Asia TenggaraIndo-Pasifik yang Bebas dan Terbuka / FOIPKonflik / Ketegangan

Filipina berupaya meredam agresi Beijing di Laut Cina Selatan

Staf FORUM

Sekutu dan Mitra di seluruh Indo-Pasifik mengutuk agresi Republik Rakyat Tiongkok (RRT) yang semakin meningkat dan berbahaya di Laut Cina Selatan pada bulan Juni, dan Filipina berupaya meredakan ketegangan dengan semangat diplomasi.

“Kami masih percaya [pada] pentingnya dialog, dan diplomasi harus tetap diutamakan bahkan dalam menghadapi insiden serius ini,” ungkap Menteri Luar Negeri Filipina Enrique Manalo kepada anggota parlemen, demikian menurut Philippine News Agency.

Wakil Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Kurt Campbell mengatakan Filipina “sangat berhati-hati pada saat yang genting ini.”

“Mereka tidak berupaya memicu krisis dengan Tiongkok. Mereka mengupayakan dialog,” ungkap Kurt Campbell pada acara Council of Foreign Relations di Washington, D.C., demikian yang dilaporkan surat kabar The Washington Post.

Menteri Pertahanan Amerika Serikat Lloyd Austin memberikan pidato pada pertemuan keamanan Shangri-La Dialogue di Singapura pada 31 Mei 2024. Dalam komentarnya mengenai pentingnya Indo-Pasifik yang Bebas dan Terbuka, Lloyd Austin mengatakan, “Presiden Ferdinand Marcos Jr. memberikan pidato yang sangat jelas kemarin malam tentang supremasi hukum di Laut Cina Selatan. Dan dia benar. Setiap negara, besar atau kecil, memiliki hak untuk menikmati sumber daya maritimnya sendiri serta bebas berlayar dan beroperasi di mana pun hukum internasional mengizinkan. Gangguan yang dihadapi Filipina, sederhananya saja, sangatlah berbahaya. Dan kita semua memiliki kepentingan yang sama untuk memastikan bahwa Laut Cina Selatan tetap terbuka dan bebas. Perdamaian dan stabilitas di kawasan ini sangat penting bagi seluruh dunia. Teman-teman kita di NATO, Uni Eropa, dan G7 mengetahui hal ini. Dan begitu juga kita.”
VIDEO DIAMBIL DARI: International Institute for Strategic Studies

Ketegangan meningkat pada pertengahan Juni 2024 ketika perahu pasukan penjaga pantai Tiongkok menabrak dan menaiki kapal Angkatan Laut Filipina yang berusaha mengirimkan pasokan perbekalan kepada Pelaut Filipina di atas kapal Sierra Madre, kapal yang berfungsi sebagai pos terdepan militer Filipina di Second Thomas Shoal. Konfrontasi itu mengakibatkan seorang Pelaut Filipina mengalami cedera parah dan merusak perahu-perahu Filipina. Video personel pasukan penjaga pantai Tiongkok yang memegang kapak, parang, dan benda tajam lainnya memicu kemarahan dan kecaman internasional dari Kanada, Britania Raya, Korea Selatan, A.S., dan negara-negara lainnya.

Filipina memprotes tindakan RRT itu tetapi tetap berupaya menahan diri. Manila tidak membalasnya, menganggap konfrontasi itu sebagai serangan bersenjata, dan tidak memberlakukan perjanjian pertahanan timbal balik dengan A.S., yang menegaskan kembali komitmen sangat kuat terhadap keamanan Filipina.

RRT mengklaim hampir seluruh wilayah di Laut Cina Selatan, meskipun keputusan mahkamah internasional pada tahun 2016 membatalkan penegasan itu. Brunei, Indonesia, Malaysia, Taiwan, dan Vietnam juga memiliki klaim tumpang tindih di Laut Cina Selatan. RRT telah mengganggu kapal-kapal Indonesia, Malaysia, dan Vietnam serta menghalangi operasi minyak dan gas di perairan negara-negara itu dalam upayanya untuk menegaskan klaim kedaulatannya yang sangat luas.

Untuk memaksakan klaim ilegalnya di Second Thomas Shoal dan wilayah sekitarnya, kapal pasukan penjaga pantai Tiongkok semakin sering menabrak, memblokir, dan menembakkan meriam air ke arah perahu pasokan ulang perbekalan Filipina. Awak kapal penangkap ikan sipil juga sering menghadapi gangguan. RRT menerapkan peraturan pasukan penjaga pantai pada pertengahan Juni 2024 dengan menyatakan bahwa Tiongkok dapat menahan kapal dan kru kapal asing yang “masuk tanpa izin” ke dalam wilayah yang dinyatakan secara tidak sah oleh RRT sebagai wilayah maritimnya.

Enrique Manalo mengatakan Departemen Luar Negeri Filipina sedang berupaya mengadakan dialog dengan RRT guna menciptakan langkah pembangunan kepercayaan (confidence-building measure – CBM) yang berpotensi mengurangi ketegangan. CBM mencakup kesepakatan di antara dua entitas atau lebih dalam melakukan pertukaran informasi dan proses verifikasi yang mencakup pasukan, persenjataan, dan peralatan militer. Langkah-langkah itu berupaya untuk meningkatkan transparansi dan memperjelas niat kegiatan militer atau kegiatan lainnya. Contoh terkemukanya adalah perjanjian pada November 2023 oleh A.S. dan RRT untuk melanjutkan pembicaraan militer-ke-militer setelah terjadinya kesenjangan komunikasi selama hampir 18 bulan.

Apa pun pencapaian CBM, demikian ungkap Enrique Manalo, “langkah itu tidak akan mengorbankan upaya peningkatan kedaulatan, hak kedaulatan, serta hak dan yurisdiksi kami” di Laut Cina Selatan.

“Kami akan mengupayakan penyelesaian sengketa secara damai sesuai dengan hukum internasional …,” ungkap Enrique Manalo. “Kami telah bekerja keras untuk mengajak Tiongkok kembali ke meja perundingan guna menyelesaikan perbedaan pendapat mengenai masalah ini.”

Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. memuji Angkatan Bersenjata Filipina dan memberikan medali kepada 80 prajurit yang terlibat dalam konfrontasi itu, serta memuji sikap mereka yang mampu menahan diri dalam menanggapi tindakan ilegal RRT.

“Jadi, saat kami memberikan medali ini,” ungkap Ferdinand Marcos Jr., demikian menurut surat kabar Manila Bulletin, “kami ingat bahwa pada tanggal 17 Juni, kami membuat pilihan secara sadar dan disengaja untuk tetap berada di jalur perdamaian.”

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button