A.S., Sekutu, dan Mitra memastikan jalur perniagaan global yang aman dan terlindungi
Staf FORUM
Pada akhir November 2023, Kelompok Kapal Induk Pemukul USS Dwight D. Eisenhower Angkatan Laut Amerika Serikat melakukan transit di Selat Hormuz dalam perjalanan menuju Teluk Persia, yang menunjukkan betapa transit yang terjadwal secara rutin memungkinkan A.S., Sekutu, dan Mitranya menjamin kemakmuran ekonomi melalui jalur laut yang aman dan terlindungi.
“Perjalanan kami melalui selat penting ini dan kehadiran berkelanjutan kami di wilayah itu memainkan peran kritis dalam menjaga kebebasan navigasi yang merupakan kunci bagi keamanan dan stabilitas regional,” ungkap Laksamana Muda A.S. Marc Miguez, komandan kelompok kapal induk pemukul, tentang operasi angkatan laut Komando Pasukan A.S. Wilayah Tengah. Sekitar seperlima pasokan energi dunia melakukan transit di Selat Hormuz setiap tahunnya.
Memastikan keamanan titik keluar masuk rawan maritim vital di seluruh dunia merupakan bagian penting dari upaya A.S., Sekutu, dan Mitranya untuk menjaga perdagangan global. Pelaksanaan operasi kebebasan navigasi (freedom of navigation – FON) reguler dan rutin mendukung kepentingan nasional A.S. yang sudah lama ditetapkan mengenai kebebasan di laut. Kegiatan Departemen Pertahanan (Department of Defense – DOD) A.S. di bawah Program Kebebasan Navigasinya direncanakan secara cermat, ditinjau kebenaran hukumnya, dan dilakukan secara profesional.
Kapal induk USS Dwight D. Eisenhower melewati Selat Hormuz bersama dengan kapal penjelajah rudal USS Philippine Sea, kapal perusak rudal USS Gravely dan USS Stethem, serta kapal perusak FS Languedoc Angkatan Laut Prancis. Pesawat tempur E-2C Hawkeye Angkatan Laut Prancis dan Rafale Angkatan Udara Prancis memberikan dukungan udara.
Marc Miguez memuji profesionalisme awak kapal, “terutama dalam evolusi seperti transit di selat, ketika perencanaan secara detail, navigasi presisi, dan kemahiran tim perang kami terlihat dengan sepenuhnya.”
Timur Tengah meliputi Teluk Persia, Laut Merah, Teluk Oman, Teluk Aden, dan sebagian Samudra Hindia. Kawasan ini terdiri dari 21 negara dan tiga titik keluar masuk rawan utama.
Dalam beberapa bulan terakhir ini, A.S., Sekutu, dan Mitranya telah melakukan operasi rutin untuk mengamankan titik keluar masuk rawan (chokepoint) dan jalur laut serta untuk menentang klaim maritim yang berlebihan di seluruh dunia. Pasukan Komando Pasukan A.S. di Indo-Pasifik, misalnya, telah memastikan kebebasan navigasi di perairan yang terbentang dari Samudra Hindia, Selat Malaka, dan Selat Singapura hingga Filipina utara dan Laut Jepang.
Selain itu, pada akhir November, USS Hopper, kapal perusak rudal, menegaskan hak dan kebebasan navigasi di Laut Cina Selatan di dekat Kepulauan Paracel, yang konsisten dengan hukum internasional, dengan menantang upaya berbagai negara seperti Republik Rakyat Tiongkok untuk membatasi upaya perlintasan damai.
“Klaim maritim yang melanggar hukum dan ekstensif di Laut Cina Selatan menimbulkan ancaman serius terhadap kebebasan di laut, termasuk kebebasan navigasi dan penerbangan lintas wilayah, perdagangan bebas dan perniagaan tanpa hambatan, serta kebebasan peluang ekonomi bagi negara-negara pesisir di Laut Cina Selatan,” ungkap Armada ke-7 A.S. dalam sebuah pernyataan. “Amerika Serikat menentang klaim maritim berlebihan di seluruh dunia tanpa memandang identitas penggugat.”
Pasukan A.S. beroperasi di Laut Cina Selatan setiap hari, seperti yang telah mereka lakukan selama lebih dari satu abad, melalui koordinasi dengan Sekutu dan Mitra yang berkomitmen terhadap Indo-Pasifik yang Bebas dan Terbuka yang mendorong keamanan dan kemakmuran.
Pada tahun fiskal 2022, pasukan A.S. secara operasional menentang 22 klaim maritim berlebihan yang dilakukan oleh 15 negara penggugat di seluruh dunia, demikian menurut Laporan FON tahunan DOD.
Banyak negara berpandangan serupa melakukan operasi FON dan terus menegaskan kembali dukungan terhadap Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1982 sebagai kerangka hukum untuk pelaksanaan kegiatan di berbagai samudra dan laut.