Asia TenggaraKonflik / Ketegangan

Filipina menuduh RRT melakukan lebih banyak ‘manuver berbahaya’ di Laut Cina Selatan meskipun Beijing berjanji meredakan ketegangan

Staf FORUM, laporan berita

Meskipun berkomitmen untuk mengelola sengketa di Laut Cina Selatan yang disengketakan dengan lebih baik, Republik Rakyat Tiongkok (RRT) terus mengganggu kapal dan pesawat terbang Filipina yang beroperasi secara sah di dan di atas jalur perairan strategis itu, demikian ungkap sejumlah pejabat.

Pada akhir Agustus 2024, Manila menuduh Beijing melakukan “manuver agresif dan berbahaya” dalam mengganggu misi pasokan ulang perbekalan bagi nelayan Filipina di dekat Sabina Shoal. Beberapa hari sebelumnya, pasukan Tiongkok di pos terdepan militer di Subi Reef yang dikeruk melepaskan suar di dekat pesawat terbang Filipina yang sedang melakukan patroli rutin — kejadian kedua dalam seminggu setelah insiden di dekat Scarborough Shoal.

Kapal pasukan penjaga pantai Tiongkok menabrak kapal penangkap ikan Filipina BRP Datu pada tanggal 25 Agustus 2024, di dekat Sabina Shoal. Pada tanggal 19 Agustus, pasukan penjaga pantai Tiongkok dua kali menabrak kapal Pasukan Penjaga Pantai Filipina BRP Bagacay di dekat beting di Laut Cina Selatan.
VIDEO DIAMBIL DARI: SATUAN TUGAS NASIONAL LAUT FILIPINA BARAT/VIRAL PRESS/REUTERS

Perjumpaan tersebut bertentangan dengan upaya yang dicanangkan RRT untuk membangun kembali kepercayaan serta mencegah konfrontasi di laut dan udara. Kesepakatan kedua negara pada Juli 2024 itu menyusul serangkaian bentrokan selama berbulan-bulan yang melibatkan kapal pasukan penjaga pantai Tiongkok yang menabrak, memblokir, dan menembakkan meriam air ke arah kapal pasokan ulang perbekalan Filipina. Pertempuran itu berpuncak pada konfrontasi hebat di dekat pos terdepan Filipina di Second Thomas Shoal pada pertengahan Juni 2024 ketika personel Tiongkok merusak kapal pasokan ulang perbekalan dan seorang pelaut Filipina kehilangan jarinya.

RRT menegaskan kedaulatan atas sebagian besar wilayah di Laut Cina Selatan, termasuk wilayah yang diklaim oleh Brunei, Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Vietnam. Beijing mengerahkan armada kapal pasukan penjaga pantai dan milisi maritim serta telah memiliterisasi terumbu karang dan fitur maritim lainnya untuk memaksakan klaimnya.

Mahkamah internasional pada tahun 2016 memutuskan bahwa klaim Beijing tidak memiliki dasar hukum, sebuah kemenangan penting bagi Filipina, yang mengajukan kasus tersebut. Beijing terus mengabaikan keputusan tersebut.

Filipina dan RRT pada bulan Juli sepakat untuk “memulihkan kepercayaan” dan “membangun kembali keyakinan” untuk mengelola sengketa maritim. Upaya itu diikuti oleh pengaturan sementara mengenai misi pasokan ulang perbekalan Manila ke kapal Angkatan Laut Filipina di Second Thomas Shoal.

“Tindakan-tindakan yang tidak profesional, agresif, dan ilegal ini menimbulkan risiko serius terhadap keselamatan awak kapal Filipina dan nelayan yang seharusnya mereka layani,” ungkap para pejabat Filipina setelah konfrontasi di Sabina Shoal.

Mereka mengatakan kapal Biro Perikanan Filipina berhadapan dengan sejumlah kapal Tiongkok yang melakukan manuver “berbahaya,” sehingga menyebabkan mesinnya rusak dan memaksanya untuk membatalkan misi pasokan ulang perbekalan.

Manila mengulangi seruannya kepada Beijing untuk menghentikan tindakan provokatif yang mengganggu perdamaian dan keamanan regional.

Insiden tersebut “menimbulkan pertanyaan mengenai komitmen yang seharusnya diambil Tiongkok untuk meredakan situasi di kawasan itu dan menciptakan lingkungan yang kondusif untuk dialog dan konsultasi,” ungkap Dewan Maritim Nasional Filipina.

Manila menyatakan akan terus menempuh jalur diplomasi dan mendesak RRT “untuk kembali ke jalur dialog konstruktif” terkait masalah Laut Cina Selatan.

Menteri Pertahanan Filipina Gilberto Teodoro mengatakan tindakan RRT di Sabina Shoal “jelas-jelas melanggar hukum.”

“Kita harus mengantisipasi perilaku seperti ini dari Tiongkok karena ini merupakan sebuah perjuangan,” ungkapnya.

Amerika Serikat, sekutu lama Manila, kembali menegaskan dukungannya terhadap Filipina.

“Perilaku tidak aman, melanggar hukum, dan agresif yang dilakukan oleh RRT telah mengganggu misi resmi Filipina dan membahayakan nyawa,” ungkap Duta Besar A.S. untuk Filipina MaryKay Carlson di media sosial.

Sementara itu, Manila juga menuduh Beijing mengerahkan suar dari Subi Reef “tanpa alasan yang jelas” saat pesawat terbang Filipina sedang melakukan patroli. Pesawat terbang itu juga “menghadapi gangguan” dari pesawat jet tempur Tiongkok saat melakukan pengawasan di dekat Scarborough Shoal tiga hari sebelumnya, demikian ungkap para pejabat Filipina.

Informasi dari kantor berita Reuters digunakan dalam laporan ini.

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button