Badai yang Akan Datang
Menjelajahi hubungan antara perubahan iklim dan keamanan di Thailand dan Vietnam
MAYOR AFUA O. BOAHEMA-LEE/ANGKATAN DARAT A.S. | Foto oleh AFP/GETTY IMAGES
Asia Tenggara telah mencatat kenaikan suhu rata-rata sejak tahun 1960. Dengan efek perubahan iklim yang semakin terasa selama dekade terakhir, hal ini kini dianggap sebagai salah satu tantangan paling penting bagi umat manusia. Berdasarkan data yang dikumpulkan selama dua dekade terakhir, Dana Moneter Internasional (IMF) memasukkan Thailand dan Vietnam di antara negara yang sangat terdampak oleh kenaikan suhu.
Perubahan Iklim di Thailand
Perubahan iklim adalah masalah keamanan yang signifikan bagi Thailand, yang, seperti banyak negara Asia Tenggara lainnya, berjuang mengatasi tantangan yang ditimbulkannya. Salah satu contohnya adalah banjir tahun 2011, yang merupakan salah satu bencana alam paling dahsyat dalam sejarah Thailand.
Banjir itu menyebabkan kerusakan luas pada infrastruktur, pertanian, dan mata pencarian, menyoroti kebutuhan mendesak akan upaya yang lebih besar untuk mengatasi dampak perubahan iklim. Hujan monsun lebat yang dimulai pada Juli 2011 dan berlanjut selama berbulan-bulan memengaruhi 65 dari 77 provinsi Thailand dan menyebabkan lebih dari 800 kematian, dengan kerusakan diperkirakan mencapai 734,2 triliun rupiah (46,5 miliar dolar A.S.). Bencana ini juga mendorong tantangan keamanan seperti pengungsian penduduk, kerusuhan masyarakat, dan konflik atas sumber daya alam.
Sungai Mekong menjadi keprihatinan yang patut mendapat perhatian. Ini adalah salah satu sungai terpanjang di Asia, mengalir melalui enam negara: Republik Rakyat Tiongkok, Myanmar, Laos, Thailand, Kamboja, dan Vietnam. Sungai ini adalah sumber kehidupan di kawasan ini, menyediakan air untuk minum, irigasi, dan transportasi, serta mendukung jutaan orang yang bergantung pada sumber dayanya untuk bertahan hidup. Daerah Aliran Sungai Mekong mengalami dampak perubahan iklim yang parah termasuk banjir, kekeringan, dan kenaikan suhu, serta tekanan ekologis dari urbanisasi, erosi pantai, dan deforestasi.
Thailand berada di zona pesisir elevasi rendah benua Asia, yang dikenal rentan terhadap cuaca ekstrem. Efek
perubahan iklim penting yang dialami oleh warga Thailand meliputi kekurangan pangan, masalah kualitas air, kepunahan tanaman dan hewan, serta kelaparan. Pentingnya Sungai Mekong bagi Thailand menyoroti perlunya strategi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim yang efektif. Sangat penting bagi Thailand untuk memantau dan mengelola sumber daya sungai tersebut, melindungi ekosistemnya, dan berkolaborasi dengan negara-negara tetangga di Daerah Aliran Sungai Mekong untuk mengatasi tantangan bersama, yang meliputi keamanan kesehatan. Penelitian menunjukkan bahwa banjir merupakan faktor lingkungan yang signifikan terkait dengan penularan leptospirosis, penyakit bakteri yang berpotensi mematikan. Pemanasan global juga dapat menjadi katalisator pandemi.
Kekeringan dan banjir yang sering dan parah merupakan akar dari beberapa masalah keamanan ekonomi di Thailand, terutama di kalangan masyarakat petani. Dampak pada hasil panen dan produksi pertanian telah menghasilkan pendapatan yang lebih rendah bagi petani dan harga pangan yang lebih tinggi bagi konsumen. Selain itu, perubahan iklim telah mengakibatkan kerawanan air dan pangan di kawasan ini. Peneliti juga memprediksi penurunan jumlah tanaman, mamalia, dan burung yang signifikan per tahun 2070.
Perubahan Iklim di Vietnam
Perubahan iklim menimbulkan tantangan keamanan yang substansial di Vietnam, terutama di daerah pesisir tempat kebanyakan orang tinggal. Negara ini, yang terletak di zona tropis Belahan Bumi Utara, telah mengalami banjir, kekeringan, dan gelombang panas, yang telah merusak infrastruktur, pertanian, dan kesehatan manusia. IMF melaporkan bahwa negara ini sangat rentan terhadap kenaikan permukaan laut, serta peningkatan frekuensi dan intensitas badai dan topan.
