Penjualan senjata Rusia anjlok karena India dan negara lainnya mencari pemasok baru
Staf FORUM
Invasi Rusia yang tidak beralasan ke Ukraina terus membebani Moskow di luar medan perang, karena sanksi internasional mengerogoti ekspor senjata rezim itu dan keraguan tentang kualitas dan keandalan mendorong pelanggan lama di Indo-Pasifik dan di tempat lain untuk mencari pemasok senjata baru.
Ekspor senjata Moskow anjlok sebesar 53% selama satu dekade terakhir, menyingkirkan Rusia dari posisi dua pemasok teratas dunia untuk pertama kalinya, demikian menurut laporan Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) pada Maret 2024. “Penurunan ini sangat cepat selama lima tahun terakhir, dan sementara Rusia mengekspor senjata utama ke 31 negara pada tahun 2019, Rusia hanya mengekspor ke 12 negara pada tahun 2023 .”
Republik Rakyat Tiongkok (RRT) menyumbang 21% dari ekspor senjata Rusia dari tahun 2019 -23, demikian menurut laporan lembaga independen yang berbasis di Swedia itu.
Anjloknya ekspor senjata Rusia terjadi ketika Presiden Vladimir Putin berjuang untuk memasok pasukannya untuk perang berkepanjangan melawan Ukraina, kini di tahun ketiga. Putin terpaksa beralih ke Korea Utara untuk mendapatkan rudal balistik, peluru artileri, dan amunisi lainnya yang melanggar resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa yang melarang ekspor senjata oleh Pyongyang. Sebagai imbalannya, Rusia memberikan bantuan teknis kepada rezim Korea Utara untuk meluncurkan satelit mata-mata, yang juga merupakan pelanggaran terhadap resolusi P.B.B., demikian kata badan intelijen Korea Selatan pada akhir 2023.
Penurunan penjualan senjata juga membuat Moskow kehilangan pendapatan vital, menambah hilangnya pendapatan yang disebabkan oleh larangan internasional terhadap ekspor Rusia lainnya, termasuk minyak. Senjata menyumbang lebih dari 4% dari total ekspor Rusia dan lebih dari 1% dari produk domestik bruto pada tahun 2015, demikian menurut Chatham House, sebuah wadah pemikir yang berbasis di London.
Perang ilegal Rusia, program senjata pemusnah massal ilegal Korea Utara, dan peningkatan militer RRT yang cepat telah meningkatkan ketegangan di Indo-Pasifik, yang merupakan tujuan bagi 37% transfer senjata utama dari tahun 2019-23, demikian menurut SIPRI. Itu adalah pangsa terbesar dari kawasan mana pun.
Impor senjata Jepang melonjak 155% dan Korea Selatan naik 6,5%, dengan Amerika Serikat menyumbang masing-masing 97% dan 72% dari transfer senjata tersebut. Kedua sekutu A.S. tersebut “banyak berinvestasi dalam kemampuan serangan jarak jauh,” termasuk pesawat tempur, demikian menurut laporan SIPRI.
Tokyo, yang berencana untuk meningkatkan belanja pertahanan menjadi 2% dari PDB per tahun 2027, juga memesan 400 rudal jarak jauh dari A.S. pada tahun 2023. “Hal ini, untuk pertama kalinya, akan memberi Jepang kemampuan untuk menjangkau target jauh di dalam wilayah Tiongkok atau Korea Utara,” demikian menurut laporan SIPRI.
“Hampir tak diragukan lagi bahwa impor senjata tingkat tinggi yang berkelanjutan oleh Jepang dan sekutu serta mitra A.S. lainnya di Asia dan Oseania sebagian besar didorong oleh satu faktor kunci: kekhawatiran atas ambisi Tiongkok,” demikian kata peneliti senior SIPRI Siemon Wezeman dalam sebuah rilis berita.
Laporan yang membandingkan data periode 2014-18 dan 2019-23 juga menemukan bahwa:
- Impor senjata India meningkat sebesar 5%, menjadikannya importir terdepan di dunia. Namun, hanya 36% impor New Delhi yang berasal dari Rusia, pertama kalinya dalam lebih dari 60 tahun pangsa Moskow turun di bawah 50%, demikian menurut laporan “Tren Transfer Senjata Internasional”. “India malah mencari pemasok Barat, terutama Prancis dan [A.S.], dan industri senjatanya sendiri untuk memenuhi permintaannya akan senjata utama. Pergeseran ini juga terlihat dalam pesanan baru India, banyak di antaranya yang dipesan dari pemasok Barat, dan rencana pengadaan senjatanya, yang tampaknya tidak termasuk opsi Rusia.”
- Prancis melampaui Rusia sebagai eksportir senjata terbesar kedua di dunia di belakang A.S., dengan peningkatan 47%. Indo-Pasifik menerima bagian terbesar dari transfer senjata Prancis, 42%, dan India adalah pelanggan tunggal terbesar, menyumbang hampir 30%. “Prancis menggunakan peluang permintaan global yang kuat untuk meningkatkan industri senjatanya melalui ekspor,” demikian kata peneliti SIPRI Katarina Djokic. “Prancis telah berhasil menjual pesawat tempurnya di luar Eropa.”
- Ekspor senjata A.S. meningkat sebesar 17%, sehingga pangsa global utamanya menjadi 42%. Washington memasok 107 negara dari tahun 2019-23 dan merupakan pemasok terbesar di Indo-Pasifik untuk pertama kalinya dalam seperempat abad, menyediakan 34% impor senjata di kawasan ini.
- Dalam tren yang kemungkinan akan berlanjut, impor senjata RRT turun sebesar 44%, “terutama sebagai akibat dari penggantian senjata impor — yang sebagian besar berasal dari Rusia — dengan sistem yang diproduksi secara lokal,” demikian temuan laporan tersebut. Moskow memasok 77% impor senjata Beijing dari tahun 2019-23. Sementara itu, Rusia adalah salah satu dari banyak negara yang menuduh Partai Komunis Tiongkok mencuri atau merekayasa balik teknologi militer mereka untuk memajukan industri senjata RRT.
- Secara keseluruhan, impor senjata oleh negara-negara Asia Tenggara menurun sebesar 43%. “Namun, ketegangan, terutama dengan Tiongkok, terus mendorong akuisisi senjata oleh banyak negara di subkawasan ini.” Misalnya, Filipina dan Singapura masing-masing meningkatkan impor sebesar 105% dan 17%, sementara “Indonesia, Malaysia, dan Singapura semuanya memesan pesawat tempur dan kapal dalam jumlah besar.”
Moskow (38%) dan Beijing (26%) tetap menjadi pemasok senjata utama bagi junta militer Myanmar, yang merebut kekuasaan dari pemerintah yang terpilih secara demokratis dalam kudeta Februari 2021, memicu perang saudara yang brutal dan berlarut-larut.