Korea Selatan dan A.S. memulai latihan Freedom Shield untuk memperkuat kesiapan militer
The Associated Press
Korea Selatan dan Amerika Serikat menyelenggarakan latihan Freedom Shield tahunan untuk meningkatkan interoperabilitas militer di tengah ancaman nuklir, uji coba rudal, dan retorika Korea Utara.
Pasukan Korea Selatan dan A.S. pada awal Maret 2024 memulai latihan lapangan dan pelatihan pos komando yang disimulasikan komputer selama 11 hari, demikian ungkap Kementerian Pertahanan Nasional Korea Selatan.
Militer Korea Selatan mengatakan bahwa pihaknya akan melakukan 48 latihan lapangan dengan pasukan A.S., dua kali lipat dari jumlah latihan yang dilakukan pada tahun 2023, dan berbagai latihan itu akan mencakup latihan penembakan dengan amunisi aktif, pengeboman, serangan udara, dan pencegatan rudal. Kolonel Lee Sung-jun, juru bicara Kepala Staf Gabungan Korea Selatan, mengatakan latihan itu akan mencakup pelatihan untuk mendeteksi rudal jelajah Korea Utara, demikian yang dilaporkan Kantor Berita Yonhap.
Korea Utara sebelumnya telah bereaksi terhadap latihan rutin dan reguler semacam itu dengan melakukan uji coba persenjataan yang bersifat provokatif.
Sejak awal tahun 2022, Korea Utara telah melakukan lebih dari 100 babak uji coba rudal untuk memodernisasi persenjataannya, yang melanggar resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mengekang program persenjataan Pyongyang. Sebagai tanggapannya, dua negara yang sudah lama bersekutu yaitu Korea Selatan dan A.S. telah memperluas pelaksanaan latihan dan pelatihan serta meningkatkan pengerahan aset A.S. seperti kapal induk dan pesawat pengebom jarak jauh berkemampuan nuklir ke Semenanjung Korea.
Pada awal tahun 2024, Korea Utara melakukan enam babak uji coba rudal dan serangkaian latihan penembakan artileri. Pemimpin rezim itu, Kim Jong Un, juga mengatakan bahwa Korea Utara tidak akan lagi mengupayakan reunifikasi damai dengan Korea Selatan dan akan mengambil sikap militer yang lebih agresif di sepanjang perbatasan laut yang disengketakan oleh kedua negara. Dia juga mengulangi sumpahnya untuk “memusnahkan” Korea Selatan dan A.S. jika diprovokasi.
Langkah itu menimbulkan kekhawatiran bahwa Pyongyang dapat mengambil tindakan provokatif di sepanjang perbatasan laut dan darat yang mengalami ketegangan itu. Para ahli mengatakan prospek terjadinya serangan besar oleh Korea Utara bersifat suram ketika rezim itu mengetahui kekuatan militernya tidak mampu menandingi kekuatan pasukan Korea Selatan dan A.S.
Akan tetapi, Korea Utara percaya bahwa memiliki persenjataan nuklir yang canggih dapat meningkatkan pengaruh negosiasinya dan mendapatkan konsesi bagi rezim itu seperti pelonggaran sanksi internasional, demikian ungkap para ahli.