Tajuk Utama

Kebenaran Tidak Diketahui

Ketidakmampuan memverifikasi klaim Korea Utara memicu pertanyaan tentang status rakyat, rudal, dan kepemimpinannya

Staf FORUM

Transparansi dalam hubungan internasional sangat penting untuk membangun kepercayaan dan menghindari konflik. Akan tetapi, rezim Korea Utara tetap tidak berterus terang dalam hal mengungkapkan informasi yang dapat dikonfirmasi tentang kesejahteraan rakyatnya, upaya atau kurangnya upaya untuk melakukan denuklirisasi, dan kesehatan — dan sering kali lokasi — pemimpinnya.

Ketidakmampuan masyarakat internasional untuk memverifikasi klaim Korea Utara tentang nol kasus COVID-19 serta peningkatan frekuensi dan durasi hilangnya diktator Kim Jong Un dari mata publik pada tahun 2020 dan 2021 menambah spekulasi ketidakstabilan rezim itu.

“Tetap saja, tidaklah bijak untuk meremehkan rezim itu. Rezim itu mampu bertahan lebih lama dari perkiraan kehancuran yang disebutkan dalam banyak laporan sebelumnya,” tulis Bruce Klingner, peneliti senior urusan Asia Timur Laut di The Heritage Foundation, untuk situs web wadah pemikir itu pada Juli 2021.

Pada kenyataannya, sekalipun Kim Jong Un muncul kembali di depan umum pada Juni 2021 dengan penampilan yang tampak lebih kurus usai menghilang selama empat minggu dan mendorong lebih banyak dugaan tentang masalah kesehatan yang dialaminya, rezim itu melanjutkan provokasinya tiga bulan setelahnya dengan menguji coba serangkaian sistem rudal hanya beberapa hari berselang, yang melanggar beberapa resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Apabila terdapat pertanyaan tentang masa depan dinasti Kim semisal rumor tentang kesehatan buruk penguasa saat ini benar adanya, maka adik perempuan Kim Jong Un, Kim Yo Jong, telah diposisikan sebagai kemungkinan penggantinya.

Kim Yo Jong, adik perempuan diktator Korea Utara Kim Jong Un, telah melihat ketenarannya melesat di dalam rezim itu. THE ASSOCIATED PRESS

“Sejak mewakili Kim [Jong Un] di Olimpiade Musim Dingin 2018 di Pyeongchang, Korea Selatan, Kim Yo Jong tidak hanya memperoleh gelar bergengsi di dalam Partai Pekerja yang berkuasa. . . ia menikmati kepercayaan mutlak dari saudara laki-lakinya, seorang pemimpin yang mampu memerintahkan eksekusi pamannya sendiri atas tuduhan pengkhianatan,” demikian menurut surat kabar The Guardian.

Kim Yo Jong tetap berada di sisi kakaknya selama acara-acara penting. Kim Yo Jong, yang semakin dikenal dalam beberapa tahun terakhir ini, menghadiri tiga pertemuan tatap muka antara Kim Jong Un dan Presiden Amerika Serikat saat itu, Donald Trump, demikian menurut surat kabar The Wall Street Journal. The Wall Street Journal menyatakan bahwa Kim Yo Jong memimpin departemen propaganda dan agitasi Korea Utara serta menandatangani pernyataan Korea Utara yang mengkritik A.S. pada tahun 2020 karena desakan A.S. agar Korea Utara melakukan denuklirisasi dan pernyataan yang menegur Korea Selatan karena mengkritik latihan militer yang dilakukan oleh Korea Utara.

Kim Yo Jong kembali mendapatkan perhatian media pada September 2021 ketika ia memperingatkan kemungkinan terjadinya “kehancuran total” hubungan bilateral dengan Korea Selatan jika Presiden Korea Selatan saat itu Moon Jae-in terus menggambarkan demonstrasi persenjataan Korea Utara sebagai upaya provokasi, demikian yang dilaporkan The Associated Press (AP).

“Apabila presiden bergabung dalam upaya penyebaran fitnah dan penghinaan (terhadap kami), ini akan diikuti oleh tindakan balasan, dan hubungan Korea Utara-Selatan akan didorong menuju kehancuran total,” ungkap pernyataannya, demikian menurut AP. “Kami tidak menginginkannya.”