Misalnya, pada tahun 2017, Topan Damrey menyapu Vietnam tengah, menewaskan lebih dari 100 orang dan menyebabkan kerusakan senilai lebih dari 15,7 triliun rupiah (1 miliar dolar A.S.). Konsekuensi tersebut dapat mengakibatkan kerentanan keamanan termasuk pengungsian, ketidakstabilan masyarakat, dan perebutan sumber daya alam. Diproyeksikan per tahun 2050, suhu rata-rata Bumi akan meningkat hingga 2 derajat Celcius, menyebabkan kekeringan dan curah hujan yang lebih sering dan parah. Permukaan laut bisa naik sekitar 1 meter, yang secara signifikan akan memengaruhi daerah pesisir dataran rendah yang tidak memiliki langkah adaptasi.
Hampir setengah dari wilayah Delta Mekong, yang sangat penting untuk ketahanan pangan dan ekonomi Vietnam, akan sangat rentan terhadap perubahan ini, yang dapat memiliki konsekuensi yang mengubah hidup. Menurut Indeks Iklim Global, Vietnam adalah salah satu negara yang paling parah terkena dampak perubahan iklim.
Meskipun mitigasi sedang berlangsung, perubahan iklim merupakan ancaman yang signifikan terhadap keamanan Vietnam. Salah satu kekhawatiran utama adalah risiko terhadap pertanian, yang dapat membahayakan ketahanan pangan domestik dan global. Pertanian adalah sektor penting ekonomi Vietnam, dan negara ini memainkan peran penting dalam pasar makanan global dengan mengekspor beras, makanan laut, dan kopi dalam jumlah besar. Perubahan iklim juga merupakan faktor utama di balik tantangan kesehatan di Vietnam. Naiknya permukaan laut dan cuaca ekstrem telah meningkatkan risiko penyakit terkait iklim. Sementara itu, iklim yang semakin intensif telah memaksa banyak orang Vietnam untuk bermigrasi.
Kebijakan Perubahan Iklim
Pemerintah Thailand dan Vietnam telah memberlakukan undang-undang untuk memerangi konsekuensi perubahan iklim. Thailand juga telah membuat janji internasional untuk membantu mengelola dampak lokal. Sebagai bagian dari Perjanjian Paris Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 2015, yang berupaya membatasi kenaikan suhu rata-rata global, Thailand berjanji untuk mengurangi gas rumah kaca setidaknya 30% per tahun 2030. Thailand merilis Undang-Undang Pencegahan dan Mitigasi Bencana dan Rencana Induk Nasional tentang perubahan iklim pada tahun 2007, yang terutama mengidentifikasi dan menyoroti area kritis untuk intervensi. Thailand baru-baru ini mengadopsi Rencana Adaptasi Nasional yang bertujuan untuk mencapai keberlanjutan di sektor kesehatan masyarakat, pengelolaan sumber daya air, pertanian, ketahanan pangan, dan pengelolaan sumber daya alam. Rencana Induk Perubahan Iklim (CCMP) Thailand 2015-2050 adalah dokumen kebijakan tingkat tertinggi yang memandu tanggapan iklim nasional. CCMP berupaya mengurangi emisi gas rumah kaca, meningkatkan efisiensi energi, dan meningkatkan dukungan untuk sumber energi terbarukan. Rencana tersebut mencakup langkah untuk meningkatkan pengelolaan air dan mengurangi kerentanan negara itu terhadap banjir.
Sektor swasta, terutama lembaga swadaya masyarakat (LSM), juga mengelola dampak perubahan iklim. LSM telah berada di garis depan dalam mengatasi perubahan iklim di Thailand. Thai Climate Justice Working Group meningkatkan kesadaran masyarakat tentang perubahan iklim, termasuk pada masyarakat rentan, dan mengadvokasi kebijakan dan tindakan yang memajukan keadilan iklim secara nasional dan regional. Kelompok ini berfokus pada isu seperti energi berkelanjutan, pembiayaan iklim, dan adaptasi iklim, serta membantu transisi pemerintah ke masyarakat rendah karbon.
Thailand Environmental Institute, LSM lainnya, bekerja sama dengan sektor swasta, masyarakat lokal, dan pemerintah untuk merumuskan arahan yang mendorong kemajuan lingkungan. Selama bertahun-tahun, lembaga ini telah meneliti perubahan iklim dan memberikan rekomendasi kebijakan utama.
