Cerita populer

Tawaran RRT ke Filipina tidak terwujud selama masa kepresidenan Rodrigo Duterte

Staf FORUM

Ketergantungan presiden Filipina yang akan menyelesaikan masa jabatannya terhadap janji-janji dari Republik Rakyat Tiongkok (RRT) pada awal masa jabatan enam tahunnya telah terbukti keliru.

Empat bulan setelah menjabat pada Juni 2016, Presiden Rodrigo Duterte melakukan perjalanan ke Tiongkok untuk melihat konsesi apa yang mungkin dia dapatkan. Dia kembali ke Filipina dengan jaminan dari Sekretaris Jenderal Partai Komunis Tiongkok (PKT) Xi Jinping untuk memberikan investasi senilai 355,89 triliun rupiah (24 miliar dolar A.S.), termasuk proyek transportasi dan infrastruktur yang selaras dengan skema Satu Sabuk, Satu Jalan (One Belt, One Road) RRT.

Hampir enam tahun kemudian, ketika Rodrigo Duterte menyerahkan kursi kepresidenan kepada Ferdinand Marcos Jr., hanya sedikit komitmen infrastruktur utama Xi Jinping yang telah terwujud. Investasi yang ditanamkan oleh perusahaan milik RRT, bank kebijakan Tiongkok, dan perusahaan swasta Tiongkok juga tidak berjalan seperti yang dibayangkan, demikian menurut majalah The Diplomat.

Meskipun uang Tiongkok mengalir ke Filipina selama masa kepresidenan Rodrigo Duterte, para investor Tiongkok itu sendiri yang sering kali menjadi penerima manfaat utama. “Kegagalan Rodrigo Duterte bukan karena dia tidak bisa membawa masuk uang Tiongkok ke Filipina, melainkan tidak bisa membuat proyek-proyek Tiongkok lebih inklusif secara pembangunan bagi rakyat Filipina,” demikian yang dilaporkan The Diplomat.

Dito Telecommunity, perusahaan telekomunikasi yang memiliki jaringan luas di seluruh Filipina, didanai oleh konsorsium dua perusahaan yang dimiliki oleh seorang kenalan Rodrigo Duterte dan perusahaan ketiga, China Telecom. Bank kebijakan Tiongkok meminjamkan uang kepada konsorsium itu. Tidak mungkin bank-bank Tiongkok itu akan menawarkan pinjaman kepada konsorsium yang sebagian dikendalikan oleh rekanan Rodrigo Duterte jika bukan karena hubungan presiden itu dengan RRT, dan pemahaman implisit bahwa pemerintah Filipina akan menanggung pinjaman itu jika usaha itu pada akhirnya mengalami kegagalan, demikian menurut The Diplomat.

Surat kabar BusinessMirror melaporkan bahwa Bursa Efek Filipina menetapkan penalti maksimum kepada konsorsium dan penjamin emisinya karena membatalkan penawaran umum terbatas saham (stock rights offering – SRO) Dito pada Januari 2022. “Penarikan SRO itu telah mengguncang integritas pasar modal, yang sudah goyah, dengan banyaknya skandal yang harus dihadapinya selama bertahun-tahun,” demikian tulis BusinessMirror.

Investor Tiongkok juga telah mendukung operasi perjudian online, layanan pendamping, dan bisnis terlarang lainnya di Filipina. Bisnis tersebut terkait dengan kejahatan mulai dari penghindaran pajak hingga impor pekerja asing dan penculikan untuk mendapatkan uang tebusan. Beberapa anggota parlemen telah berupaya untuk melarang operator permainan judi asing di Filipina, dengan mengatakan bahwa mereka merupakan ancaman dan sumber korupsi, demikian menurut CNN Business.

Sementara itu, Filipina dan RRT terus menyengketakan hak atas perairan dan pulau-pulau di bagian Laut Cina Selatan, yang oleh rakyat Filipina disebut Laut Filipina Barat. Hal itu terlepas dari keputusan mahkamah internasional yang mendukung klaim Filipina atas hak penangkapan ikan dan mineral lepas pantai yang sebagian besar diabaikan oleh Rodrigo Duterte ketika bertemu dengan Xi Jinping pada Oktober 2016.

