Asia SelatanAsia TenggaraAsia Timur LautIsu UtamaKemitraanRegional

Pandangan Indo-Pasifik: 5 masalah utama yang patut diperhatikan pada tahun 2023

Staf FORUM

Tahun 2022 dibuka dengan meletusnya peristiwa seismik — satu peristiwa geologis, yang lainnya peristiwa geopolitik — yang menggelegar hingga akhir tahun dengan masih berkecamuknya perang di Eropa. Tahun 2022 juga ditandai dengan terjalinnya kemitraan bagi perdamaian di Indo-Pasifik dan sekitarnya.

Hanya beberapa minggu setelah gunung berapi bawah laut di Cincin Api Samudra Pasifik memuntahkan awan abu dan uap yang sangat besar ke dalam atmosfer di atas Tonga sehingga memicu tsunami dan ledakan sonik yang mengelilingi planet ini dua kali, pasukan Rusia menginvasi negara tetangganya Ukraina pada Februari 2022 dan mengirimkan lebih banyak gelombang kejut ke seluruh dunia.

Dalam setiap keadaan darurat, tanggapan segera dan terpadu dilakukan oleh negara-negara berpandangan serupa saat mereka memberikan dukungan kepada Tonga dan Ukraina, baik dengan bantuan kemanusiaan, peralatan militer, dukungan keuangan, atau sanksi yang melumpuhkan terhadap Moskow.

Berbagai krisis lainnya menjalar di sepanjang tahun, mulai dari konflik mematikan di Myanmar yang dipicu oleh kudeta militer pada Februari 2021 hingga serentetan uji coba rudal Korea Utara yang melanggar resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan unjuk rasa bersejarah di berbagai penjuru Republik Rakyat Tiongkok (RRT) terkait penanganan rezim komunis itu terhadap pandemi COVID-19, termasuk seruan agar Sekretaris Jenderal Partai Komunis Tiongkok (PKT) Xi Jinping mengundurkan diri.

Pada tahun 2023, ketika kawasan ini terus bergumul dalam menghadapi pusat ketegangan semacam itu, kawasan ini juga akan berhenti sejenak untuk memperingati berbagai tonggak sejarah, termasuk peringatan 70 tahun gencatan senjata Perang Korea dan peringatan 75 tahun Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Majelis Umum P.B.B. Meskipun tahun baru pastinya akan membawa tantangan dan peluang tak terduga, kelima masalah ini akan diperhatikan dengan cermat:

  1. Tragedi di Myanmar

Hampir dua tahun setelah militer menggulingkan pemerintah Myanmar yang terpilih secara demokratis, penolakan junta militer untuk menghormati rencana perdamaian dan mengakhiri penumpasan berdarahnya memperburuk bencana kemanusiaan yang telah menyebabkan puluhan ribu orang tewas dan sekitar 1,4 juta orang kehilangan tempat tinggal.

Negara-negara tetangga memperingatkan junta militer pada akhir tahun 2022 bahwa pihaknya menghadapi isolasi lebih lanjut dari Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), yang salah satu anggotanya adalah Myanmar, dan junta militer telah diblokir untuk mengambil alih kursi negara itu di P.B.B.

Sementara itu, berbagai negara termasuk Amerika Serikat terus memberlakukan sanksi terhadap junta militer dan entitas yang berada di bawah kendalinya. Berbeda dengan langkah-langkah hukuman itu, pakar hak asasi manusia P.B.B. melaporkan bahwa RRT dan Rusia telah memasok pesawat jet tempur, roket, dan artileri kepada junta militer meskipun pihaknya “melakukan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan setiap harinya.”

  1. Rencana nuklir Pyongyang

Rentetan uji coba rudal Korea Utara pada tahun 2022, termasuk rudal balistik antarbenua (intercontinental ballistic missile – ICBM) yang dilaporkan mampu menjangkau daratan A.S., memicu kekhawatiran yang meluas bahwa negara tertutup itu sedang mempersiapkan uji coba senjata nuklir pertamanya sejak tahun 2017. Program nuklir Korea Utara bertujuan untuk membangun “pasukan absolut, yang belum pernah terjadi sebelumnya di abad ini,” ungkap pemimpin Korea Utara Kim Jong Un setelah peluncuran ICBM pada bulan November.

Berbagai negara termasuk Jepang, Korea Selatan, dan A.S. telah menyoroti efek destabilisasi program senjata pemusnah massal Korea Utara. Namun seperti dalam kasus Myanmar, RRT dan Rusia telah menghalangi upaya Dewan Keamanan P.B.B. untuk memperketat sanksi terhadap Pyongyang.

Komando Indo-Pasifik A.S. mengutuk peluncuran rudal itu dan menekankan komitmen “teguh” Amerika Serikat untuk membela sekutunya yaitu Jepang dan Korea Selatan. Pada akhir November, Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol memperingatkan tanggapan gabungan yang belum pernah terjadi sebelumnya dari Seoul, Tokyo, dan Washington seandainya Pyongyang bersikeras dalam melanjutkan pengembangan persenjataannya. “Akan sangat tidak bijaksana bagi Korea Utara untuk melakukan uji coba nuklir ketujuh,” ungkapnya.

