Asia Timur LautKedaulatan NasionalKepentingan Bersama GlobalTajuk Utama

Pertahanan Dalam Negeri

Tantangan yang menentukan generasi memicu pembangunan pertahanan dalam negeri di seantero Indo-Pasifik

Staf FORUM

Dengan senjata rantai MK44 Bushmaster 30 mm yang memberikan jarak tembak 3 kilometer, CM-34 Clouded Leopard milik Angkatan Darat Taiwan dapat menguntit musuh di semua medan serta dalam semua kondisi dengan kecepatan hingga 100 kilometer per jam. Pada 2023, lebih dari 300 kendaraan lapis baja beroda delapan yang diproduksi di Taiwan tengah diperkirakan akan beroperasi. Mengambil nama dari spesies kucing besar yang diyakini sudah punah di pulau itu tetapi dianggap suci bagi masyarakat Pribumi Taiwan, Macan Dahan Benua (Clouded Leopard) juga merupakan simbol kuat dari industri pertahanan dalam negeri yang berkembang pesat — bagian dari tren kemajuan militer dalam negeri yang terlihat di seluruh kawasan Indo-Pasifik.

Beberapa minggu sebelum Taiwan memamerkan CM-34 di lokasi uji coba pegunungan pada Juni 2022, peneliti Korea Selatan meluncurkan aplikasi berbasis kecerdasan buatan yang dapat, suatu hari, melengkapi kendaraan militer seperti Clouded Leopard. Teknologi swakemudi ini menganalisis medan yang tidak konvensional untuk merencanakan rute yang dapat dilewati tanpa perlu banyak input manusia, bahkan dalam kecepatan tinggi, demikian yang dilaporkan kantor berita Yonhap. Proyek ini dipelopori oleh Administrasi Program Akuisisi Pertahanan (Defense Acquisition Program Administration – DAPA) yang dijalankan negara di Seoul, yang memajukan pengembangan teknologi dalam negeri yang penting bagi keamanan negara. Pada hari-hari menjelang pengumuman teknologi swakemudi rancangannya, DAPA juga mengungkapkan rencana untuk perangkat laser seluler untuk melucuti persenjataan yang belum meledak, radar jarak jauh untuk memantau wilayah udara negara, dan helm ringan yang mampu menahan peluru yang lebih kuat. Pada akhir Juli 2022, Korea Selatan menjadi salah satu dari segelintir negara yang memiliki jet tempur supersonik buatan dalam negeri, dengan penerbangan perdana KF-21 Boramae. Pada 2030, Angkatan Udara Korea Selatan diperkirakan akan mengerahkan 120 KF-21 sebagai bagian dari proyek pengembangan bersama dengan Indonesia, demikian yang dilaporkan CNN.

Serangkaian tantangan yang menentukan generasi — dari pandemi yang menghancurkan, ekspansi militer agresif komunis Tiongkok, serta serangan Rusia terhadap Ukraina — memicu upaya serupa di seluruh Indo-Pasifik demi meningkatkan pengembangan sistem persenjataan dalam negeri dan aset pertahanan lainnya. Untuk mengurangi ketergantungan pada impor, terutama dari sumber-sumber yang bermasalah seperti Rusia yang industri senjatanya telah dibuat loyo oleh sanksi internasional, pemerintah di India, Jepang, Korea Selatan, Thailand, dan negara lainnya berinvestasi besar-besaran di sektor pertahanan mereka demi mengamankan sarana untuk melindungi kedaulatan nasional di tengah gejolak geopolitik dan ancaman yang berkembang.

