Asia Timur LautProliferasi Persenjataan

Laporan P.B.B.: Korea Utara mendanai program persenjataannya melalui kejahatan siber

Komando Strategis Amerika Serikat

Penyelidik Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan Korea Utara telah melakukan pencurian senilai miliaran dolar melalui serangan siber untuk mendanai program senjata pemusnah massal rezim itu. P.B.B. menemukan 58 dugaan serangan siber Korea Utara di antara tahun 2017 dan 2023, yang nilainya sekitar 47 triliun rupiah (3 miliar dolar A.S.), demikian yang dilaporkan The Associated Press (AP) pada Februari 2024. Kelompok peretas yang berada di bawah kendali langsung organisasi intelijen luar negeri utama Pyongyang terus melakukan serangan siber, demikian ungkap pakar P.B.B.

Laporan itu muncul hanya beberapa hari setelah Korea Selatan meluncurkan strategi baru untuk melawan ancaman siber Korea Utara. Pendekatan Seoul didasarkan pada Strategi Keamanan Nasional negara itu yang diterbitkan pada Juni 2023 dan mengikuti pembentukan kelompok kerja trilateral dengan Jepang dan Amerika Serikat pada November 2023 untuk melawan meningkatnya ancaman siber Korea Utara. Strategi baru itu memberikan fokus yang lebih jelas pada penguatan kemampuan preemptif dan ofensif.

Raksasa perangkat lunak Microsoft mengatakan pihaknya mengacaukan upaya Korea Utara dan beberapa negara lainnya — termasuk Iran, Republik Rakyat Tiongkok (RRT), dan Rusia — untuk menggunakan kecerdasan buatan (AI) generatif guna membobol jaringan. Sebelum kunjungan Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol ke Britania Raya pada November 2023, peretas Korea Utara membobol salah satu email ajudannya, demikian yang dilaporkan BBC.

“Strategi yang direvisi ini menguraikan dengan jelas strategi respons aktif tingkat nasional untuk mengatasi organisasi peretasan internasional dan yang disponsori negara yang menimbulkan ancaman terhadap keamanan siber Korea Selatan, dan serangan siber jahat Korea Utara,” ungkap Kim So Jeong, direktur Emerging Security Studies di Institute for National Security Strategy yang berkantor pusat di Seoul, kepada NK News. Strategi itu juga menyerukan kerja sama dengan Sekutu dan Mitra, termasuk negara-negara anggota NATO dan negara-negara Indo-Pasifik, untuk menangkal ancaman siber Korea Utara.

“Ada keterbatasan saat berupaya untuk mengatasi berbagai tantangan ini secara mandiri,” ungkap Kim So Jeong. “Kolaborasi proaktif dengan komunitas global sangat penting untuk merumuskan strategi dan solusi yang efektif dalam menanggapi tantangan yang terus berkembang yang dihadirkan oleh aktivitas siber Korea Utara.”

Upaya Korea Utara untuk mengembangkan teknologi, termasuk persenjataan dan AI, telah lama terhambat oleh sanksi internasional. Para peretas mencuri uang, sering kali dalam bentuk mata uang kripto, untuk mendanai pengembangan AI dan teknologi pembelajaran mesin, termasuk aplikasi militer seperti permainan perang dan pengawasan, serta untuk meningkatkan keselamatan reaktor nuklir — aplikasi sipil yang diperingatkan oleh para analis keamanan dapat dialihkan untuk penggunaan militer. Pakar P.B.B. mengatakan reaktor air ringan di kompleks nuklir utama Korea Utara di Yongbyon “tampaknya beroperasi,” demikian yang dilaporkan AP. Para pejabat Korea Selatan mencurigai Pyongyang dapat menggunakan reaktor itu untuk mengembangkan persenjataan nuklir.

Hyuk Kim, peneliti di Center for Nonproliferation Studies, Middlebury Institute of International Studies, mengatakan Korea Utara telah berkolaborasi dengan RRT dalam pengembangan AI untuk penelitian infrastruktur dan keselamatan nuklir.

“Kolaborasi yang sedang berlangsung di antara Korea Utara dan para cendekiawan asing menimbulkan kekhawatiran terhadap pelaksanaan rezim sanksi itu,” tulisnya dalam artikel pada Januari 2024 untuk 38 North, publikasi dari Stimson Center, wadah pemikir yang berkantor pusat di A.S. “Selain itu, konversi teknologi AI sipil menjadi aplikasi militer menimbulkan risiko besar, terutama dalam lingkungan komputasi awan yang tidak memerlukan perangkat keras khusus.”

Strategi siber baru Korea Selatan merupakan upaya gabungan dari Kantor Keamanan Nasional, Badan Intelijen Nasional, Badan Kepolisian Nasional, dan kementerian Luar Negeri, Pertahanan Nasional, serta Kementerian Sains, Teknologi Informasi, dan Komunikasinya. Berbagai rencana mencakup membangun sistem respons cepat dan mendukung inovasi di perusahaan keamanan siber. Selain kemitraan dengan Jepang dan A.S., Seoul baru-baru ini meluncurkan kemitraan dengan Britania Raya, dan akan berupaya bekerja sama dengan negara-negara NATO lainnya.

“Di masa lalu, pendekatan kami terhadap keamanan siber terutama bersifat defensif dari sudut pandang keamanan,” ungkap Lim Jong-in, profesor keamanan siber di Korea University dan penasihat khusus Yoon Suk Yeol, kepada NK News. Dia mengatakan strategi yang direvisi itu, “selaras dengan arah yang diambil A.S. dalam memastikan diperolehnya kemampuan ofensif dan mengadopsi sikap ofensif.”

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button