Tiga generasi Kim telah memerintah Korea Utara sejak tahun 1948, dimulai dengan Kim Il Sung, diikuti oleh putranya, Kim Jong Il, dan kemudian cucunya, Kim Jong Un. Status Kim Yo Jong mungkin meningkat, tetapi para ahli mengatakan tidak ada bukti nyata bahwa ia akan menjadi pemimpin rezim itu pada masa mendatang. Faktanya, sebagian besar analis mengatakan jangan pernah membayangkan bahwa masa pemerintahan Kim Jong Un akan segera berakhir. Beberapa pihak berpendapat bahwa tubuh Kim Jong Un yang tampak lebih ramping bisa menjadi upaya untuk meningkatkan kesehatan dan umur panjangnya daripada tanda-tanda adanya penyakit, demikian menurut AP.

Presiden Korea Selatan saat itu Moon Jae-in, kedua dari kiri, menyapa saudara perempuan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un, Kim Yo Jong,{1/}menjelang KTT antar-Korea pada April 2018 di Korea Selatan. GETTY Images

MASIH BERPERANG

Korea Utara dan Korea Selatan secara teknis masih berada dalam kondisi perang karena Perang Korea pada tahun 1950-1953 berakhir dengan gencatan senjata dan bukannya perjanjian damai. Upaya reunifikasi telah mengalami kegagalan, tetapi pada September 2021, Moon Jae-in kembali menyerukan diakhirinya perang secara resmi.

“Hari ini, saya sekali lagi mendesak masyarakat internasional untuk menyatupadukan kekuatannya dalam mendukung deklarasi diakhirinya perang di Semenanjung Korea dan mengusulkan agar tiga pihak dari kedua Korea dan A.S., atau empat pihak dari kedua Korea, A.S., dan Tiongkok, berkumpul dan menyatakan bahwa perang di Semenanjung Korea telah berakhir,” ungkap Moon Jae-in kepada Majelis Umum P.B.B.

Ia mengatakan impian terkuat masyarakat global “adalah menciptakan kehidupan yang damai dan aman.” Mimpi seperti itu tetap tidak terwujud di semenanjung itu, meskipun adanya upaya yang dilakukan oleh P.B.B. dan pihak lainnya, demikian ungkapnya. Akan tetapi, Korea Selatan tetap berkomitmen untuk memastikan perdamaian abadi “berakar kuat” di semenanjung itu, demikian ungkapnya.

“Dengan membayangkan Semenanjung Korea yang terdenuklirisasi dan memperoleh kemakmuran bersama, pemerintah Korea Selatan terus melanjutkan proses perdamaian di Semenanjung Korea, dan di tengah dukungan masyarakat internasional, mencapai tonggak bersejarah,” ungkap Moon Jae-in. “Perdamaian di Semenanjung Korea selalu dimulai dengan dialog dan kerja sama. Saya menyerukan dimulainya kembali dialog di antara kedua Korea serta di antara Amerika Serikat dan Korea Utara.”

Moon Jae-in memberikan pidato di sesi ke-76 Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada September 2021. Dalam pidato itu, ia mendorong dibuatnya deklarasi untuk mengakhiri secara resmi Perang Korea pada tahun 1950-1953 guna memulihkan perdamaian di Semenanjung Korea. THE ASSOCIATED PRESS

Kim Yo Jong menanggapi dengan menyerukan kepada Korea Selatan untuk meninggalkan “kebijakan yang tidak ramah” dan “standar yang bermuka dua” jika ingin mengambil langkah menuju rekonsiliasi, demikian menurut AP. Ia tidak memberikan penjelasan secara detail, tetapi para ahli menduga Korea Utara ingin Korea Selatan membantunya mendapatkan keringanan sanksi dan menerima konsesi lain yang mungkin termasuk pengakuan internasional sebagai negara yang memiliki persenjataan nuklir, demikian menurut AP.

“Saya kira jika ketidakberpihakan dan sikap menghormati terhadap satu sama lain dipertahankan, pemahaman yang mulus di antara Korea Utara dan Selatan akan tercapai,” ungkap Kim Yo Jong, demikian menurut CNN. “Saya merasa atmosfer keinginan publik Korea Selatan untuk memulihkan hubungan antar-Korea dari kebuntuan dan mencapai stabilitas damai sesegera mungkin sangatlah kuat. Kami juga memiliki keinginan yang sama.”

Lee Sung-yoon, seorang ahli Korea Utara di The Fletcher School di Tufts University, memperingatkan bahwa Kim Yo Jong mungkin sekadar memberikan iming-iming segala sesuatu yang “sangat diinginkan Moon Jae-in sebelum masa jabatannya berakhir” pada Mei 2022, demikian menurut surat kabar The New York Times. Kim Yo Jong “menunjukkan sekali lagi betapa mahirnya ia dalam seni manipulasi psikologis,” ungkap Lee Sung-yoon kepada The New York Times.

