya, jika tidak ditangani dengan tepat, dapat merusak kepercayaan dalam perdagangan dan perniagaan, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi kegiatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat di sekitarnya.

Dia mengatakan bahwa daerah antara Kepulauan Zulu di Filipina selatan dan Pulau Sulawesi di Indonesia adalah jalur air ekonomi strategis tempat lebih dari 55 juta metrik ton minyak mentah dan lebih dari 18 juta orang melewatinya.

Militan Kelompok Abu Sayyaf baru-baru ini membebaskan 10 dari 14 anak buah kapal Indonesia (foto di atas) yang ditahan di laut pada Maret 2016 di serangan pertama dari tiga serangan terhadap perahu penarik yang telah memicu kecemasan keamanan maritim regional. Pada April 2016, militan memenggal kepala warga Kanada John Ridsdel setelah gagal menerima uang tebusan 84 miliar rupiah (6,3 juta dolar A.S.).

Pasukan Filipina melancarkan serangan terhadap Kelompok Abu Sayyaf setelah pemenggalan kepala itu, dan Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau telah bersumpah untuk membantu Filipina membawa pembunuhnya ke meja hijau.

“Kami akan melakukan patroli terkoordinasi di wilayah maritim yang menjadi perhatian bersama kami,” kata Marsudi dalam konferensi pers setelah pertemuan yang dihadiri oleh rekan-rekannya Anifah Aman dari Malaysia dan Jose Rene D. Almendras dari Filipina, dan pemimpin militer dari ketiga negara.

“Warga negara Indonesia, Malaysia, dan Filipina semuanya telah menjadi korban,” katanya, “Kita harus mengambil tindakan untuk memastikan bahwa warga negara kita merasa terlindungi dan terus melakukan kegiatan mereka di daerah itu.”

Deklarasi bersama yang diterbitkan para peserta setelahnya menyatakan “keprihatinan mendalam” atas tantangan keamanan yang berkembang, seperti yang timbul dari perampokan bersenjata, kejahatan transnasional, dan terorisme di wilayah tersebut. Dalam deklarasi itu, mereka sepakat untuk memberikan bantuan segera untuk keselamatan orang dan kapal yang mengalami kesulitan dalam wilayah itu dan meningkatkan kerja sama dalam membagikan informasi dan intelijen serta untuk membangun hotline komunikasi guna meningkatkan kerja sama selama kondisi darurat dan ancaman keamanan. Marsudi mengatakan bahwa pejabat dari ketiga negara akan bertemu lagi untuk merumuskan prosedur operasi patroli maritim.

Lebih dari selusin sandera asing dan lokal masih berada di tangan Kelompok Abu Sayyaf, termasuk warga Kanada dan Norwegia lainnya yang diculik pada September 2015, dan pengamat burung Belanda yang diculik lebih dari tiga tahun yang lalu.

Amerika Serikat dan Filipina menetapkan Kelompok Abu Sayyaf sebagai organisasi teroris.

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button