“Demi beradaptasi dengan perubahan lingkungan keamanan yang semakin cepat, Jepang harus memperkuat kemampuan pertahanannya dalam kecepatan yang pada dasarnya berbeda dari masa lalu,” ungkap Kementerian Pertahanan Jepang dalam laporan resminya, “Pertahanan Jepang 2021”, yang menyerukan pembuatan pesawat terbang, kapal perusak, kapal selam, rudal, kendaraan tempur, satelit, dan sistem perang elektronik. Kementerian Pertahanan Jepang mengupayakan permohonan peningkatan pembelanjaan militer kesembilan secara berturut-turut untuk membangun pasukan multiranah. “Tren militer Tiongkok, digabungkan dengan transparansi yang tidak memadai tentang kebijakan pertahanan dan urusan militer Tiongkok, telah menjadi masalah yang sungguh mengkhawatirkan bagi kawasan ini, termasuk Jepang dan masyarakat internasional,” tulis laporan resmi tersebut.

Jepang juga sedang mengembangkan pesawat dan senjata hipersonik, termasuk rudal jelajah, yang dapat melesat setidaknya lima kali kecepatan suara. Sebagai bagian dari proyek Badan Akuisisi, Teknologi, dan Logistik Kementerian Pertahanan Jepang, para peneliti pada pertengahan tahun 2022 melakukan uji terbang pembakaran pertama mereka untuk kemampuan hipersonik, demikian yang dilaporkan surat kabar The Japan Times. Demi memperkuat industri pertahanan dalam negerinya sekaligus memupuk kolaborasi multinasional, pemerintah Jepang dapat meringankan aturan ekspor untuk memperkuat puluhan perjanjian transfer alutsista dan teknologi pertahanan yang dimilikinya dengan berbagai mitra seperti Australia, India, dan Filipina, demikian yang dilaporkan Kyodo News pada pertengahan tahun 2022. Dunia tidak hanya menghadapi “kesulitan yang belum pernah terjadi sebelumnya akibat COVID-19, tetapi berbagai tantangan keamanan dan faktor destabilisasi juga menjadi lebih nyata dan akut, dan tatanan internasional yang didasarkan pada nilai-nilai universal, yang telah melandasi perdamaian dan kemakmuran masyarakat internasional, telah sangat diuji,” ujar Menteri Pertahanan Jepang saat itu Nobuo Kishi dalam pengantar laporan resmi ini. “Dalam rangka melawan tantangan di lingkungan keamanan ini, sangat penting agar Jepang tidak hanya memperkuat kemampuan pertahanannya sendiri dan memperluas peran yang dapat dipenuhi, tetapi juga bekerja sama secara erat dengan negara-negara yang memiliki nilai-nilai dasar yang sama.”

Rudal balistik pertama Korea Selatan yang dikembangkan di dalam negeri diluncurkan di bawah air dari kapal selam pada September 2021. KEMENTERIAN PERTAHANAN KOREA SELATAN/THE ASSOCIATED PRESS

Tekad yang Teguh

Mungkin tidak ada kawasan lain yang memiliki tantangan keamanan lebih nyata daripada di Taiwan, yang terpisah dari pantai Tiongkok sejauh 160 kilometer di Selat Taiwan — parit alami yang mungkin selalu tampak sempit bagi 24 juta penduduk pulau dengan pemerintahan mandiri itu karena Partai Komunis Tiongkok (PKT) yang agresif semakin mengancam akan menggunakan kekuatan untuk memaksakan klaim kedaulatannya atas Taiwan. Sejumlah besar pesawat Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) menerobos zona identifikasi pertahanan udara Taiwan pada tahun 2022, yang secara luas dipandang sebagai bagian dari perang zona abu-abu PKT untuk melemahkan pertahanan Taiwan sebelum akhirnya melindasnya. Pada Agustus 2022, TPR melakukan latihan baku tembak dengan amunisi aktif terbesarnya di sekitar selat Taiwan, termasuk peluncuran beberapa rudal balistik, yang beberapa di antaranya mendarat di perairan di dalam zona ekonomi eksklusif Jepang. Latihan destabilisasi tersebut dikecam sebagai tindakan pembalasan yang kentara atas kunjungan ke Taiwan yang dilakukan oleh para anggota parlemen dari negara-negara demokrasi Indo-Pasifik, termasuk Jepang dan Amerika Serikat. Sementara itu, Menteri Pertahanan Tiongkok Jenderal Wei Fenghe mengancam selama KTT keamanan internasional di Singapura pada Juni 2022 bahwa PKT “tidak akan ragu untuk melawan” jika Taiwan mengupayakan kemerdekaan, meskipun pulau itu tidak pernah menjadi bagian dari Republik Rakyat Tiongkok (RRT).

