Filipina berupaya menyusun pedoman perilaku di Laut Cina Selatan dengan negara-negara tetangganya
Reuters
Filipina telah melakukan pendekatan kepada negara-negara tetangganya seperti Malaysia dan Vietnam untuk membahas pedoman perilaku terpisah bagi Laut Cina Selatan, demikian ungkap Presiden Ferdinand Marcos Jr. pada November 2023, yang mengutip terbatasnya kemajuan dalam mencapai pakta regional yang lebih luas dengan Republik Rakyat Tiongkok (RRT).
Saat memberikan pidato di Hawaii, ketika dia juga mengunjungi markas besar Komando Pasukan Amerika Serikat di Indo-Pasifik, Ferdinand Marcos Jr. mengatakan meningkatnya ketegangan di jalur perairan yang disengketakan — rute vital bagi perdagangan global — mengharuskan Filipina untuk bermitra dengan sekutu dan negara tetangganya guna memelihara perdamaian dalam situasi yang “lebih mengerikan.”
Ferdinand Marcos Jr. semakin sering mengutip perilaku “agresif” Beijing, sembari menegaskan kembali ikatan yang kuat dengan A.S., satu-satunya sekutu perjanjian Filipina.
“Kami masih menunggu pedoman perilaku di antara Tiongkok dan Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN). Sayangnya kemajuannya agak lambat,” ungkapnya.
“Kami telah mengambil inisiatif untuk melakukan pendekatan kepada negara-negara lain di sekitar ASEAN yang juga memiliki konflik teritorial dengan kami, Vietnam merupakan salah satunya, Malaysia merupakan negara lainnya, dan membuat pedoman perilaku kami sendiri,” ungkap Ferdinand Marcos Jr. “Mudah-mudahan ini bisa semakin berkembang dan meluas ke negara-negara Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara lainnya.”
Kedutaan Besar Malaysia, RRT, dan Vietnam di Manila tidak segera menanggapi permintaan untuk memberikan komentar.
Pernyataan Ferdinand Marcos Jr. disampaikan beberapa hari setelah pertemuannya dengan Sekretaris Jenderal Partai Komunis Tiongkok Xi Jinping di sela-sela pertemuan Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik di San Francisco, California. Para pemimpin itu membahas cara-cara untuk mengurangi ketegangan di Laut Cina Selatan setelah terjadinya serangkaian konfrontasi, termasuk kapal-kapal pasukan penjaga pantai Tiongkok yang mengganggu dan menabrak kapal-kapal Filipina yang melakukan misi pasokan perbekalan kepada prajurit yang ditempatkan di Second Thomas Shoal.
Dalam beberapa tahun terakhir ini, Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara dan RRT telah berupaya menciptakan kerangka kerja untuk menegosiasikan pedoman perilaku, rencana yang sudah ada sejak tahun 2002. Tetapi kemajuannya berjalan lambat meskipun adanya komitmen dari semua pihak untuk mempercepat prosesnya.
Pembicaraan mengenai komponen-komponen pedoman perilaku ini belum dimulai, karena adanya kekhawatiran mengenai seberapa besar komitmen Beijing, yang mengklaim sebagian besar wilayah di jalur perairan strategis itu sebagai wilayahnya, terhadap serangkaian aturan mengikat yang ingin diselaraskan oleh anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara dengan hukum internasional.
Mahkamah internasional pada tahun 2016 menolak klaim RRT karena dianggap tidak sah secara hukum, tetapi Beijing terus melanggar batas zona ekonomi eksklusif (ZEE) maritim negara lain, termasuk Brunei, Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Vietnam.
RRT menjadi lebih angkuh dalam menekankan klaimnya yang ditolak oleh banyak pihak dengan memiliterisasi terumbu karang yang terendam air laut dan fitur maritim buatan dengan radar, landasan pacu, dan sistem rudal, termasuk beberapa di antaranya berada di dalam ZEE Filipina.
“Terumbu karang terdekat yang mulai diminati oleh Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) … untuk membangun pangkalan, semakin dekat ke garis pantai Filipina,” ungkap Ferdinand Marcos Jr. “Situasinya menjadi lebih mengerikan dibandingkan sebelumnya.”
Ferdinand Marcos Jr. mencatat bahwa A.S. “selalu berada di belakang kami … tidak hanya dalam hal retorika, namun juga dalam hal dukungan nyata.”