Jepang meningkatkan kemampuan pengawasan sebagai respons atas peluncuran satelit mata-mata Korea Utara
Marc Jacob Prosser
Pengerahan satelit mata-mata Korea Utara baru-baru ini telah memicu ketegangan geopolitik dan meningkatkan kekhawatiran keamanan bagi Jepang dan mitra-mitranya, dengan Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida menggambarkan peluncuran itu “sebagai pelanggaran jelas terhadap resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa yang relevan.”
Segera setelah peluncuran satelit yang dilakukan oleh Pyongyang, Jepang mengirimkan satelit pengawasan ke orbitnya pada pertengahan Januari 2024. Tokyo juga terlibat dalam latihan pertahanan dengan berbagai mitra regional dan melakukan upaya kolaboratif untuk melawan ancaman Korea Utara.
Peluncuran satelit mata-mata Korea Utara pada November 2023 merupakan tindak lanjut dari dua upaya sebelumnya yang mengalami kegagalan dan bertepatan dengan meningkatnya retorika dari pemimpin Korea Utara Kim Jong Un. Kim Jong Un telah meminta negaranya yang terisolasi itu untuk memperluas kemampuan militernya, termasuk satelit, persenjataan nuklir, dan peralatan tempur otonom.
“Meskipun kemampuan satelit mata-mata Korea Utara besar kemungkinan masih terbatas, satelit itu merupakan bagian dari strategi lebih luas untuk mengonsolidasikan dan meningkatkan kemampuan rudal balistik antarbenua (ICBM),” ungkap Stephen Nagy, profesor politik dan studi internasional di International Christian University Tokyo, kepada FORUM. “Wahana peluncuran satelit mata-mata, kemampuan navigasi, dan teknologi semuanya itu merupakan aspek penting dari teknologi ICBM.”
Upaya satelit mata-mata Pyongyang mencerminkan kesediaannya untuk mengoperasionalkan kemampuan rudalnya dalam situasi perang, demikian menurut Hirohito Ogi, peneliti senior di Asia Pacific Initiative dan Institute of Geoeconomics di International House of Japan, wadah pemikir yang berkantor pusat di Tokyo.
“Meskipun kita tidak tahu sejauh mana Korea Utara benar-benar dapat mengoperasikan satelit itu, kita perlu tetap waspada terhadap kemampuan terkait dalam konteks ancaman perang nuklirnya,” ungkapnya kepada FORUM.
Pejabat intelijen Korea Selatan mengatakan bahwa Rusia besar kemungkinan membantu program satelit mata-mata Korea Utara, yang mengganggu stabilitas dinamika geopolitik di kawasan itu. Mitra Indo-Pasifik termasuk Jepang, Korea Selatan, dan Amerika Serikat mengatakan Pyongyang berupaya mendapatkan teknologi militer dari Moskow sebagai imbalan atas pasokan senjata konvensional untuk perang tak beralasan Rusia terhadap Ukraina.
Respons Jepang mencakup perluasan kemampuan respons dan pengawasan, termasuk peluncuran Satelit Pengumpul Informasi Optical 8 baru-baru ini dari Pusat Ruang Angkasa Tanegashima. Pada bulan itu, Jepang, Korea Selatan, dan A.S. melakukan latihan angkatan laut yang melibatkan kapal induk A.S. USS Carl Vinson dan berfokus pada respons terhadap ancaman rudal Korea Utara. Ketiga negara itu juga telah mengerahkan sistem pembagian informasi waktu nyata untuk memantau aktivitas rudal Pyongyang.
Seperti yang diperkirakan, peluncuran satelit mata-mata Korea Utara mungkin menjadi bumerang, demikian ungkap Mayor Jenderal Pasukan Bela Diri Darat Jepang (Purn.) Nozomu Yoshitomi kepada FORUM. Kemampuan satelit itu besar kemungkinan masih inferior atau, paling banter, serupa dengan satelit pengawasan komersial. Karena Korea Utara sudah dapat membeli citra satelit pengawasan dari berbagai negara seperti Rusia, satelitnya akan memberikan manfaat yang terbatas.
“Dalam hal ini, tindakan militer Korea Utara berguna untuk memperkuat kerja sama militer trilateral di antara Jepang, Amerika Serikat, dan Korea Selatan, termasuk tindakan kerja sama tambahan dalam pembagian informasi, pertahanan rudal, dan sejenisnya,” ungkap Nozomu Yoshitomi, profesor di Fakultas Manajemen Risiko, Nihon University.
Penguatan kerja sama secara lebih lanjut terlihat pada Desember 2023 ketika penasihat keamanan nasional Jepang, Korea Selatan, dan A.S. bertemu di Seoul dan mengumumkan inisiatif untuk melawan program rudal balistik dan ruang angkasa Korea Utara, serta kejahatan siber dan pencucian uang mata uang kriptonya.
Marc Jacob Prosser merupakan koresponden FORUM yang memberikan laporan dari Tokyo.