Invasi Rusia ke Ukraina pada Februari 2022 meningkatkan ketakutan akan serangan PKT di Taiwan, dengan para analis berpendapat bahwa Sekretaris Jenderal PKT, Xi Jinping, kemungkinan melihat perang di Eropa sebagai peluang untuk menyempurnakan rencana perang PLA. Xi menolak untuk mengecam Presiden Rusia Vladimir Putin atau bergabung dengan sebagian besar dunia dalam memberikan sanksi kepada Moskow atas serangan tanpa provokasi yang dilancarkannya, dan alih-alih menegaskan persahabatan “tanpa batas” PKT dengan Rusia. Bagi Taiwan, paralel yang paling jelas antara negaranya dengan Ukraina adalah bahwa keduanya “merupakan negara demokrasi yang cinta perdamaian, yang menjadi korban iredentisme dari pihak otokrasi negara tetangga yang lebih kuat dan mengancam secara militer,” demikian yang dicatat dalam analisis pada Maret 2022 oleh United States Institute of Peace, kelompok cendekiawan independen. 

Sejak pertama kali terpilih pada tahun 2016, Presiden Taiwan Tsai Ing-wen telah memprioritaskan modernisasi kekuatan militer negara pulau ini, termasuk pembuatan kapal selam, kapal perang siluman, kapal penebar ranjau, dan senjata bergerak berteknologi tinggi dalam negeri yang dapat memberikan serangan akurat serta sulit dibidik musuh. Dikenal sebagai “strategi landak,” fokus Taiwan pada pertahanan asimetris dirancang untuk memberatkan kerugian konflik bagi pasukan penyerbu. “Tujuan utamanya adalah agar risiko yang harus ditanggung sangat sulit diterima hingga musuh harus berpikir dua kali untuk meluncurkan tindakan apa pun,” ungkap Laksamana Purnawirawan Lee Hsi-min, yang dahulu menjabat sebagai kepala staf umum Angkatan Bersenjata Taiwan, kepada surat kabar The New York Times pada Juni 2022.

Kementerian Pertahanan Taiwan mengumumkan kapasitas produksi rudal tahunannya yang meningkat lebih dari dua kali lipat menjadi hampir 500 pucuk rudal pada tahun 2022, termasuk pengembangan senjata penghancur bunker dengan jangkauan 1.000 kilometer yang dapat menghantam pangkalan militer di Tiongkok, dan amunisi permukaan ke udara yang dapat menghancurkan jet tempur dan rudal jelajah. Reuters melaporkan bahwa pengumuman tersebut disampaikan segera setelah adanya rencana untuk memproduksi drone serangan. Untuk lebih memperkuat pertahanannya, Taiwan menyetujui pembelanjaan militer tambahan sebesar 128 triliun rupiah (8,2 miliar dolar A.S.) selama beberapa tahun ke depan, dan sekitar dua pertiga dari jumlah tersebut digunakan untuk rudal dan senjata anti-kapal yang diproduksi di dalam negeri.

Proyek-proyek dalam negeri tersebut diperkuat dengan penjualan militer dari mitra tradisional Indo-Pasifik, termasuk peralatan dan suku cadang angkatan laut dari A.S. senilai 1,87 triliun rupiah (120 juta dolar A.S.) pada Juni 2022. Pembelian itu, yang merupakan pembelian ketiga Taipei dari Washington dalam enam bulan, “sekali lagi menunjukkan bahwa kemitraan kerja sama yang kuat antara Taiwan dan A.S. membantu meningkatkan kemampuan pertahanan diri Taiwan,” ungkap juru bicara Kantor Presiden Taiwan Xavier Chang dalam sebuah pernyataan. “Taiwan, yang berada di garis depan ekspansionisme otoriter, akan terus menunjukkan tekadnya dengan tangguh dalam membela diri sambil … meningkatkan kerja sama dengan negara-negara berpandangan serupa untuk menegakkan perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan dan kawasan Indo-Pasifik, bersama-sama memperkuat ketahanan demokrasi global.”

