Jaringan kemitraan tak tergantikan merupakan kunci bagi Indo-Pasifik yang Bebas dan Terbuka

Tim Hukum Keamanan Nasional, Komando Keberlanjutan Medan ke-8 Angkatan Darat A.S.
Luasnya medan Indo-Pasifik menghadirkan tantangan unik bagi berbagai negara yang ingin memproyeksikan kekuatan militer. Meskipun persenjataan dan teknologi canggih tidak dapat disangkal memegang peran penting, keunggulan strategis sejati di kawasan ini bergantung pada jaringan kemitraan internasional yang kuat dan jaringan logistik yang tangguh.
Jarak yang sangat jauh di Pasifik menimbulkan kendala logistik signifikan, diperparah dengan persyaratan regulasi yang sudah lama berlaku. Misalnya, Undang-Undang Preferensi Kargo Militer mengharuskan semua barang yang diperoleh atau dimiliki oleh bagian-bagian militer dan badan pertahanan Amerika Serikat untuk diangkut secara eksklusif di atas kapal berbendera A.S. dengan tarif yang wajar. Demikian pula, Undang-Undang Jones mengharuskan barang yang dikirim di antara pelabuhan A.S. untuk diangkut dengan kapal yang dibuat, dimiliki, dan dioperasikan oleh warga negara atau penduduk tetap A.S.
Meskipun peraturan itu mendukung industri maritim dalam negeri, kepatuhan dapat membatasi opsi pengapalan dan memerlukan pemuatan di pelabuhan yang ditentukan, sehingga berpotensi meningkatkan waktu transit dan kompleksitas. Hal ini memerlukan prakiraan dan perencanaan ekstensif, yang dapat menjadi tantangan dalam lingkungan kontingensi dinamis yang menuntut respons cepat.
Misalnya, perjalanan sejauh 6.800 mil laut dari Tacoma, Washington, di pantai barat A.S. ke Sydney, Australia, dapat memakan waktu 17 hingga 32 hari tergantung pada cuaca, kondisi laut, jenis kapal, muatan, dan lingkungan keamanan. Demikian pula, transit ke Jepang, Filipina, Korea Selatan, dan Taiwan dapat memakan waktu hampir sebulan.
Hal ini menggarisbawahi pentingnya kemitraan dan persediaan yang diposisikan sebelumnya di bagian barat garis tanggal internasional. Membina hubungan yang kuat dengan kontraktor dan vendor lokal sangat penting untuk meningkatkan efisiensi logistik dan memperkuat kerja sama. Aliansi semacam itu merupakan struktur penopang tak kasat mata yang mendukung operasi militer yang efektif.

FOTO DIAMBIL DARI: KOPRAL BRIAN KNOWLES/PASUKAN MARINIR A.S.
Perjanjian status pasukan dan pasukan kunjungan berfungsi sebagai landasan kemitraan ini dengan mengklarifikasi status hukum prajurit kunjungan dan menetapkan aturan untuk kerja sama militer dengan negara tuan rumah. Pengaturan akses kritis, penggunaan pangkalan militer, dan penerbangan lintas wilayah semakin memperkuat perjanjian mendasar ini, yang memungkinkan respons cepat dan proyeksi pasukan di seluruh Indo-Pasifik.
Selain itu, perjanjian akuisisi dan lintas pelayanan (acquisition and cross-servicing agreement – ACSA) dan perjanjian dukungan logistik timbal balik (mutual logistics support agreement – MLSA) meningkatkan interoperabilitas dan daya tanggap. ACSA menyederhanakan proses bagi berbagai negara untuk memperoleh dukungan logistik, pasokan perbekalan, dan layanan dari satu sama lain, sehingga memastikan akses ke sumber daya vital, sering kali dalam waktu singkat. Dengan cara yang sama, MLSA memfasilitasi pembagian layanan seperti pengisian ulang bahan bakar, pemeliharaan, bantuan medis, dan transportasi.
Jaringan perjanjian yang rumit ini memastikan pasukan militer beroperasi dengan lancar secara lintas batas negara, sehingga mampu menanggapi krisis secara efisien dan efektif. Mekanisme pembuatan kontrak gabungan di negara tuan rumah juga penting, yang memungkinkan pengadaan barang dan jasa secara efisien seperti katering, penginapan, transportasi, dan dukungan lapangan terbang, sehingga mengurangi beban logistik, termasuk selama latihan multinasional seperti Talisman Sabre di Australia.
Perjanjian Kerja Sama Pertahanan yang Ditingkatkan (Enhanced Defense Cooperation Agreement – EDCA) di antara Filipina dan A.S. merupakan contoh konsep ini. Pakta tahun 2014 itu memperluas akses militer A.S. ke lokasi-lokasi tertentu di Filipina, sehingga memfasilitasi pelatihan gabungan, penempatan awal peralatan, dan tanggap bencana.
Pada Maret 2025, Negara Federasi Mikronesia dan A.S. memfinalisasi perjanjian yang memungkinkan investasi infrastruktur pertahanan A.S. senilai lebih dari 32,8 triliun rupiah (2 miliar dolar A.S.) di Negara Bagian Yap, yang memperkuat kapabilitas dan kehadiran strategis A.S. di medan itu. Inisiatif Departemen Pertahanan A.S. ini sejalan dengan prioritas Mikronesia bagi masyarakat: lingkungan, keselamatan, pemeliharaan, dan masyarakat. Investasi ini didukung oleh perjanjian Compact of Free Association A.S. yang telah lama berlaku dengan Kepulauan Marshall, Mikronesia, dan Palau.
Memastikan diperolehnya akses dan pengaruh memerlukan lebih dari sekadar kekuatan militer; proses itu memerlukan upaya membangun kepercayaan, mendorong kerja sama, dan menunjukkan manfaat nyata dari kemitraan itu, khususnya di Indo-Pasifik, ketika jarak sangat jauh dan akses menjadi faktor terpenting. Kemitraan ini, yang diformalkan melalui perjanjian dan dipupuk melalui kerja sama, merupakan pengganda kekuatan, yang memperkuat kapabilitas militer serta membuka jalan bagi stabilitas dan keamanan regional.
Komando Keberlanjutan Medan ke-8 Angkatan Darat A.S. bermarkas di Honolulu, Hawaii.