Asia Timur LautKonflik / Ketegangan

Cara Sekutu dan Mitra dapat melawan paksaan RRT di Selat Taiwan

Staf FORUM

Pemaksaan militer Republik Rakyat Tiongkok (RRT) terhadap Taiwan merupakan taktik perang politik yang bertujuan untuk menimbulkan dampak psikologis, demikian ungkap John Dotson, wakil direktur Global Taiwan Institute (GTI), dalam diskusi panel mengenai tindakan agresif RRT terhadap pulau demokrasi yang memiliki pemerintahan mandiri itu pada akhir Juli 2024.

Beijing mengklaim Taiwan sebagai bagian dari wilayah RRT dan secara konsisten mengancam akan melakukan tindakan militer untuk mencaplok pulau itu.

Mitra formal dan informal di kawasan ini dan sekitarnya telah berkontribusi terhadap keamanan di Selat Taiwan dan dapat memperdalam ikatan untuk menangkal tindakan jahat RRT, demikian ungkap para ahli selama diskusi yang diselenggarakan oleh GTI, wadah pemikir yang berkantor pusat di Washington, D.C.

RRT dengan penuh tipu daya menyebut langkah agresifnya yang tidak sampai mengakibatkan tindakan perang itu sebagai pertarungan opini publik, demikian ungkap John Dotson. John Dotson menambahkan meskipun Beijing mengklaim tindakannya bersifat spontan, pemaksaan itu besar kemungkinan telah direncanakan sebelumnya.

Operasi militer baru-baru ini yang bertujuan untuk memicu kekhawatiran penduduk Taiwan mencakup simulasi serangan udara, latihan pengepungan, dan geladi bersih untuk memblokade pulau itu.

RRT juga berupaya mengubah status quo di Selat Taiwan dengan menormalisasi kehadiran pasukan penjaga pantainya di perairan yang dikuasai Taiwan, melakukan latihan militer yang semakin dekat ke pulau itu, dan mengirimkan pesawat militer melintasi garis tengah yang berfungsi sebagai perbatasan untuk meredakan ketegangan.

Responsnya seharusnya “melakukan perlawanan dalam dimensi perang politik,” ungkap Dan Blumenthal, direktur studi Asia di American Enterprise Institute di Washington, D.C.

Dan Blumenthal mengusulkan arsitektur pertahanan udara regional yang melibatkan Taiwan serta mitra formal dan informalnya, bersama dengan dukungan penegakan hukum bagi kru survei dan penangkapan ikan yang beroperasi secara legal di dan di sekitar Taiwan.

Mendukung Taipei secara diplomatis dan memperjuangkan perannya di panggung internasional dapat berkontribusi terhadap upaya penangkalan, demikian ungkap Alexander Gray, peneliti senior di GTI dan American Foreign Policy Council yang berkantor pusat di Washington, D.C.

“Tentu saja, memiliki kemampuan untuk menggalang koalisi negara-negara besar di kawasan ini guna melawan paksaan RRT — secara militer jika perlu — itulah kunci utamanya,” ungkapnya. Akan tetapi, Alexander Gray menambahkan bahwa mitra diplomatik formal dan informal juga memberikan kekuatan dan membangun penangkalan.

Dunia telah melihat hal itu terjadi ketika negara-negara Eropa yang memiliki ikatan informal dengan Taiwan melawan paksaan yang dilakukan RRT, demikian ungkap Alexander Gray. Amerika Serikat, yang memelihara hubungan informal yang kuat dengan Taiwan, memiliki peran dalam memelihara atau memperluas ikatan diplomatik Taiwan dan partisipasinya dalam organisasi internasional, demikian ungkapnya.

Kehadiran global juga meningkatkan kemampuan Taiwan untuk merintangi paksaan RRT, demikian menurut Alexander Gray, yang menganjurkan upaya A.S. untuk menyertakan Taipei ke dalam berbagai kelompok seperti Organisasi Penerbangan Sipil Internasional dan Organisasi Kesehatan Dunia.

Dia juga menyarankan untuk melibatkan Taiwan dalam konsorsium internasional guna membawa infrastruktur dan pembangunan lainnya ke negara-negara mitra. A.S. dapat “menganjurkan agar Taiwan seharusnya memiliki peran kuat dalam berbagai jenis proyek ini, dan terdapat keharusan bagi Taiwan untuk terwakili dalam ruang pembangunan secara terbuka karena hal itu mendukung semua kepentingan kita,” ungkap Alexander Gray.

Sementara itu, para panelis mengatakan, A.S. serta Sekutu dan Mitranya telah membangun upaya penangkalan di seluruh Indo-Pasifik terhadap ancaman RRT. Kemitraan strategis Australia-Britania Raya-A.S. memperkuat kemampuan pertahanan. Jepang berencana melipatgandakan anggaran belanja pertahanannya. Filipina dan A.S. telah memperluas kerja sama. Papua Nugini telah menjalin perjanjian keamanan dengan Australia dan A.S.

“Itu merupakan perubahan struktural yang cukup signifikan,” ungkap Rush Doshi, direktur Inisiatif Strategi Tiongkok di Council on Foreign Relations yang berkantor pusat di New York. “Dalam empat tahun mendatang, perubahan struktural itu akan mengubah fakta di lapangan.”

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button