Marinir Thailand dan A.S. mengoperasikan kendaraan serangan amfibi Korps Marinir Kerajaan Thailand selama latihan Cobra Gold 2022 di Thailand. SERSAN SATU TYLER HLAVAC/PASUKAN MARINIR A.S.

Mengupayakan Kemandirian

Bagi India, pembelanja militer terbesar ketiga di dunia pada 2021, hubungan dengan RRT dan Rusia mendorongnya menuju kemandirian dalam produksi pertahanan. Di Pegunungan Himalaya, India terjebak dalam kebuntuan perbatasan dengan RRT. Sengketa yang berlangsung selama puluhan tahun itu meletus dalam baku tembak mematikan antara pasukan militer kedua negara itu pada pertengahan 2020. Terdapat risiko konflik lanjutan mengingat pembicaraan perdamaian bersifat dingin dan tidak bersahabat. Baru-baru ini, invasi Rusia ke Ukraina — yang secara luas dinyatakan sebagai perang terhadap cita-cita demokratis dan tatanan internasional berbasis aturan — telah menimbulkan pertanyaan tentang ketergantungan panjang India terhadap Moskow sebagai sumber utama persenjataannya, terutama mengingat sanksi ketat yang dikenakan terhadap rezim Putin serta tekanan pada basis militer dan industri Rusia. Faktor-faktor tersebut menyulut kekhawatiran yang terus menghantui kalangan pembeli asing, termasuk India, mengenai kualitas buruk pesawat tempur, tank, dan sistem persenjataan lainnya yang dibuat Rusia. “Kami memperkirakan bahwa korupsi yang meluas di industri pertahanan Rusia dan sistem perintah pertahanan negara menjadikan negara ini terbelakang 20-25 tahun daripada para pemimpin dunia di ranah persenjataan,” ungkap Robert Lansing dari Institute for Global Threats and Democracies Studies, sebuah lembaga nirlaba, dalam laporan pada bulan April 2021.

Sejak 2010, 62% impor persenjataan India berasal dari Rusia, menjadikan New Delhi sebagai pelanggan luar negeri terbesar bagi pedagang persenjataan Moskow, demikian menurut Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI). “Kebutuhan militer Rusia sendiri, dengan kerugian yang diderita pihaknya [di Ukraina], dapat membuat beberapa suku cadang yang kami butuhkan mungkin akan dialihkan,” ungkap purnawirawan Letnan Jenderal Angkatan Darat India D.S. Hooda kepada majalah The Diplomat pada April 2022.

Belanja militer India melonjak sebesar 33% dalam satu dekade terakhir, menempati peringkat atas dengan nilai sebesar 1,2 kuadriliun rupiah (76 miliar dolar A.S.) pada tahun 2021 serta menempatkannya hanya di belakang A.S. dan RRT, demikian yang dilaporkan SIPRI pada April 2022. “Dalam rangka mendorong peningkatan industri senjata pribumi, 64% dari pengeluaran modal dalam anggaran militer tahun 2021 direncanakan akan digunakan untuk akuisisi senjata yang diproduksi di dalam negeri,” demikian temuan laporan itu. Pemerintah India membangun dua koridor industri pertahanan, dan Kementerian Pertahanan negara itu memperkirakan pesanan senilai total 438,7 triliun rupiah (28 miliar dolar A.S.) akan diajukan kepada perusahaan pertahanan dalam negeri milik negara dan swasta dalam lima tahun ke depan, demikian menurut The Diplomat. Di bawah naungan Organisasi Penelitian dan Pengembangan Pertahanan (Defence Research Development Organisation, DRDO), perusahaan India memproduksi sistem pertahanan udara dan perang elektronik, peluncur roket multilaras, rudal jarak pendek dan jarak jauh, tank, dan pesawat tempur ringan. Kapal induk pengangkut pesawat terbang pertama yang dibuat di dalam negeri, INS Vikrant, dioperasikan pada September 2022.