Kim Yo Jong menyebut pernyataannya “hanya pendapat saya,” demikian menurut The New York Times. Meskipun demikian, Korea Selatan mengakuinya sebagai hal yang bermakna. Namun, tindakan lebih bermakna daripada kata-kata, dan Kementerian Unifikasi Korea Selatan mencatat inkonsistensi dalam kesediaan Korea Utara untuk berkomunikasi. Rezim itu telah berhenti menerima panggilan telepon Korea Selatan di hotline untuk mengelola hubungan militer bilateral pada Agustus 2021 sebelum memulihkan kembali komunikasi itu dua bulan kemudian.

“Memiliki komunikasi yang lancar dan stabil lebih penting dari apa pun lainnya untuk mewujudkan denuklirisasi, pembentukan perdamaian abadi di Semenanjung Korea, dan kemajuan hubungan di antara Korea Selatan dan Utara melalui dialog dan kerja sama,” ungkap Lee Jong-joo, juru bicara Kementerian Unifikasi Korea Selatan, kepada jurnalis pada akhir September 2021.

Pengunjung melihat ke arah Korea Utara dari observatorium Odusan di Korea Selatan di dekat Zona Demiliterisasi yang memisahkan kedua Korea. AFP/GETTY Images

PERUBAHAN YANG TERLIHAT DENGAN JELAS 

Penurunan berat badan Kim Jong Un bukan satu-satunya perubahan yang memberikan poin pembicaraan bagi para analis. Penonton mengharapkan pertunjukan besar selama parade militer Korea Utara pada September 2021. Alih-alih, sebuah acara bersahaja terjadi, yang mencerminkan apa yang dilihat oleh para ahli sebagai kenyataan pahit dari Korea Utara yang hancur berantakan. Mereka mengatakan bahwa negara itu telah mengalami kesulitan karena adanya penutupan perbatasan berkepanjangan akibat berjangkitnya pandemi, kekurangan pangan akibat banjir, sanksi, dan perekonomian yang tidak terkelola dengan baik. Kim Jong Un juga tidak memberikan pidato.

“Masyarakat Korea Utara berada di bawah tekanan luar biasa karena keputusan yang dibuat oleh rezim Kim Jong Un. Jadi, parade ini dimaksudkan untuk menunjukkan kekuatan dan berfungsi sebagai peningkat semangat karantina,” ungkap Leif-Eric Easley, seorang profesor bidang studi internasional di Ewha Womans University di Seoul, kepada The New York Times sebelum memperingatkan, “Kita tidak boleh menafsirkan secara berlebihan kebijakan luar negeri atau isyarat negosiasi dari parade yang terutama ditujukan bagi khalayak politik domestik.”

Parade pada bulan September itu, yang sebagian besar dilihat sebagai upaya untuk menciptakan persatuan nasional, berlangsung di tengah krisis pangan terburuk yang dialami Korea Utara dalam satu dekade, demikian menurut laporan Organisasi Pangan dan Pertanian P.B.B. Akan tetapi, yang lebih mencengangkan adalah pengakuan publik Kim Jong Un atas krisis pangan itu pada Juni 2021, ketika ia mengatakan upaya untuk menyelesaikan kekurangan pangan merupakan “prioritas utama.”

Ia mengatakan “khususnya, situasi pangan rakyat sekarang semakin genting karena sektor pertanian gagal memenuhi produksi gabahnya” setelah kerusakan lahan pertanian akibat terjadinya banjir, demikian menurut The New York Times. “Sangat penting bagi seluruh partai dan negara itu untuk berkonsentrasi pada pertanian.”

Ketika Korea Utara memperpanjang penutupan perbatasan — bahkan dengan Tiongkok — akibat berjangkitnya pandemi, barang-barang penting seperti obat-obatan menjadi lebih sulit diperoleh, demikian yang dilaporkan The New York Times. Lebih banyak anak-anak tunawisma mencari makanan di tempat sampah di berbagai penjuru negara itu, dan banyak keluarga menjual mebel untuk membeli makanan, demikian yang dilaporkan The New York Times.

“Ketika ia [Kim Jong Un] mengambil alih kekuasaan satu dekade lalu, salah satu janji pertamanya adalah memastikan bahwa rakyatnya yang telah lama menderita ‘tidak lagi harus mengencangkan ikat pinggang mereka.’ Tetapi rencana ekonomi itu mengalami kemunduran ketika berkembangnya gudang persenjataan negara itu menyebabkan dijatuhkannya sanksi internasional yang parah,” demikian yang dilaporkan surat kabar itu.

