Perluasan silo rudal PKT memicu kekhawatiran regional
Staf FORUM
Pengembangan kekuatan militer Partai Komunis Tiongkok (PKT) yang bersifat mengancam, yang dicontohkan oleh perluasan silo rudal yang cepat dan tidak transparan, telah memicu kekhawatiran di seluruh Indo-Pasifik mengenai niat Beijing untuk mengembangkan rangkaian senjata pemusnah masalnya. Kekhawatiran itu diperparah oleh tindakan sapu bersih yang terus dilakukan oleh Sekretaris Jenderal PKT Xi Jinping terhadap para pemimpin militer dan ilmuwan roket, serta oleh pertanyaan mengenai kualitas dan kendali aset rudal balistik dan nuklir negara berpartai tunggal itu.
“Dalam lima tahun terakhir ini, Tiongkok telah memperluas secara signifikan program modernisasi nuklirnya dengan mengerahkan lebih banyak jenis dan jumlah persenjataan nuklir yang lebih besar daripada sebelumnya,” demikian yang dilaporkan para peneliti Proyek Informasi Nuklir Federasi Ilmuwan Amerika (Federation of American Scientists – FAS) baru-baru ini.
Program itu mencakup pengembangan berkelanjutan “tiga ladang silo rudal baru untuk rudal balistik antarbenua (intercontinental ballistic missile – ICBM) berbahan bakar padat,” dan perluasan pembangunan silo untuk ICBM DF-5 berbahan bakar cair. Para peneliti memperkirakan Republik Rakyat Tiongkok (RRT) memiliki persediaan 500 hulu ledak nuklir yang dapat dikirimkan melalui pesawat pengebom, serta rudal balistik berbasis darat dan laut.
“Secara keseluruhan, ekspansi nuklir Tiongkok merupakan salah satu kampanye modernisasi terbesar dan tercepat di antara sembilan negara yang memiliki persenjataan nuklir,” demikian menurut laporan pada Januari 2024 yang diterbitkan dalam Bulletin of the Atomic Scientist. Khususnya, “pembangunan ratusan silo untuk rudal berbahan bakar padat … telah memicu perdebatan signifikan mengenai kebijakan tidak menggunakan terlebih dulu yang sudah lama diterapkan di Tiongkok.”
Gejolak dalam tubuh militer Tiongkok memperparah ketidakpastian itu. Pada bulan Januari, kepala lembaga Tiongkok yang memelopori pengembangan, pengujian, dan produksi rudal dan wahana peluncuran diberhentikan tanpa ada penjelasan. Wang Xiaojun, yang memimpin Akademi Teknologi Wahana Peluncuran Tiongkok, merupakan pejabat terbaru di antara selusin pejabat senior industri pertahanan dan militer yang disingkirkan oleh PKT dalam enam bulan terakhir ini, demikian yang dilaporkan Bloomberg News.
Tuduhan korupsi telah menjangkiti jajaran teratas Tentara Pembebasan Rakyat (PLA), khususnya Pasukan Roket rahasianya, yang mengawasi rudal taktis dan nuklir rezim itu. Lima dari sembilan jenderal yang dicopot dari jabatan mereka pada akhir tahun 2023 merupakan komandan masa lalu atau saat ini di Pasukan Roket, demikian yang dilaporkan kantor berita Reuters, sementara itu tiga eksekutif di perusahaan yang dikendalikan negara yang memproduksi sistem rudal juga diberhentikan oleh badan penasihat politik utama PKT.
Kekacauan ini mengikis kemampuan PLA untuk mengobarkan perang, dengan laporan intelijen A.S. menunjukkan bahwa ladang silo yang luas di Tiongkok barat memiliki penutup yang rusak sehingga membuat peluncuran rudal berjalan dengan tidak efektif, sementara itu rudal lainnya diisi dengan air, alih-alih bahan bakar, demikian menurut Bloomberg News.
Peristiwa ini terjadi ketika kawasan itu menghadapi “risiko persaingan strategis yang meningkat menjadi konflik,” yang berpotensi terkait dengan sengketa wilayah darat dan maritim, termasuk berbagai pusat ketegangan seperti Selat Malaka dan Taiwan, demikian menurut Menteri Luar Negeri Australia Penny Wong. Para analis mengatakan Beijing mungkin memperkuat kemampuan nuklir dan rudalnya untuk menangkal intervensi A.S. dan negara-negara yang berpandangan serupa semisal PKT menginvasi Taiwan yang memiliki pemerintahan mandiri, yang diklaimnya sebagai wilayahnya dan mengancam akan mencaploknya.
“Negara-negara di Indo-Pasifik menghadapi pengembangan kekuatan militer Tiongkok yang pesat tanpa adanya transparansi dan kepastian yang diharapkan kawasan ini dari negara-negara adikuasa,” ungkap Penny Wong dalam pidato utamanya di Konferensi Samudra Hindia di Perth pada Februari 2024.
Departemen Pertahanan A.S. melaporkan pada Oktober 2023 bahwa RRT besar kemungkinan akan memiliki lebih dari 1.000 hulu ledak nuklir operasional paling lambat pada tahun 2030, dan bahwa Beijing mungkin sedang menjajaki pengembangan sistem rudal jarak antarbenua yang dipersenjatai secara konvensional sehingga akan memungkinkan RRT melakukan ancaman serangan konvensional terhadap berbagai target di Amerika Serikat kontinental.
Postur nuklir itu tidak konsisten dengan komitmen strategi “penangkalan minimum” yang konon dianut oleh Beijing, demikian ungkap para pejabat A.S.
Persediaan hulu ledak nuklir RRT kini hanya kalah jumlahnya dari Rusia dan A.S., yang masing-masing memiliki persediaan sekitar 4.500 dan 3.700 hulu ledak nuklir, demikian menurut FAS.
Setelah lima tahun menolak permintaan A.S. untuk membahas pengurangan risiko strategis, Beijing pada akhirnya melanjutkan perundingan persenjataan nuklir dengan Washington pada akhir tahun 2023, meskipun Tiongkok belum menyetujui negosiasi pengendalian persenjataan secara formal.
“Harapannya adalah perundingan itu dapat membuat Beijing menghargai manfaat dialog dan transparansi, dan diharapkan dapat menunda ekspansi nuklirnya, setidaknya secara relatif,” tulis Dr. Rajeswari Pillai Rajagopalan, direktur Pusat Keamanan, Strategi & Teknologi di Observer Research Foundation yang berkantor pusat di New Delhi, untuk majalah The Diplomat pada Januari 2024. “Jika tidak dihentikan, ekspansi nuklir Tiongkok dapat menyebabkan peningkatan perlombaan senjata dalam hubungannya dengan perluasan persenjataan nuklir.”