Jepang berfokus pada ketahanan ekonomi dan perlindungan teknologi untuk memperkuat pertahanan nasional
Tom Abke
Seiring dengan meningkatnya tekanan geopolitik, Jepang tengah membentuk kembali pertahanan nasionalnya dengan berfokus pada ketahanan ekonomi dan kemandirian teknologi. Melalui inisiatif seperti Undang-Undang Promosi Keamanan Ekonomi (Economic Security Promotion Act – ESPA), Tokyo bertujuan untuk melindungi teknologi kritis, mengamankan rantai pasokan, dan melindungi infrastruktur penting dari campur tangan asing. Perubahan ini merupakan bagian integral dari strategi keamanan nasional Jepang, yang menyatakan bahwa stabilitas ekonomi merupakan hal utama untuk melindungi negara itu dari potensi kerentanan dan membina hubungan yang lebih kuat, terutama dengan sekutu lamanya Amerika Serikat dan mitra Indo-Pasifik lainnya.
Beberapa “momen kritis” dalam sejarah Jepang baru-baru ini telah mempercepat evolusi itu, demikian ungkap Stephen Nagy, profesor hubungan internasional di International Christian University Jepang, kepada FORUM. Pada tahun 2010, setelah Jepang melawan penangkapan ikan ilegal di perairannya yang dilakukan oleh kapal Republik Rakyat Tiongkok (RRT), Beijing memberlakukan embargo informal terhadap ekspor mineral penting ke Jepang, yang menggarisbawahi kerentanan rantai pasokan Jepang, demikian ungkapnya. Disrupsi serupa kemudian dipicu oleh klaim teritorial sewenang-wenang RRT terhadap Kepulauan Senkaku yang dikelola Jepang di Laut Cina Timur.
Baru-baru ini, pandemi COVID-19 mengungkapkan kerapuhan rantai pasokan global, yang mendorong Tokyo untuk mengadopsi “keamanan dan ketahanan ekonomi sebagai prinsip inti dalam pertahanan nasional,” ungkap Stephen Nagy.
Implementasi ESPA 2022 yang sedang berlangsung berfokus pada pengamanan sumber daya dan teknologi yang penting bagi perekonomian dan pertahanan Jepang. Undang-undang itu berisi empat pilar untuk melindungi otonomi Jepang dari paksaan ekonomi: memastikan ketersediaan bahan-bahan penting, melindungi infrastruktur, memajukan teknologi, dan menjaga hak paten.
Koordinasi di antara kementerian pertahanan Jepang, serta kementerian ekonomi, perdagangan, dan industri (ministry of economy, trade and industry – METI) merupakan hal penting dalam implementasinya. Dengan menyelaraskan kebijakan ekonomi dengan strategi pertahanan, METI mengawasi inisiatif untuk mendiversifikasi rantai pasokan menjauh dari RRT dan mengurangi risiko yang terkait dengan potensi konflik regional.
METI, yang mengakui meningkatnya keinginan Beijing untuk menggunakan “paksaan ekonomi dan taktik hibrida lainnya guna mengupayakan tercapainya tujuan kebijakan luar negeri,” tengah membangun rute pasokan alternatif di Asia Tenggara, Asia Selatan, dan Eropa Tengah, demikian ungkap Stephen Nagy. Langkah-langkah seperti itu akan sangat penting apabila terjadi konflik akibat ancaman RRT untuk mencaplok Taiwan yang memiliki pemerintahan mandiri atau pelanggaran teritorialnya di Laut Cina Selatan, yang dapat mengganggu jalur perdagangan yang vital bagi perekonomian Jepang dan perdagangan global.
METI telah mengembangkan kebijakan untuk mendorong produksi dalam negeri untuk berbagai teknologi dan komoditas penting, termasuk semikonduktor dan sistem penyimpanan energi, serta mengurangi ketergantungan Jepang pada pusat produksi luar negeri. Strategi ini sesuai dengan Strategi Industri Pertahanan Nasional A.S., yang menekankan basis industri yang tangguh dan beragam.
ESPA menetapkan kerangka kerja untuk melindungi teknologi dan kekayaan intelektual Jepang, termasuk membatasi pengungkapan paten yang terkait dengan keamanan nasional. Langkah ini mengurangi risiko pencurian teknologi — kekhawatiran yang mendesak mengingat meluasnya tuduhan spionase siber yang ditujukan kepada Beijing.
Undang-undang ini juga mewajibkan investasi besar-besaran pada rantai pasokan penting Jepang. METI telah mengalokasikan lebih dari 190,85 triliun rupiah (12 miliar dolar A.S.) untuk penelitian, pengembangan, dan produksi bahan-bahan penting di dalam negeri, seperti semikonduktor dan baterai berkinerja tinggi. Kementerian Pertahanan Jepang melaporkan pada Juni 2024 bahwa pihaknya berkolaborasi dengan Departemen Pertahanan A.S. untuk memastikan ketahanan rantai pasokan, dengan tim bilateral yang berfokus pada produksi rudal dan pemeliharaan pesawat terbang.
Mengingat perdagangannya yang signifikan dengan RRT, pendekatan Jepang yang bernuansa dan pragmatis – yang dikenal sebagai “mengurangi risiko” – berupaya menghindari ketergantungan pada Beijing sembari menyeimbangkan ikatan ekonomi dengan masalah keamanan, demikian ungkap Stephen Nagy.
Tom Abke merupakan koresponden FORUM yang memberikan laporan dari Singapura.