Bahkan dengan upaya tersebut, dukungan internasional yang signifikan diperlukan untuk mengembangkan kapasitas adaptif dan ketahanan terhadap dampak perubahan iklim pada keamanan. Ini termasuk bantuan dalam membuat dan melaksanakan strategi adaptasi, memperluas akses ke pendanaan, dan mengembangkan keahlian manajemen risiko iklim.
Kondisi iklim yang buruk berpotensi memicu kekerasan dan ketidakstabilan politik. Oleh karena itu, mengatasi perubahan iklim merupakan prioritas bagi militer. Selain melindungi kedaulatan dan integritas teritorial Thailand, militer Thailand membantu warga yang terkena dampak kekeringan dan banjir. Personel militer menyediakan transportasi, makanan, dan keamanan. Karena perubahan iklim juga memengaruhi operasi pertahanan, militer Thailand telah menerapkan strategi untuk mengatasi ancaman keamanan nasional terkait.
Para pemimpin Vietnam juga menganggap perubahan iklim sebagai prioritas. Bersama dengan organisasi sektor swasta, pemerintah telah menerapkan kebijakan dan strategi untuk membantu mencapai masa depan yang berkelanjutan. Untuk membuat masyarakat dan infrastruktur lebih tangguh, pemerintah menciptakan Program Target Nasional untuk Menanggapi Perubahan Iklim, dengan tujuan menyeluruh untuk mengurangi jejak karbon negara tersebut. Ini melibatkan inisiatif untuk meningkatkan pengelolaan air, mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan penggunaan energi alternatif.
Kebijakan perubahan iklim negara ini menyasar emisi nol bersih per tahun 2050. Vietnam juga mengesahkan undang-undang tahun 2022 yang memperkenalkan pajak karbon untuk membantu mengurangi emisi. Selain itu, negara ini bergabung dengan Just Energy Transition Partnership untuk mendukung tujuan ambisius Vietnam tahun 2050 dan transisinya dari bahan bakar fosil ke energi bersih. Pada Mei 2023, Vietnam mencapai tonggak sejarah dengan menyetujui Rencana Pengembangan Tenaga Listrik Nasional kedelapan (PDP-8), menyoroti dedikasinya terhadap pembangunan berkelanjutan dan kemajuan ramah lingkungan sekaligus mencapai emisi nol bersih di seluruh perekonomian. Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat membantu Vietnam selama pengembangan PDP-8 dan terus mendukung implementasi rencana tersebut.
Pemerintah Vietnam juga telah melibatkan LSM dalam perang melawan perubahan iklim. Climate Change Working Group Vietnam telah berupaya selama bertahun-tahun untuk mengurangi kerentanan iklim di tengah populasi berpendapatan rendah. Organisasi ini mendorong pengembangan masyarakat dan memberikan dukungan keuangan dan lingkungan kepada warga negara.
LSM Vietnam lainnya, Center for Environment and Community Research, menggalakkan kesetaraan gender dan adaptasi perubahan iklim. Programnya meliputi pengendalian pencemaran air dan pengurangan sampah plastik. Tujuan LSM ini dan LSM lainnya meliputi koordinasi, dialog kebijakan, adaptasi, mitigasi, peningkatan kapasitas, dan advokasi.
Analisis Perbandingan
Perubahan iklim dan cuaca ekstrem yang diakibatkannya telah menimbulkan konsekuensi ekonomi, politik, dan lingkungan yang serupa di Thailand dan Vietnam, di mana permukaan laut diperkirakan akan naik hingga 30 sentimeter per tahun 2050. Peningkatan tersebut akan menyebabkan erosi, banjir, dan intrusi air asin yang akan memengaruhi pertanian, akuakultur, dan pariwisata. Kedua negara telah menyaksikan kerusakan dan kerugian properti terkait iklim yang melampaui wilayah lain. Kegagalan mengatasi perubahan iklim dapat mengakibatkan proyeksi penurunan 11% dalam produk domestik bruto di seluruh kawasan pada akhir abad ini.
