Penyelidikan menemukan Tiongkok mengerahkan banyak LSM palsu di P.B.B. untuk mengintimidasi para pengkritiknya

Agence France-Presse
Hasil penyelidikan menemukan bahwa Tiongkok tengah mengerahkan semakin banyak kelompok yang menyamar sebagai lembaga swadaya masyarakat (LSM) untuk memantau dan mengintimidasi aktivis hak asasi manusia di Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Penyelidikan yang melibatkan 42 organisasi media itu, yang diberi nama “Target Tiongkok,” menyelidiki taktik yang digunakan Beijing untuk membungkam para pengkritik di luar perbatasannya.
Satu segmen dari penyelidikan itu yang diterbitkan pada April 2025 oleh Konsorsium Jurnalis Investigasi Internasional (International Consortium of Investigative Journalists – ICIJ) membahas semakin meningkatnya serangan Tiongkok di Dewan Hak Asasi Manusia P.B.B. di Jenewa, Swiss. Fokusnya adalah pada semakin berkembangnya kehadiran LSM pro-Tiongkok yang diorganisasikan oleh pemerintah di dewan itu, yang disebut sebagai “Gongos (government-organized NGOs/LSM yang diorganisir oleh pemerintah).”
Berbagai kelompok semacam itu berkumpul dalam sesi dewan untuk memuji Tiongkok dan menyajikan kisah cemerlang tentang berbagai tindakan RRT yang sebagian besar bertentangan dengan temuan P.B.B. dan para ahli tentang pelanggaran hak asasi manusia dan penindasan yang meluas.
Misalnya, sebuah laporan yang diterbitkan pada tahun 2022 oleh kepala hak asasi manusia P.B.B. saat itu, menyebutkan kemungkinan “kejahatan terhadap kemanusiaan” terhadap kelompok minoritas Uyghur di kawasan Xinjiang, Tiongkok barat. Laporan lain menyoroti pemisahan anak-anak Tibet dari keluarga mereka dan penargetan aktivis demokrasi di Hong Kong.
Tetapi ketika LSM sah mengemukakan isu semacam itu di dewan, Gongos sering kali berusaha mengganggu sesi itu dan menenggelamkan kesaksian mereka, demikian yang dilaporkan ICIJ.
Laporan itu menemukan bahwa jumlah LSM Tiongkok yang terdaftar di P.B.B. meningkat hampir dua kali lipat sejak tahun 2018. Analisis ICIJ terhadap 106 LSM dari Tiongkok daratan, Hong Kong, Makau, dan Taiwan yang memiliki pemerintahan mandiri yang terdaftar di P.B.B. menemukan bahwa 59 LSM memiliki hubungan dekat dengan pemerintah Tiongkok atau Partai Komunis Tiongkok.
“Praktik semacam ini merusak. Ini tidak jujur,” ungkap Michele Taylor, yang pernah menjabat sebagai duta besar Amerika Serikat untuk Dewan Hak Asasi Manusia dari tahun 2022 hingga Januari 2025, sebagaimana dikutip dalam laporan tersebut.
Dia mengecam upaya lebih luas Beijing “untuk mengaburkan pelanggaran hak asasi manusia mereka sendiri dan membentuk kembali narasi itu.”
Kelompok-kelompok yang dikendalikan Beijing juga semakin memantau dan mengintimidasi mereka yang berencana untuk memberikan kesaksian tentang dugaan pelanggaran, demikian temuan penyelidikan itu.
ICIJ dan mitranya mengatakan mereka berbicara dengan 15 aktivis dan pengacara yang berfokus pada isu hak asasi manusia di Tiongkok yang “menggambarkan bahwa mereka diawasi atau diganggu oleh orang-orang yang diduga sebagai agen bayangan pemerintah Tiongkok.”
Insiden semacam itu terjadi di dalam P.B.B. dan tempat lain di Jenewa.
Laporan itu menyoroti bagaimana sekelompok aktivis dan pembangkang Tiongkok merasa sangat ketakutan akan meningkatnya kehadiran Beijing di dewan itu sehingga mereka menolak memasuki gedung P.B.B. pada Maret 2024.
“Alih-alih, mereka berkumpul untuk melakukan pertemuan rahasia di lantai atas sebuah gedung perkantoran yang tidak terlalu mencolok di dekatnya” dengan kepala hak asasi manusia P.B.B. Volker Türk, demikian ungkap laporan itu.
Akan tetapi, empat orang yang mengaku bekerja di Asosiasi Hak Asasi Manusia Guangdong tiba-tiba datang dan bertanya tentang pertemuan itu, padahal mereka tidak diundang.
Zumretay Arkin, wakil presiden Kongres Uyghur Dunia, mengatakan kepada ICIJ bahwa dia yakin kelompok Guangdong itu mengirimkan pesan dari Beijing: “Kami mengawasi kalian. … Kalian tidak bisa melarikan diri dari kami.”