Asia Timur LautCerita populerIndo-Pasifik yang Bebas dan Terbuka / FOIPIsu UtamaRegional

Agresi PLA di Selat Taiwan dapat mendatangkan malapetaka pada perekonomian global

Staf FORUM

Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) Partai Komunis Tiongkok (PKT) mencatat rekor dengan menerbangkan 18 pesawat pengebom berkemampuan nuklir di atas Selat Taiwan pada pertengahan Desember 2022, upaya lain untuk menekan pulau yang memiliki pemerintahan demokratis yang diklaim oleh Republik Rakyat Tiongkok (RRT) sebagai wilayah miliknya. PLA secara rutin melintasi garis median — yang pernah dianggap sebagai perbatasan tidak resmi di antara Taiwan dan RRT — sejak meluncurkan latihan penembakan dengan amunisi aktif pada Agustus 2022 yang mengelilingi wilayah Taiwan. Agresi itu, yang dilihat oleh beberapa pihak sebagai geladi bersih untuk melakukan blokade atau serangan, meningkatkan ketegangan di salah satu jalur pengapalan paling penting di dunia.

Hampir setengah kapal kontainer di dunia melewati Selat Taiwan pada tahun 2022, termasuk hampir 90% kapal terbesar berdasarkan tonasenya, demikian menurut penerbit berita keuangan Bloomberg. Jalur perairan selebar 180 kilometer itu merupakan rute utama bagi kargo seperti semikonduktor vital, minyak mentah, dan produk konsumen dari pusat manufaktur di Asia Timur ke Eropa, Amerika Serikat, dan pasar di tempat lain.

Rute alternatif membawa kapal-kapal ke timur Taiwan dan melalui Selat Luzon di Laut Filipina. Tapi musim topan membuat jalur itu berisiko bagi pengapalan. Tidak ada kawasan di dunia yang mengalami lebih banyak badai siklon tropis daripada wilayah di sekitar Filipina.

RRT menambah kecemasan di seputar Selat Taiwan tidak hanya dengan unjuk kekuatan militer yang agresif tetapi juga dengan klaim kedaulatan yang tidak berdasar. Kementerian Luar Negeri Tiongkok menyatakan pada Juni 2022 bahwa Selat Taiwan bukan perairan internasional, tetapi “secara berturut-turut merupakan perairan pedalaman, laut teritorial, zona tambahan, dan zona ekonomi eksklusif Tiongkok.” Berdasarkan Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang ditandatangani oleh RRT, selat itu memiliki perairan dan ruang udara internasional di luar wilayah negara mana pun, yang menjamin kebebasan navigasi dan penerbangan lintas udara.

Ancaman Beijing terhadap status quo itu berisiko mendatangkan malapetaka pada rantai pasokan global yang masih belum pulih dari gangguan pandemi COVID-19 yang telah membantu memicu rekor inflasi di seluruh dunia. Satu juta barel minyak mentah dan produk terkait melakukan transit di Selat Taiwan setiap harinya, demikian ungkap analis Anoop Singh dari Braemar Shipping Services kepada surat kabar The Financial Times pada Agustus 2022. (Foto: Kapal kontainer melakukan transit di Selat Taiwan di dekat Pulau Pingtan di Republik Rakyat Tiongkok.)

Taiwan memproduksi sebagian besar semikonduktor dunia, yang penting bagi berbagai produk mulai dari ponsel cerdas hingga mesin cuci, kendaraan, dan peralatan medis. Para ahli mengatakan produsen di seluruh dunia akan mengalami kesulitan untuk menemukan pemasok alternatif jika industri chip pulau itu terganggu dalam jangka waktu yang berkepanjangan. “Banyak perusahaan harus menghentikan produksinya,” tulis Gareth Leather, ekonom senior Asia di Capital Economics. “Mengingat besarnya industri elektronik di beberapa bagian Asia dan industri motor di beberapa bagian Eropa, perekonomian menjadi sangat rentan.”

Eskalasi ketegangan lintas selat juga dapat berarti harga yang lebih tinggi di seluruh dunia untuk berbagai jenis barang dan layanan digital. “Eskalasi besar atas Taiwan akan menjadi guncangan lainnya bagi rantai pasokan, sehingga mengakibatkan inflasi tetap tinggi lebih lama lagi,” tulis Gareth Leather pada Agustus 2022. Para analis lainnya menyatakan hasil yang lebih mengerikan dari agresi RRT terhadap Taiwan. “Jika terjadi bencana yang benar-benar menutup industri Taiwan dalam jangka waktu tertentu, saya benar-benar tidak tahu bagaimana rantai pasokan global bagi industri teknologi dapat terus menjaga keberadaannya,” ungkap Dan Nystedt, wakil presiden di TriOrient Investments, kepada The Financial Times.

FOTO DIAMBIL DARI: REUTERS

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button