Kim Jong Un yang tampak lebih ramping menghadiri parade paramiliter yang menandai ulang tahun ke-73 Korea Utara di alun-alun Kim Il Sung di Pyongyang pada September 2021. THE ASSOCIATED PRESS

Rezim Korea Utara jarang mengonfirmasi segala sesuatu yang bersifat negatif atau berpotensi buruk yang terjadi di dalam negaranya. Citra satelit akan mengungkapkan apa saja yang tidak diungkapkan oleh Kim Jong Un dan Partai Pekerjanya.

Misalnya, citra satelit pada Agustus 2021 mengungkapkan bahwa Korea Utara tampaknya telah memulai kembali aktivitas reaktor penghasil plutonium di fasilitas penelitian nuklir Yongbyon, demikian menurut Badan Energi Atom Internasional (International Atomic Energy Agency – IAEA), yang menggunakan citra satelit dan materi sumber terbuka untuk memantau kegiatan Korea Utara. Kemudian citra satelit pada September 2021 mengungkapkan bahwa renovasi sedang berlangsung di kompleks Yongbyon yang dapat memungkinkan Korea Utara untuk meningkatkan produksi materi yang dapat digunakan sebagai senjata nuklir sebanyak 25%, demikian ungkap Jeffrey Lewis, seorang ahli persenjataan dan profesor di Middlebury Institute of International Studies, kepada CNN. “Ekspansi terbaru di Yongbyon mungkin mencerminkan rencana untuk meningkatkan produksi materi nuklir untuk produksi persenjataan,” ungkapnya.

Jeffrey Lewis mencatat konstruksi itu sejalan dengan pekerjaan yang sedang berlangsung untuk menambah ruang lantai di fasilitas tersebut. Area baru itu — yang luasnya sekitar 1.000 meter persegi — dapat menampung sebanyak 1.000 sentrifugal tambahan, sehingga memungkinkan untuk memperkaya lebih banyak uranium setiap tahunnya, demikian ungkapnya kepada CNN.

Meskipun ditemukan semakin banyak bukti yang menunjukkan ambisi nuklir berkelanjutan Korea Utara, A.S. tetap teguh dalam upayanya untuk mencapai denuklirisasi secara diplomatis. “Posisi kami sangat jelas sehubungan dengan apa yang kami harapkan untuk terjadi,” ungkap juru bicara Departemen Luar Negeri A.S. Ned Price, demikian menurut CNN. “Kami berkomitmen pada prinsip bahwa dialog akan memungkinkan kami untuk mengupayakan tercapainya tujuan akhir kami, dan itu cukup sederhana, denuklirisasi di Semenanjung Korea.”

Dengan menggunakan nama resminya Republik Rakyat Demokratik Korea (Democratic People’s Republic of Korea – DPRK), Direktur Jenderal IAEA Rafael Mariano Grossi menggambarkan kegiatan nuklir Korea Utara “menyebabkan keprihatinan serius” dan “sangat meresahkan.”

“Dilanjutkannya program nuklir DPRK merupakan pelanggaran nyata terhadap resolusi Dewan Keamanan P.B.B. yang relevan dan sangat disesalkan,” ungkap Rafael Mariano Grossi pada September 2021 saat memberikan pidatonya di Konferensi Umum IAEA. “Saya meminta DPRK untuk mematuhi kewajibannya dengan sepenuhnya berdasarkan resolusi Dewan Keamanan P.B.B. yang relevan, untuk segera bekerja sama dengan IAEA dalam implementasi penuh dan efektif dari Kesepakatan Perlindungan Traktat Nonproliferasi (Non-Proliferation Treaty – NPT) dan untuk menyelesaikan semua masalah yang belum terselesaikan, terutama yang timbul selama absennya inspektur IAEA dari negara itu.” 

Para analis juga menunjukkan peningkatan uji coba rudal balistik yang dilakukan pada awal tahun 2022 oleh Korea Utara sebagai tanda pembangkangan Kim Jong Un terhadap hukum internasional dan penimbunan materi untuk pembuatan senjata pemusnah massal (weapons of mass destruction – WMD). Korea Utara melakukan tujuh uji coba peluncuran rudal balistik pada Januari 2022, lebih banyak dari semua uji coba peluncuran pada tahun 2021, sehingga mendorong A.S. untuk memberlakukan babak sanksi baru terhadap individu dan entitas yang dituduh membantu mengembangkan dan memasok materi terkait rudal balistik bagi Kim Jong Un.

