Asia Timur LautCerita populerIsu UtamaKepentingan Bersama GlobalRegional

Industri pertahanan Jepang mempersiapkan diri untuk mengalami pertumbuhan seiring reformasi dan peningkatan anggaran belanja pertahanan

Marc Prosser

Peningkatan anggaran belanja pertahanan Jepang yang baru-baru ini diumumkan menjadi 2% dari produk domestik bruto paling lambat pada tahun 2027 akan meningkatkan keamanan nasional sekaligus memperkuat industri pertahanannya, demikian ungkap para analis.

Selama lima tahun ke depan, Jepang berencana untuk membelanjakan anggaran pertahanan tambahan senilai 4,53 kuadriliun rupiah (300 miliar dolar A.S.), dengan pemerintahan Perdana Menteri Fumio Kishida, ditampilkan dalam foto, mengalokasikan dana untuk berbagai bidang seperti pertahanan siber, proyek terkait ruang angkasa, tempat penyimpanan munisi, dan sistem rudal. Jepang telah melibatkan Mitsubishi Heavy Industries (MHI) untuk memimpin pengembangan beberapa proyek rudal.

Peningkatan anggaran belanja pertahanan, yang terjadi di tengah meningkatnya kekhawatiran di Tokyo dan di tempat lain atas program nuklir dan rudal Korea Utara serta aktivitas destabilisasi Republik Rakyat Tiongkok (RRT) di Selat Taiwan, akan memberikan dorongan yang disambut baik oleh MHI dan produsen alutsista Jepang lainnya.

Larangan pemerintah Jepang atas transfer persenjataan ke pasar luar negeri, yang dilonggarkan pada tahun 2014 dalam kondisi tertentu, telah membatasi skala produksi dan peluang ekspor bagi perusahaan semacam itu, sehingga mengurangi potensi margin keuntungan mereka pada berbagai kontrak pertahanan. Akibatnya, berbagai perusahaan termasuk Mitsui, Sumitomo Heavy Industries, dan Komatsu berhenti memproduksi senapan mesin, kendaraan pengangkut personel lapis baja, kapal, dan peralatan pertahanan lainnya.

Pada April 2022, organisasi lobi bisnis paling terkemuka di Jepang, Keidanren, memperingatkan tentang krisis industri pertahanan dalam negeri. “Kita harus melakukan sesuatu untuk mempertahankan industri ini karena perusahaan-perusahaan menarik diri dalam lima tahun terakhir ini,” ungkap Naohiko Abe, kepala sistem pertahanan dan ruang angkasa terpadu MHI, kepada surat kabar Financial Times.

Bonji Ohara, seorang peneliti senior di Sasakawa Peace Foundation, sebuah wadah pemikir yang berkantor pusat di Jepang, memberi tahu FORUM bahwa industri itu membutuhkan reformasi mendasar.

“Saat ini, perusahaan pertahanan Jepang pada dasarnya hanya memiliki satu pelanggan — negara Jepang,” ungkap Bonji Ohara, yang sebelumnya menjabat sebagai atase angkatan laut Jepang di RRT dan komandan Skuadron Udara Armada ke-21 Pasukan Bela Diri Maritim Jepang. “Tanpa mengatasi masalah ini, perubahan dan pertumbuhan masih akan sulit dicapai.”

Timothy Langley, orang asing pertama yang bekerja di badan legislatif nasional Jepang di bawah Taro Nakayama yang nantinya menjadi Menteri Luar Negeri Jepang, mengatakan Jepang sedang mengatasi tantangan yang dihadapi industri pertahanannya. Salah satu strateginya adalah kolaborasi internasional. Misalnya, MHI sedang mengembangkan pesawat tempur generasi mendatang dengan BAE Systems dari Britania Raya dan perusahaan multinasional Italia, Leonardo.

“Proyek pengembangan internasional dengan sekutu dapat memangkas biaya dan waktu pengembangan,” ungkap Timothy Langley, CEO firma hubungan pemerintah yang berkantor pusat di Tokyo, Langley Esquire, kepada FORUM. “Upaya ini juga memberi perusahaan Jepang peluang baru untuk menjual alutsista ke pasar luar negeri.”

Bidang fokus lainnya adalah menjembatani kesenjangan di antara sektor pertahanan swasta dan publik Jepang, terutama bagi perusahaan rintisan. Misalnya, Jepang meluncurkan pendanaan senilai 14,2 triliun rupiah (940 juta dolar A.S.) yang menawarkan pinjaman dan investasi bagi perusahaan rintisan ruang angkasa pada tahun 2018. Pada saat itu, terdapat kurang dari 20 bisnis semacam itu di berbagai penjuru negara itu, meskipun jumlah itu terus bertambah. Anggaran belanja pertahanan Jepang pada tahun 2023 juga mencakup pendanaan senilai 2,42 triliun rupiah (160 juta dolar A.S.) untuk “penelitian penjembatanan” tentang bagaimana penelitian swasta dapat digunakan untuk tujuan militer, naik sekitar 105,3 miliar (7 juta dolar A.S.) dari anggaran pada tahun fiskal 2022.

Selain itu, Jepang ingin meniru Badan Proyek Penelitian Lanjutan Pertahanan (Defense Advanced Research Projects Agency – DARPA) Departemen Pertahanan Amerika Serikat dengan meluncurkan lembaga penelitian pertahanan untuk mendanai proyek sipil di bidang kecerdasan buatan, komputasi kuantum, dan teknologi drone.

Kementerian Pertahanan Jepang juga ingin mempelajari Unit Inovasi Pertahanan Pentagon, yang bekerja sama dengan perusahaan teknologi di Lembah Silikon California.

 

FOTO DIAMBIL DARI: THE ASSOCIATED PRESS

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button