Asia TenggaraIndo-Pasifik yang Bebas dan Terbuka / FOIP

Patroli dan agresi Tiongkok gagal mengintimidasi negara-negara penggugat di Laut Cina Selatan

Staf FORUM

Berbagai negara di Laut Cina Selatan tidak menyerah terhadap upaya Beijing yang semakin gigih untuk merongrong klaim teritorial maritim sah mereka. Meskipun adanya ancaman dan tindakan agresif dari Partai Komunis Tiongkok (PKT), kegiatan penangkapan ikan, patroli keamanan, dan eksplorasi lepas pantai terus berlanjut pada tahun 2024.

Itulah kesimpulan dari analisis informasi pelacakan kapal berbasis Sistem Pemosisian Global yang mendeteksi pergerakan kapal secara global. Center for Strategic and International Studies (CSIS), wadah pemikir yang berkantor pusat di Amerika Serikat, meninjau data sistem identifikasi otomatis yang dikumpulkan di enam lokasi Laut Cina Selatan yang disengketakan sebagai bagian dari Asia Maritime Transparency Initiative (AMTI)-nya.

Kapal Pasukan Penjaga Pantai Tiongkok menabrak kapal perikanan BRP Datu Filipina pada tanggal 25 Agustus 2024, di dekat Sabina Shoal. Pada tanggal 19 Agustus, Pasukan Penjaga Pantai Tiongkok dua kali menabrak kapal BRP Bagacay Pasukan Penjaga Pantai Filipina di dekat beting itu.
VIDEO DIAMBIL DARI: SATUAN TUGAS NASIONAL UNTUK LAUT FILIPINA BARAT/VIRAL PRESS/REUTERS

Tiongkok mengklaim secara sewenang-wenang sebagian besar wilayah di laut itu, mengabaikan keputusan mahkamah internasional pada tahun 2016 yang membatalkan klaim kedaulatan Beijing dan meskipun adanya klaim tumpang tindih dari Brunei, Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Vietnam. Banyak patroli PKT terjadi dalam zona ekonomi eksklusif (ZEE) negara lain.

Studi itu meneliti jumlah hari kapal PKT yang berpatroli di beting Luconia, Sabina, Scarborough, dan Second Thomas, Pulau Thitu, serta wilayah selatan Vanguard Bank.

Patroli PKT pada tahun 2024 berjumlah total 1.939 hari kapal, meningkat dari 1.652 hari kapal pada tahun sebelumnya, demikian menurut studi itu. Patroli ditingkatkan di lima dari enam wilayah, dengan Second Thomas Shoal sebagai pengecualian. Para pemimpin Filipina dan Tiongkok sepakat untuk meredakan ketegangan di beting itu pada Juli 2024 setelah kapal-kapal Pasukan Penjaga Pantai Tiongkok pada bulan Juni mencegat kapal-kapal Filipina yang tengah melaksanakan misi untuk memasok ulang perbekalan bagi Pelaut yang ditempatkan di beting itu, yang berada dalam ZEE Filipina. Personel Pasukan Penjaga Pantai Tiongkok yang bersenjatakan pisau dan kapak melukai Pelaut Filipina dan merusak perahu karet mereka.

Aktivitas PKT kemudian meningkat di Sabina Shoal, yang juga berada di Kepulauan Spratly dan sebelah barat Pulau Palawan, Filipina. Kapal Pasukan Penjaga Pantai Tiongkok menabrak dan menembakkan meriam air ke arah kapal Filipina di beting itu pada Agustus 2024, demikian yang dilaporkan CNN.

PKT menggunakan pangkalannya di pulau-pulau buatan dan armada Pasukan Penjaga Pantainya untuk menggelar patroli di Laut Cina Selatan, yang meningkat pada pertengahan tahun 2023 dan melonjak pada tahun 2024, demikian yang dilaporkan Quincy Institute for Responsible Statecraft yang berkantor pusat di Washington, D.C. pada Februari 2025.

Serangan dan ancaman Beijing terus berlanjut. Helikopter Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) terbang dalam jarak 3 meter dari pesawat terbang biro perikanan Filipina di atas Scarborough Shoal pada pertengahan Februari 2025, yang mendorong pilot Filipina untuk memperingatkan: “Anda terbang terlalu dekat; Anda sangat berbahaya,” demikian yang dilaporkan The Associated Press (AP).

Insiden itu terjadi hanya beberapa hari setelah pesawat tempur PLA menembakkan suar di depan pesawat terbang Angkatan Udara Australia di wilayah udara internasional di atas Laut Cina Selatan, demikian yang dilaporkan Australian Broadcasting Corp. Pejabat pertahanan Australia menyebut insiden itu “tidak aman dan tidak profesional” serta mengajukan protes kepada Beijing.

Sementara itu, kapal-kapal Pasukan Penjaga Pantai Tiongkok telah mempertahankan kehadirannya di dalam ZEE Filipina sejak Januari 2025, demikian yang dilaporkan situs berita Philstar.com pada Februari.

Tindakan agresif dan klaim teritorial luas PKT itu meresahkan negara-negara tetangga dan pihak lain yang mengakui signifikansi internasional Laut Cina Selatan. Pengapalan komersial senilai lebih dari 49,15 kuadriliun rupiah (3 triliun dolar A.S.) melintasi perairan ini setiap tahunnya. Mengendalikan saluran laut dan titik keluar masuk rawan (chokepoint) ini sangat penting bagi keamanan kawasan itu.

“Mereka mengklaim bahwa kami melanggar wilayah mereka,” ungkap Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim kepada AP setelah Beijing mengajukan keluhan atas eksplorasi minyak dan gas yang dilakukan Malaysia pada September 2024. “Faktanya tidak seperti itu. Kami tidak melakukannya, itu wilayah kami.”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Terkait

Back to top button