Pada pertengahan tahun 2022, Kementerian Pertahanan India menandatangani kontrak dengan satu badan usaha milik negara untuk memasang rudal udara ke udara Astra Mk-I ke pesawat Angkatan Udara dan Angkatan Laut India, menggunakan teknologi yang dikembangkan oleh DRDO. Proyek ini merupakan langkah besar menuju kemandirian, ucap purnawirawan Marsekal Angkatan Udara India Anil Chopra kepada surat kabar Hindustan Times. “Kami telah bergantung pada sistem rudal Rusia dan Israel,” ungkap Chopra, direktur jenderal Centre for Air Power Studies yang berbasis di New Delhi. “Produksi lokal rudal Astra mengisi kesenjangan kritis dalam kemampuan pribumi.”

Pada tahun 2020, pemerintah India mengumumkan larangan impor bertahap terhadap lebih dari 100 jenis senjata dan sistem, mulai senapan runduk hingga kapal perusak rudal, demikian menurut majalah Forbes. Larangan itu telah diperluas menjadi lebih dari 300 kategori aset militer sebagai bagian dari kampanye pemerintah “India mandiri” atau Atmanirbhar Bharat. Pada saat yang sama, India mengundang berbagai mitra seperti A.S. untuk berkolaborasi dengan industri pertahanannya. Hubungan India-A.S. dibangun berdasarkan “kerja sama untuk meningkatkan kemampuan pertahanan dan sekarang memiliki penekanan baru pada pengembangan dan produksi bersama,” ungkap Menteri Pertahanan India Rajnath Singh kepada Kamar Dagang Amerika di India pada April 2022, beberapa hari setelah menghadiri pertemuan tingkat menteri di Washington, D.C. “Dalam satu dekade, dimulai dari satu pangkalan kecil, pasokan pertahanan dari A.S. telah melebihi 313,5 triliun (20 miliar dolar A.S.),” ungkap Singh kepada kelompok bisnis di New Delhi, demikian menurut surat kabar The Times of India. “Dengan meningkatnya bisnis, kami mengharapkan adanya peningkatan investasi oleh perusahaan pertahanan A.S. di India di bawah program ‘Make in India’.”

Prajurit Angkatan Darat Taiwan berdiri di dekat howitzer derek yang dibangun di dalam negeri selama latihan militer tahunan Han Kuang di pulau itu. AFP/GETTY IMAGES

Meraih Kedaulatan

Mempertahankan integritas teritorial — baik di Himalaya ataupun Laut Cina Selatan — adalah salah satu dari beberapa faktor yang mendorong proyek pertahanan dalam negeri di seluruh Indo-Pasifik, demikian menurut kepala pasukan darat A.S. di kawasan itu. “Ada begitu banyak hal yang berubah saat ini, mulai dari teknologi, pengembangan senjata, konsep, hingga peninjauan tentang jenis kemampuan yang diinvestasikan [negara] dan jumlah uang yang dibutuhkan,” ungkap Jenderal Charles Flynn, komandan Angkatan Darat A.S. di Pasifik, kepada FORUM selama simposium Land Forces Pacific internasional di Hawaii pada Mei 2022. “Saya tentu saja mendengar, melihat, dan merasakan semakin banyak diskusi mengenai pertahanan teritorial. Antara tahun 2014 dan 2018, ketika saya berada di sini sebagai mayor jenderal di Divisi [Infanteri] ke-25, lalu sebagai wakil komandan jenderal, itu bukan bagian dari diskusi.

