Cerita populer

Dalam sebuah langkah yang jarang terjadi, kapal perang Prancis melintasi Selat Taiwan

Reuters

Sebuah kapal perang Prancis melintasi Selat Taiwan yang strategis pada April 2019, demikian ungkap para pejabat A.S. kepada Reuters, sebuah pelayaran langka oleh kapal negara Eropa yang besar kemungkinan akan disambut oleh Washington tetapi meningkatkan ketegangan dengan Beijing.

Perlintasan itu, yang dikonfirmasi oleh Tiongkok, merupakan tanda bahwa sekutu A.S. semakin menegaskan kebebasan navigasi di perairan internasional di dekat Tiongkok. Tindakan itu bisa membuka pintu bagi sekutu lain, seperti Jepang dan Australia, untuk mempertimbangkan operasi serupa.

Operasi yang dilakukan Prancis itu muncul di tengah meningkatnya ketegangan antara Amerika Serikat dan Republik Rakyat Tiongkok (RRT). Taiwan merupakan salah satu dari semakin banyaknya pusat ketegangan dalam hubungan A.S.-Tiongkok; pusat ketegangan lainnya mencakup perang dagang, sanksi A.S., dan postur militer RRT yang semakin kuat di Laut Cina Selatan, tempat Amerika Serikat juga melakukan patroli kebebasan navigasi.

Dua orang pejabat, yang berbicara dengan syarat anonim, mengatakan bahwa sebuah kapal militer Prancis melakukan transit di jalur air sempit di antara Tiongkok dan Taiwan pada 6 April 2019.

Salah satu pejabat itu mengidentifikasi kapal perang itu sebagai kapal fregat Vendemiaire milik Prancis, ditampilkan dalam foto pada Maret 2018 di pelabuhan internasional di Manila, Filipina, dan mengatakan bahwa kapal perang Prancis itu dibayangi oleh militer Tiongkok. Pejabat itu tidak mengetahui adanya perlintasan militer Prancis sebelumnya di Selat Taiwan.

Kedua orang pejabat itu mengatakan bahwa sebagai akibat dari perlintasan itu, RRT memberi tahu Prancis bahwa Prancis tidak lagi diundang ke parade angkatan laut untuk menandai 70 tahun berdirinya Angkatan Laut Tiongkok. Kapal perang dari India, Australia, dan beberapa negara lain berpartisipasi.

Tiongkok mengatakan bahwa pihaknya telah mengajukan “pernyataan keras” kepada Prancis untuk apa yang disebutnya sebagai perlintasan ilegal.

“Militer Tiongkok mengirim kapal-kapal angkatan laut sesuai dengan hukum dan aturan untuk mengidentifikasi kapal Prancis dan memperingatkannya untuk meninggalkan daerah itu,” ungkap juru bicara kementerian pertahanan Ren Guoqiang dalam konferensi pers yang dijadwalkan secara rutin, sembari menolak mengatakan apakah pelayaran itu mengakibatkan penarikan undangan bagi Prancis untuk mengikuti parade kapal.

“Militer Tiongkok akan tetap waspada untuk melindungi kedaulatan dan keamanan Tiongkok dengan tegas,” ungkapnya.

Kolonel Patrik Steiger, juru bicara kepala staf militer Prancis, menolak mengomentari misi operasional.

Pejabat A.S. tidak berspekulasi tentang tujuan dari perlintasan itu atau apakah perlintasan itu dirancang untuk menegaskan kebebasan navigasi.

Melintasnya kapal perang Prancis di Selat Taiwan itu dilatarbelakangi oleh semakin seringnya perlintasan kapal perang A.S. di jalur air strategis itu. Pada bulan Maret dan April, Amerika Serikat mengirim kapal Angkatan Laut dan Pasukan Penjaga Pantai melintasi Selat Taiwan.

Perlintasan itu memicu amarah Tiongkok, yang mengklaim Taiwan yang memiliki pemerintahan mandiri sebagai bagian dari wilayahnya. Beijing telah meningkatkan tekanan untuk menegaskan kedaulatannya atas pulau itu.

Chen Chung-chi, juru bicara Kementerian Pertahanan Taiwan, mengatakan kepada Reuters bahwa selat itu merupakan bagian dari perairan internasional yang sibuk dan merupakan “keharusan” bagi kapal-kapal dari semua negara untuk berlayar melintasinya. Dia mengatakan bahwa Kementerian Pertahanan Taiwan akan terus memantau pergerakan kapal asing di kawasan tersebut.

“Ini adalah perkembangan penting tidak hanya karena perlintasan itu sendiri tetapi juga karena tindakan itu mencerminkan pendekatan yang lebih bersifat geopolitik oleh Prancis terhadap Tiongkok dan Asia-Pasifik secara lebih luas,” ungkap Abraham Denmark, mantan wakil asisten menteri pertahanan A.S. untuk Asia Timur.

Denmark mengatakan bahwa perlintasan kapal itu merupakan tanda bahwa negara-negara seperti Prancis tidak hanya memandang Tiongkok melalui kacamata perdagangan tetapi juga dari sudut pandang militer.

“Penting bagi negara-negara lain yang beroperasi di Asia untuk menunjukkan bahwa ini bukan masalah persaingan antara Washington dan Beijing, bahwa apa yang telah dilakukan Tiongkok merupakan tantangan yang lebih luas bagi tatanan internasional liberal,” tambah Denmark, yang bekerja di kelompok cendekiawan Woodrow Wilson Center di Washington.

Washington tidak memiliki hubungan formal dengan Taiwan tetapi pihaknya terikat oleh hukum untuk membantu menyediakan pulau itu dengan sarana untuk mempertahankan diri dan merupakan pemasok utama persenjataannya.

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button