Perjanjian shiprider yang sudah lama berlaku melindungi ZEE dan meningkatkan Indo-Pasifik yang Bebas dan Terbuka
Staf FORUM
Program shiprider, yaitu upaya penegakan hukum dan pengawasan perikanan multilateral sukses di Indo-Pasifik, bermula pada akhir tahun 1980-an ketika Badan Perikanan Forum Kepulauan Pasifik merekomendasikan kepada negara-negara anggotanya untuk mengembangkan perjanjian penegakan hukum timbal balik.
Apa yang kemudian dikenal sebagai Perjanjian Niue tentang Kerja Sama Penegakan Hukum dan Pengawasan Perikanan di Kawasan Pasifik Selatan itu mulai berlaku pada tahun 1993. Pasal keenam perjanjian itu menjadi dasar program shiprider, demikian tulis Richard Pruett, mantan diplomat Amerika Serikat yang menjabat sebagai wakil kepala misi untuk enam negara kepulauan Pasifik, baru-baru ini untuk Pusat Studi Australia, Selandia Baru, dan Pasifik di Georgetown University.
Berdasarkan pasal itu, negara yang berpartisipasi, melalui perjanjian tambahan, dapat mengizinkan pihak lain untuk memperluas kegiatan penegakan hukum dan pengawasan perikanannya hingga ke wilayah laut teritorial dan perairan kepulauan negara yang berpartisipasi.
Program shiprider merupakan bagian dari inisiatif Kerja Sama Keamanan Medan Komando Pasukan A.S. di Indo-Pasifik, yang berupaya meningkatkan stabilitas dan keamanan regional.
Kepulauan Cook dan A.S. melakukan upaya shiprider pertama di Indo-Pasifik pada tahun 2008. Pasukan Penjaga Pantai A.S. kini memiliki perjanjian penegakan hukum perikanan bilateral dengan 12 negara Indo-Pasifik. Pakta itu memungkinkan aparat penegak hukum maritim dan/atau militer masing-masing negara untuk menaiki kapal satu sama lain dan menegakkan hukum di perairan mereka masing-masing, termasuk di dalam zona ekonomi eksklusif (ZEE) mereka. Mereka diizinkan untuk menghentikan, memeriksa, dan menahan kapal-kapal yang dicurigai melakukan aktivitas maritim terlarang, khususnya penangkapan ikan ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak diregulasi.
Perjanjian shiprider sangat berharga bagi negara-negara kepulauan lebih kecil, yang mungkin mengalami kekurangan personel dan aset maritim untuk memberikan perlindungan memadai terhadap ZEE mereka yang sangat luas.
Negara-negara peserta perjanjian itu di Indo-Pasifik juga mencakup Fiji, Kiribati, Kepulauan Marshall, Mikronesia, Nauru, Palau, Papua Nugini, Samoa, Tonga, Tuvalu, dan Vanuatu. Mikronesia, Palau, dan Papua Nugini juga telah memperluas perjanjian mereka dengan mengizinkan kapal Pasukan Penjaga Pantai A.S. menegakkan hukum mereka tanpa melibatkan salah satu aparat penegak hukum mereka di atas kapal itu.
“Kami bekerja bersama-sama sebagai mitra keamanan regional. Kami meningkatkan visi bersama mengenai Indo-Pasifik yang Bebas dan Terbuka,” ungkap Menteri Luar Negeri A.S. Antony Blinken pada Mei 2023 ketika Papua Nugini memperluas perjanjiannya.
Program shiprider kembali mendapatkan perhatian baru-baru ini ketika Republik Rakyat Tiongkok (RRT) mengajukan klaim keliru bahwa kapal penangkap ikan berbendera Tiongkok bebas dari tindakan penegakan hukum dalam ZEE negara lain. Faktanya, perjanjian shiprider, yang mengikuti hukum internasional, memungkinkan kepolisian Vanuatu dan Pasukan Penjaga Pantai A.S. menemukan enam kapal penangkap ikan Tiongkok yang melanggar undang-undang perikanan Vanuatu, demikian yang dilaporkan Reuters pada bulan Maret.
“Kami melakukan pemeriksaan di atas kapal ini atas perintah negara tuan rumah yang mengundang kami untuk bergabung, untuk bekerja sama dengan mereka dalam melindungi zona ekonomi eksklusif mereka,” ungkap Laksamana Muda Pasukan Penjaga Pantai A.S. Michael Day kepada jurnalis. “Indo-Pasifik yang Bebas dan Terbuka didasarkan pada kepatuhan terhadap aturan, norma, dan hukum internasional. Saya dengan senang hati mengatakan bahwa Pasukan Penjaga Pantai mematuhi semua hukum internasional, dan ini merupakan pemeriksaan di atas kapal yang sah.”
Harriet Lane, kapal cutter Pasukan Penjaga Pantai A.S., melakukan patroli yang menghasilkan 28 pemeriksaan di atas kapal berdasarkan perjanjian shiprider dari Januari hingga Maret 2024, demikian yang dilaporkan kantor berita Benar News.
Pasukan Penjaga Pantai A.S. juga mengumumkan pada akhir Februari 2024 bahwa personel dari kapal cutter Oliver Henry dan Unit Maritim Kepolisian Kiribati melakukan pemeriksaan di atas kapal terhadap dua kapal penangkap ikan berbendera RRT serta memantau kapal penangkap ikan dari RRT dan negara lain dalam ZEE Kiribati sebagai bagian dari Operasi Blue Pacific. Tidak ditemukan adanya pelanggaran dalam operasi itu.
Armada perairan jauh RRT yang jumlahnya mencapai 4.600 kapal merupakan armada terbesar di dunia dan menjangkau lebih jauh ke laut lepas setiap tahunnya, demikian yang dilaporkan U.S. Naval Institute. Kapal penangkap ikan Tiongkok sering kali merambah masuk ke dalam ZEE negara lain, demikian ungkap para ahli.
RRT semakin merasa khawatir bahwa program shiprider akan meluas ke Filipina atau Vietnam, yang merupakan salah satu negara yang menolak klaim teritorial RRT yang sewenang-wenang dan ekspansif di Laut Cina Selatan, demikian menurut Richard Pruett.