“Saya merasa ada persaingan memperebutkan sumber daya,” ungkap Flynn. “Juga kedaulatan nasional dan hak berdaulat atas mineral, air tawar, makanan, serta hal-hal yang menjadikan masyarakat tetap stabil… Saya rasa ada ketegangan dan ancaman terhadap hal-hal tersebut. Dan saya berpikir bahwa, dalam hal tertentu, itu adalah perubahan yang terjadi di kawasan ini.”

Bagi Thailand, negara sekutu perjanjian A.S. dan mitra selama 190 tahun serta ekonomi terbesar kedua di Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara yang beranggotakan 10 negara, bahaya bagi keamanan dan kedaulatan nasionalnya meliputi sengketa teritorial, seperti sengketa dengan Kamboja dan Laos yang bertetangga dalam beberapa dekade terakhir, serta terorisme dalam negeri dan kejahatan transnasional, terutama perdagangan narkoba di kawasan lintas negara Segitiga Emas yang terkenal. Anggaran pertahanan negara monarki konstitusional itu diproyeksikan akan melampaui 109,7 triliun rupiah (7 miliar dolar A.S.) pada tahun 2022, yang setara dengan 1,3% produk domestik bruto, demikian menurut Administrasi Perdagangan Internasional (International Trade Administration, ITA), lembaga di Departemen Perdagangan A.S. “Pemerintah Thailand juga berencana untuk mengembangkan industri pertahanan dalam negerinya guna mengurangi ketergantungan negara terhadap impor, mendorong transfer teknologi, dan memperkuat keamanan nasional,” demikian yang dilaporkan ITA pada Agustus 2021.

Di antara langkah-langkah lainnya, pemerintah Thailand memprioritaskan industri pertahanan lokal dalam strategi nasional 20 tahun dan membangun zona industri pertahanan untuk mendorong kemitraan publik-swasta. “Thailand telah beralih dari pengadaan pertahanan berbasis impor menggunakan produsen asing dengan membangun basis industri pertahanan pribumi yang tangguh,” demikian menurut “A Glimpse of Thailand’s Defence Industry in the 21st Century (Sekilas Industri Pertahanan Thailand pada Abad ke-21),” seminar web yang berlangsung pada Oktober 2021 yang diadakan Lembaga Teknologi Pertahanan Thailand, yang menargetkan kemajuan penggunaan ganda seperti kendaraan tak berawak, realitas dan simulator virtual, komunikasi, dan sistem pemandu roket. “Prioritasnya adalah transfer teknologi untuk program pengadaan pertahanan yang mendukung pengembangan industri lokal dan meningkatkan efisiensi kegiatan militer Thailand, memasok kekuatan militer dalam negeri, berfokus pada litbang [penelitian dan pengembangan], serta meningkatkan efisiensi dan teknologi.”

Korvet buatan dalam negeri Angkatan Laut Taiwan Ta Chiang menembakkan suar selama latihan kesiapan tempur pada Januari 2022. AFP/GETTY IMAGES

Tantangan yang Membayangi

Belanja pertahanan Thailand membantu mendorong pengeluaran militer global melewati 31,3 kuadriliun rupiah (2 triliun dolar A.S.) untuk pertama kalinya pada tahun 2021, dengan lima negara teratas — A.S., RRT, India, Britania Raya, dan Rusia — menyumbang 62% dari total pengeluaran, demikian menurut SIPRI. Di antara mitra Indo-Pasifik yang meningkatkan anggaran mereka, ancaman umum telah membayangi. “Keangkuhan Tiongkok yang semakin memuncak dalam dan di sekitar laut Cina Selatan dan Timur telah menjadi pendorong utama pengeluaran militer di negara-negara seperti Australia dan Jepang,” ungkap peneliti senior SIPRI Dr. Nan Tian dalam sebuah siaran berita. “Contohnya adalah perjanjian keamanan trilateral AUKUS antara Australia, Britania Raya, dan Amerika Serikat yang memperkirakan pasokan delapan kapal selam bertenaga nuklir ke Australia dengan perkiraan biaya hingga 2 kuadriliun rupiah (128 miliar dolar [A.S.]).” Dalam pakta AUKUS yang ditandatangani pada September 2021, ketiga sekutu itu juga berkolaborasi dalam prakarsa kemampuan canggih seperti kecerdasan buatan, siber, perang elektronik, hipersonik dan kontrahipersonik, serta teknologi kuantum. “Seiring kemajuan pekerjaan kami dalam bidang-bidang ini serta kemampuan pertahanan dan keamanan penting lainnya, kami akan mencari peluang untuk melibatkan sekutu dan mitra dekat,” ungkap Gedung Putih dalam sebuah pernyataan yang menandai hari jadi pertama AUKUS.