Kedua pemerintah, bekerja sama dengan LSM dan organisasi militer, telah mengembangkan kebijakan dan rencana yang ditetapkan dengan baik untuk memerangi perubahan iklim. Namun, kedua negara menghadapi tantangan yang berbeda. Thailand berada lebih jauh ke selatan dan suhu yang lebih panas membuatnya lebih rentan terhadap gelombang panas dan kekeringan. Vietnam lebih terpapar dan rentan terhadap badai, banjir, dan topan. Penting juga untuk dicatat bahwa langkah Thailand untuk mengatasi perubahan iklim cenderung kurang komprehensif dibandingkan Vietnam. Terlepas dari tujuan pengelolaan perubahan iklim, negara ini lambat dalam menerapkan langkahnya.
Seperti Angkatan Bersenjata Thailand, militer Vietnam terlibat dalam tanggapan perubahan iklim, khususnya bantuan dan pemulihan bencana.
A.S. dan negara-negara Eropa dapat memainkan peran penting dalam membantu Thailand dan Vietnam menghadapi tantangan perubahan iklim secara nasional dan regional. A.S., misalnya, menyediakan advokasi ekonomi dan pendidikan, serta dukungan lingkungan untuk pengelolaan perubahan iklim.
Tindakan Pemerintah, Militer, dan LSM
Perubahan iklim akan memengaruhi intervensi dan keamanan yang ditawarkan oleh pemerintah, militer, dan LSM, dengan permintaan bantuan kemanusiaan dan bantuan bencana diproyeksikan akan meningkat. Karena Thailand dan Vietnam sangat rentan, sangat penting bagi pemerintah, militer, dan LSM untuk siap membantu masyarakat yang terdampak.
Sumber daya air dan lahan mungkin menjadi lebih langka dan karena itu lebih berharga, yang dapat menyebabkan konflik di antara negara dan kelompok, terutama di mana sumber daya tersebut sudah terbatas. Untuk mengurangi risiko konflik dan mendorong distribusi sumber daya yang adil, pemerintah, militer, dan LSM harus berkolaborasi untuk membuat masyarakat lebih tangguh dan lebih siap mengelola dampak pemanasan global.
Prospek Kerja Sama
Thailand, Vietnam, dan A.S. bersama-sama dapat memerangi perubahan iklim. Kolaborasi dapat memajukan sumber energi ramah lingkungan dan mengurangi emisi gas rumah kaca. Sebagai inovator terkemuka di dunia dalam teknologi energi terbarukan, A.S. memiliki posisi untuk menawarkan keahlian dan bantuan lainnya kepada Thailand dan Vietnam saat mereka beralih ke energi ramah lingkungan.
Sebagai pemimpin global dalam teknologi pertanian, A.S. juga memiliki posisi untuk membantu Thailand dan Vietnam dalam meningkatkan produktivitas pertanian dan mempromosikan praktik berkelanjutan sambil memperkuat kemampuan mereka untuk bertahan dari banjir, kekeringan, dan bencana lainnya.
Selain itu, kemitraan tersebut dapat mendorong stabilitas regional dengan memajukan pemerataan sumber daya, khususnya air dan tanah. Dengan bekerja sama, negara-negara dapat mengurangi kemungkinan konflik yang timbul dari kelangkaan sumber daya. Melalui berbagi pengetahuan, kerja sama, dan implementasi praktik berkelanjutan, Thailand, A.S., dan Vietnam bercita-cita untuk menciptakan kerangka kerja yang memastikan penggunaan yang bertanggung jawab dan alokasi sumber daya vital yang adil. Dalam hal ini, upaya kolaborasi di antara ketiga negara akan menandakan pendekatan transformatif untuk meningkatkan ketahanan pertanian dan stabilitas regional.
Kolaborasi semacam itu harus berfokus pada pengembangan kapasitas adaptif, ketahanan, dan manajemen risiko iklim, serta perluasan akses ke pendanaan iklim. Keterlibatan militer dalam mengatasi perubahan iklim sangat penting, mengingat potensi implikasi keamanan.
Perubahan iklim menghadirkan tantangan signifikan bagi Thailand dan Vietnam, yang membutuhkan upaya bersama dari pemerintah, LSM, dan mitra internasional. Dampak perubahan iklim melampaui masalah lingkungan dan memiliki implikasi yang luas bagi kemanusiaan. Wajib halnya untuk memprioritaskan strategi mitigasi dan adaptasi guna memastikan kesejahteraan dan keamanan rakyat di kedua negara dan seluruh komunitas global.
Artikel ini pada awalnya diterbitkan di Volume 15, Terbitan ke-1, 2023, majalah Liaison, publikasi dari Pusat Keunggulan Manajemen Bencana dan Bantuan Kemanusiaan, yang berbasis di Hawaii. Artikel ini telah diedit agar sesuai dengan format FORUM.