P.B.B. mengatakan junta Myanmar membatasi bantuan di daerah terdampak gempa dan terus melakukan penyerangan

Reuters
Junta militer Myanmar tengah menahan bantuan kemanusiaan penting bagi korban gempa bumi di berbagai wilayah yang dianggapnya sebagai daerah yang menentang kekuasaannya, demikian ungkap kantor hak asasi manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa.
P.B.B. juga mengatakan pihaknya tengah menyelidiki lusinan laporan serangan yang dilakukan oleh junta militer yang berkuasa terhadap lawan-lawannya sejak gempa bumi melanda pada akhir Maret 2025. Laporan itu mencakup serangan udara, 16 di antaranya terjadi setelah deklarasi gencatan senjata pada awal April.
Juru bicara kantor hak asasi manusia P.B.B. Ravina Shamdasani mengatakan situasi kemanusiaan, terutama di berbagai wilayah yang berada di luar kendali junta, sangatlah buruk. Gempa bumi berkekuatan 7,7 skala Richter, salah satu gempa bumi terkuat yang melanda Myanmar dalam satu abad, mengguncang rumah 28 juta warga, merobohkan bangunan, meluluhlantakkan kehidupan masyarakat, dan mengakibatkan ketiadaan akses pangan dan air bagi banyak penduduk.
Seminggu setelah bencana, jumlah korban tewas dilaporkan mencapai lebih dari 3.000 jiwa.
“Serangan udara itu mengkhawatirkan, mengejutkan, dan harus segera dihentikan — fokusnya harus pada pemulihan kemanusiaan,” ungkap Ravina Shamdasani.
Berbagai negara bergegas membantu negara Asia Tenggara itu dengan menyediakan pasokan penting serta operasi penyelamatan dan pemulihan.
The Irrawaddy melaporkan junta militer mengumumkan gencatan senjata beberapa hari setelah terjadinya gempa bumi, dan begitu pula salah satu kelompok etnis bersenjata yang memerangi rezim militer dalam perang saudara yang telah berlangsung selama empat tahun di negara itu. Akan tetapi, bentrokan terus berlanjut di berbagai daerah yang dilanda gempa bumi parah. Di sana, serangan udara rezim militer telah menargetkan warga sipil dan kelompok perlawanan, demikian menurut surat kabar yang berkantor pusat di Myanmar itu.
“Pembatasan bantuan merupakan bagian dari strategi untuk mencegah bantuan sampai ke tangan penduduk yang [junta] anggap tidak mendukung perebutan kekuasaannya pada tahun 2021,” ungkap James Rodehaver, kepala tim Myanmar di kantor hak asasi manusia P.B.B.
Jutaan orang terkena dampak perang saudara yang meluas, yang dipicu oleh kudeta yang dilakukan junta militer pada Februari 2021 yang menggulingkan pemerintah yang terpilih secara demokratis. Perekonomian negara yang sebagian besar berbasis pertanian itu telah anjlok drastis, lebih dari 3,5 juta orang telah terusir dari rumah mereka, dan layanan kesehatan serta layanan penting lainnya mengalami kehancuran.