Sejumlah konfrontasi di laut telah memperburuk ketegangan itu. Bisa dikatakan, situasi maritim telah memburuk.

Selama masa kepresidenan Rodrigo Duterte:

  • Sebuah kapal milisi maritim PKT menabrak dan menenggelamkan perahu penangkap ikan Filipina di Reed Bank yang disengketakan pada Juni 2019. Kapal penangkap ikan Vietnam menyelamatkan 22 anak buah kapal dari perahu Filipina yang tenggelam itu.
  • Kapal paramiliter RRT mengepung Whitsun Reef di Kepulauan Spratly di Laut Cina Selatan pada Maret 2021. Filipina, RRT, dan Vietnam semuanya mempertahankan klaim bahwa terumbu karang itu berada dalam wilayah kedaulatan mereka.
  • Dua perahu sipil Filipina yang mengantarkan pasokan ke kapal yang ditambatkan di Second Thomas Shoal, sebuah atol di Kepulauan Spratly, diblokir dan diserang dengan meriam air oleh tiga kapal pasukan penjaga pantai Tiongkok pada November 2021.
  • Kapal pasukan penjaga pantai Tiongkok pada tahun 2022 berulang kali melakukan pergerakan berbahaya saat mendekati kapal Pasukan Penjaga Pantai Filipina di dekat Scarborough Shoal, sebuah batu tak berpenghuni yang terletak sekitar 200 kilometer di lepas pantai barat laut Filipina yang kepemilikannya masih disengketakan.

Insiden-insiden ini dan berbagai insiden lainnya membantu memicu lonjakan kemarahan domestik yang mungkin telah memengaruhi perubahan pandangan Rodrigo Duterte terhadap RRT. Meskipun Manila telah menolak untuk membuat kesepakatan pertahanan utama dengan RRT atau bersama-sama mengembangkan lahan di dalam zona ekonomi eksklusif lepas pantai Filipina, Beijing secara sepihak telah memiliterisasi Kepulauan Spratly, melakukan latihan angkatan laut di daerah itu, serta mengerahkan pasukan paramiliter dan pasukan penjaga pantai untuk mengintimidasi kapal-kapal Filipina, demikian menurut situs web berita Asia Times. (Foto: Para pengunjuk rasa berunjuk rasa di depan konsulat Tiongkok di Makati, Filipina, pada Juli 2021 setelah kapal pasukan penjaga pantai Tiongkok menembakkan meriam air ke arah dua perahu pasokan Filipina yang berlayar menuju beting yang disengketakan di Laut Cina Selatan.)

Tindak lanjut RRT yang tampaknya kehilangan motivasi pada investasi infrastruktur dan klaim berkelanjutan RRT atas perairan yang disengketakan membuat Rodrigo Duterte mencari dukungan di tempat lain, termasuk Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara yang beranggotakan 10 negara serta mitra lamanya yaitu Jepang dan Amerika Serikat.

Pendirian fasilitas militer RRT seperti sistem radar, hanggar pesawat terbang, dan gudang rudal di pulau-pulau yang disengketakan di Laut Cina Selatan merupakan ancaman bagi semua negara di kawasan itu, demikian ungkap Laksamana John Aquilino, Komandan Komando Indo-Pasifik A.S., kepada The Associated Press. “Fungsi pulau-pulau itu adalah untuk memperluas kemampuan ofensif RRT di luar pantai kontinental mereka,” lanjutnya.

Pada akhir Maret dan awal April 2022, Angkatan Bersenjata Filipina dan pasukan A.S. menggelar latihan Balikatan tahunan di Filipina. Hampir 9.000 prajurit berpartisipasi dari Luzon hingga Palawan.

Juga pada awal April, para pemimpin militer Jepang dan Filipina sepakat untuk bertukar peralatan militer dan mengizinkan pasukan kedua negara untuk saling mengunjungi negara satu sama lain guna mengikuti pelatihan gabungan, demikian menurut majalah The Diplomat.

FOTO DIAMBIL DARI: THE ASSOCIATED PRESS

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button