Terlepas dari kejatuhan parah ekonomi akibat pandemi, dengan pabrik yang ditutup dan rantai pasokan yang terhenti, pembelanjaan militer RRT melonjak sebanyak 4,7% menjadi lebih dari 4,5 kuadriliun rupiah (290 miliar dolar A.S.) pada tahun 2021, demikian menurut perkiraan SIPRI. Hal itu menambah panjang rentetan kenaikan tahunan sejak 1995 — tahun yang sama ketika Tentara Pembebasan Rakyat memicu kejadian yang dikenal sebagai Krisis Selat Taiwan Ketiga dengan menembakkan rudal dan melakukan latihan perang di jalur perairan strategis selagi Taiwan bersiap untuk mengadakan pemilihan demokratis presiden pertamanya. Ancaman PKT terhadap pulau itu berakhir setelah A.S. mengerahkan kelompok tempur kapal induk ke kawasan itu.

Kemungkinan terjadinya krisis lain di selat itu menjadi perhatian serius bagi Tokyo, yang telah memprotes invasi teritorial Beijing di sekitar Kepulauan Senkaku yang dikuasai Jepang dan diklaim Tiongkok di Laut Cina Timur. Kementerian Pertahanan Jepang menyebut Taiwan untuk pertama kalinya dalam laporan resmi tahunannya pada 2021, yang menyatakan bahwa: “Menstabilkan situasi di sekitar Taiwan penting untuk keamanan Jepang dan stabilitas masyarakat internasional. “Oleh karena itu, kita perlu memperhatikan situasi secara saksama dengan kewaspadaan yang lebih dari sebelumnya.”

Menangkal konflik yang dahsyat di kawasan ini merupakan katalisator bagi Jepang untuk meningkatkan pengeluaran pertahanannya sebesar 7,3% menjadi 890,4 triliun rupiah (54,1 miliar dolar A.S.) pada tahun 2021, yang merupakan peningkatan terbesar dalam 50 tahun, demikian menurut SIPRI. Kenaikan ini tampaknya tidak akan berubah dalam waktu dekat; Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida pada pertengahan tahun 2022 berjanji untuk “melakukan peningkatan secara substansial” pada pengeluaran pertahanan guna menopang kapasitas militer negaranya, demikian yang dilaporkan Reuters. “Ada upaya untuk mengubah status quo secara sepihak dengan menggunakan kekuatan di Asia Timur, sehingga menjadikan kondisi keamanan kawasan ini semakin parah,” demikian menurut rancangan kebijakan ekonomi dari pemerintahan Kishida. “Kami akan secara drastis memperkuat kemampuan pertahanan yang akan menjadi jaminan utama untuk memastikan keamanan nasional.”  

Beri Komentar Di Sini

Privasi Anda penting bagi kami. Jika Anda memilih untuk membagikan alamat email Anda, staf FORUM hanya akan menggunakannya untuk berkomunikasi dengan Anda. Kami tidak akan membagikan atau memublikasikan alamat email Anda. Hanya nama dan situs web Anda yang akan muncul pada komentar Anda. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Terkait

Back to top button