Indo-Pasifik yang Bebas dan Terbuka / FOIPKemitraan

Visi bersama dan tujuan bersama menggerakkan mitra militer yang bertanggung jawab

Staf FORUM

Transparansi, kepercayaan, komunikasi, dan penghormatan terhadap peraturan dan norma global merupakan ciri khas mitra militer yang bertanggung jawab, demikian ungkap para pemimpin pertahanan selama latihan multinasional Rim of the Pacific (RIMPAC) baru-baru ini.

“Menurut saya, kepercayaan merupakan bagian penting darinya, tetapi komunikasilah yang sangat penting,” ungkap Letnan Kolonel Angkatan Laut Australia David “Billy” Maddison, komandan kapal perusak rudal HMAS Sydney, kepada FORUM. “Dan untuk mencapai komunikasi yang efektif, Anda harus berada bersama dengan satu sama lain dan berbicara dalam bahasa yang sama, yang dilakukan oleh sebagian besar angkatan laut. Dan benar-benar memiliki waktu, benar-benar terlibat dengan satu sama lain sehingga Anda dapat mengatasi berbagai masalah.

“Kami merasa terhormat menjadi bagian dari RIMPAC, setiap kali kami diundang untuk mengikutinya,” ungkap David “Billy” Maddison. “Ini adalah tahun ke-28 Australia dan kami sangat menikmati kesempatan untuk terlibat dengan mitra dan teman kami.”

Dengan semakin agresifnya sikap rezim otoriter yang meningkatkan ketegangan dan merongrong stabilitas dari Eropa hingga Indo-Pasifik, Sekutu dan Mitra menekankan pentingnya kolaborasi dalam menjunjung tinggi nilai-nilai bersama. Itu mencakup penghormatan terhadap kedaulatan dan hukum internasional, kebebasan di laut dan langit, dan aliran bebas perdagangan, serta akuntabilitas dan komitmen untuk menyelesaikan perselisihan secara damai melalui dialog dan bukannya melalui paksaan atau konflik.

Berbagai upaya seperti RIMPAC yang dipimpin Amerika Serikat mendasari prinsip-prinsip itu. Sekitar 25.000 personel dari 29 negara, dengan berbagai aset termasuk lebih dari 40 kapal dan 150 pesawat terbang, melakukan latihan di dan di sekitar Kepulauan Hawaii pada Juli dan Agustus 2024 untuk meningkatkan hubungan dan interoperabilitas.

“Kami benar-benar berfokus pada upaya mempertahankan kemampuan pasukan maritim guna memastikan perdamaian dan kemakmuran di kawasan Indo-Pasifik yang penting ini,” ungkap Laksamana Madya Angkatan Laut A.S. John Wade, komandan Satuan Tugas Gabungan latihan itu, kepada jurnalis.

Akan tetapi, Republik Rakyat Tiongkok (RRT) tidak diundang untuk berpartisipasi dalam latihan maritim internasional terbesar di dunia itu karena “keengganan mereka untuk mematuhi aturan atau norma dan standar internasional,” ungkap John Wade.

Agresi Beijing yang semakin meningkat di seluruh kawasan ini mencakup “membangun dan memiliterisasi lebih banyak pulau buatan di perairan internasional, eskalasi sengketa maritim di Laut Cina Selatan — terutama termasuk kekerasan fisik yang ditargetkan pada misi pasokan ulang perbekalan yang dilakukan oleh Angkatan Laut Filipina di dekat Second Thomas Shoal pada Juni 2024 — dan aktivitas zona abu-abu yang mengejutkan di sekitar Taiwan,” demikian yang dilaporkan European Values Center for Security Policy, wadah pemikir yang berkantor pusat di Republik Ceko, pada Juli 2024.

Sebaliknya, Sekutu dan Mitra terus memperjuangkan norma-norma internasional seperti kebebasan navigasi. Pada akhir Juli 2024, misalnya, kapal fregat Angkatan Laut Kanada HMCS Montreal melakukan transit di perairan internasional Selat Taiwan, demikian yang dilaporkan kantor berita Reuters. Operasi rutin itu menegaskan kembali komitmen Kanada terhadap Indo-Pasifik yang “bebas, terbuka, dan inklusif,” ungkap Menteri Pertahanan Bill Blair.

Negara-negara berpandangan serupa juga menekankan pentingnya komunikasi reguler serta interaksi aman dan profesional di antara berbagai militer untuk menghindari potensi kesalahpahaman atau kesalahan perhitungan yang dapat memicu malapetaka, khususnya di jalur perdagangan global seperti Selat Taiwan dan Laut Cina Selatan. Berbagai negara termasuk Australia, Kanada, dan A.S. telah mendokumentasikan sejumlah contoh perilaku koersif dan berbahaya yang dilakukan oleh penerbang dan pelaut Tentara Pembebasan Rakyat Tiongkok.

Tumbuhnya konvergensi di antara Sekutu dan Mitra “didorong oleh visi bersama dan rasa tanggung jawab bersama,” ungkap Menteri Pertahanan A.S. Lloyd Austin dalam forum keamanan Shangri-La Dialogue baru-baru ini di Singapura.

“Konvergensi baru ini adalah tentang bersatu padu, bukan terpecah belah,” ungkap Lloyd Austin. “Ini bukan tentang memaksakan kehendak satu negara. Ini tentang membangkitkan rasa memiliki tujuan bersama. Ini bukan tentang intimidasi atau pemaksaan. Ini tentang pilihan bebas negara-negara berdaulat. Dan ini tentang negara-negara dengan iktikad baik yang bersatu berdasarkan kepentingan yang kita miliki bersama-sama dan nilai-nilai yang kita hargai.”

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button