  1. Kemitraan yang berkembang

Tanggapan terkoordinasi terhadap sikap tidak bersahabat Pyongyang merupakan contoh kolaborasi yang menjanjikan pertumbuhan berkelanjutan pada tahun 2023. Pada bulan November, ASEAN meningkatkan hubungannya dengan India dan A.S. menjadi kemitraan strategis komprehensif untuk meningkatkan perdagangan dan investasi, yang menurut Presiden A.S. Joe Biden akan membantu membangun “Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka, stabil dan sejahtera, serta tangguh dan aman.”

Pada awal tahun, Dialog Keamanan Kuadrilateral, yang terdiri dari Australia, India, Jepang, dan A.S., meluncurkan inisiatif di berbagai bidang mulai dari keamanan siber dan ruang angkasa hingga perubahan iklim dan kesadaran ranah maritim. “Quad berkomitmen untuk bekerja sama dengan para mitra di kawasan ini yang memiliki visi yang sama tentang Indo-Pasifik yang Bebas dan Terbuka,” ungkap para pemimpin negara itu dalam sebuah pernyataan selama KTT mereka pada bulan Mei di Tokyo.

Australia dan A.S. juga bermitra dengan Britania Raya untuk mengembangkan kemampuan canggih dan mendukung upaya Canberra untuk memperoleh kapal selam bertenaga nuklir yang dipersenjatai secara konvensional. Dikenal sebagai AUKUS, pakta keamanan itu “difokuskan pada peningkatan stabilitas regional dan menjaga Indo-Pasifik yang Bebas dan Terbuka ketika konflik diselesaikan secara damai dan tanpa paksaan,” ungkap pejabat tinggi pertahanan ketiga negara itu dalam pernyataan pada bulan Desember.

  1. Sengketa perbatasan

Hampir tepat 60 tahun setelah Perang Tiongkok-India, ketegangan kembali berkobar pada akhir tahun 2022 ketika pasukan kedua negara bentrok di sepanjang perbatasan yang disengketakan sepanjang 3.400 kilometer yang dikenal sebagai Garis Kontrol Aktual (Line of Actual Control – LAC). Menteri Pertahanan India Rajnath Singh melaporkan bahwa prajurit Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) mencoba melanggar wilayah India di Arunachal Pradesh guna “mengubah status quo secara sepihak” tetapi berhasil dipukul mundur oleh Angkatan Darat India. Prajurit kedua negara menggunakan pentungan dan tongkat berduri dalam pertikaian itu, sehingga menyebabkan cedera tetapi tidak ada korban jiwa, tidak seperti bentrokan pada pertengahan tahun 2020 yang merupakan pertemuan fatal pertama di antara kedua negara bersenjata nuklir itu selama 45 tahun.

New Delhi berpendapat Beijing menolak untuk menghormati perjanjian perbatasan, alih-alih mengumpulkan prajurit dan meningkatkan persenjataan serta infrastruktur militer di kawasan pegunungan itu. “Situasi saat ini di sepanjang LAC … serta penolakan Tiongkok untuk membahas berbagai isu dalam agenda India untuk menyelesaikan krisis telah menambah ketidakstabilan struktural dalam hubungan mereka,” tulis Sushant Singh, seorang peneliti senior di Centre for Policy Research India, dalam majalah Foreign Policy pada bulan Desember.

  1. Ketegangan Taiwan

Kesediaan Beijing untuk mengubah status quo tidak terbatas pada serbuan di perbatasan Himalaya. Pada bulan Agustus, PLA menggelar latihan terbesarnya di sekitar Taiwan yang memiliki pemerintahan mandiri, termasuk meluncurkan rudal balistik yang jatuh ke perairan di dalam zona ekonomi eksklusif Jepang. Sementara itu, pesawat terbang PLA telah berulang kali melintasi titik tengah Selat Taiwan selebar 180 kilometer yang memisahkan pulau itu dengan RRT, dalam apa yang dikatakan oleh para analis merupakan upaya untuk menetapkan “kenormalan baru” dan meletihkan pertahanan Taipei.

PKT mengklaim Taiwan sebagai wilayahnya dan semakin meningkatkan ancamannya untuk menggunakan pasukan militer guna menguasai pulau itu, yang tidak pernah menjadi bagian dari RRT. Dengan Xi memastikan masa jabatan lima tahun ketiga sebagai pemimpin PKT pada bulan Oktober, konstitusi partai itu diubah untuk menjadikan penyatuan dengan Taiwan sebagai tujuan terpenting, demikian yang dilaporkan majalah berita Nikkei Asia.

Ketika Taiwan memperkuat pertahanannya terhadap potensi invasi, mitra Indo-Pasifiknya memperkuat komitmen mereka terhadap tatanan internasional berbasis aturan pada tahun 2023 dan seterusnya. “Kami berusaha untuk menegakkan perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan,” ungkap Presiden Joe Biden kepada Majelis Umum P.B.B. pada bulan September.

FOTO DIAMBIL DARI: ANGKATAN LAUT A.S.

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button