Kim Jong Un terus meningkatkan ketegangan pada awal tahun 2022 dengan melakukan uji coba peluncuran rudal pada 27 Februari dan 5 Maret. Pejabat pemerintah A.S. menyatakan rudal itu sebagai “sistem rudal balistik antarbenua yang relatif baru” sehingga memicu dijatuhkannya sanksi tambahan dari A.S. Uji coba peluncuran rudal ke-10 pada 16 Maret berakhir dengan kegagalan nyata. Rudal itu meledak segera setelah lepas landas, demikian menurut laporan Korea Selatan, tetapi memicu spekulasi bahwa uji coba lebih besar akan segera dilaksanakan.

Setelah uji coba pada bulan Februari itu, A.S. dan 10 negara lainnya mengutuk peluncuran rudal balistik itu sebagai “tindakan melanggar hukum dan mengganggu stabilitas” serta mendesak Dewan Keamanan P.B.B. untuk mengutuk rezim Korea Utara karena tindakan itu melanggar beberapa resolusi Dewan Keamanan. Wakil Duta Besar A.S. Jeffrey DeLaurentis membacakan pernyataan bersama 11 anggota P.B.B. yang dikelilingi oleh diplomat dari enam negara Dewan Keamanan lainnya — Albania, Brasil, Prancis, Irlandia, Norwegia, dan Britania Raya — serta Australia, Jepang, Selandia Baru, dan Korea Selatan. “Kami tetap berkomitmen untuk berupaya menempuh jalur diplomasi yang serius dan berkelanjutan serta mendesak Pyongyang untuk menanggapi secara positif upaya penjangkauan dari Amerika Serikat dan negara-negara lainnya,” ungkap pernyataan itu. Kesebelas negara itu mendesak Korea Utara “untuk memilih jalur diplomasi guna meredakan ketegangan regional dan mempromosikan perdamaian dan keamanan internasional,” serta menegaskan kesiapan mereka untuk melakukan dialog, menekankan bahwa “kami tidak akan goyah dalam upaya kami untuk mewujudkan perdamaian dan stabilitas.”

HAK ASASI MANUSIA

Sanksi internasional yang keras dan pandemi yang terus berlanjut telah memperburuk kesulitan sehari-hari yang ditimbulkan oleh rezim itu terhadap warga Korea Utara. Guna mengatasi semua itu, kamp pekerja terus diselenggarakan. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan berbagai pihak lainnya menuduh kamp-kamp ini melanggar hak asasi manusia. Sementara itu, pada September 2021 Kim Jong Un mengucapkan terima kasih kepada generasi muda negara itu atas “kesediaan sukarela” mereka dalam mengikuti program wajib kerja untuk mengatasi “ketertinggalan” atau “infiltrasi budaya,” demikian menurut Human Rights Watch, sebuah LSM internasional yang berkantor pusat di New York City.

“Penggunaan pekerja kasar oleh pemerintah Korea Utara yang dibenarkan oleh tuntutan ideologis merupakan hal yang biasa terjadi. Pekerja yang diwajibkan memberikan pelayanan itu digunakan untuk berbagai proyek yang dianggap sebagai prioritas oleh Kim Jong Un, seperti pertambangan, pertanian, dan konstruksi,” demikian menurut Human Rights Watch. “Ini memungkinkan Korea Utara untuk meningkatkan produksi dalam negerinya — bahkan lebih relevan sekarang karena perdagangan lintas perbatasan hampir berhenti — sembari mengirimkan pesan politik khusus kepada rakyatnya.”

Pada April 2021, Kim Jong Un memerintahkan tindakan tegas terhadap hal-hal yang dianggap rezim itu sebagai antisosialis, individualistis, atau tidak menyenangkan. Itu termasuk kata-kata, tindakan, dan mode.

“Generasi muda diarahkan untuk berhenti menonton, membaca, atau mendengarkan video, siaran, atau teks yang tidak disetujui oleh pemerintah; tidak meniru ucapan, pakaian, dan gaya rambut karakter serial televisi Korea Selatan; dan menganut kembali kehidupan yang menunjukkan kesetiaan kepada pimpinan Korea Utara, menjalankan sistem sosialis, serta mengikuti propaganda dan perintah pemerintah,” demikian yang dilaporkan Human Rights Watch. “Apa yang disebut sebagai mobilisasi ‘sukarelawan’ untuk bekerja di pertambangan, pertanian, atau lokasi konstruksi melibatkan pekerjaan melelahkan di bawah kondisi yang sangat keras dan berbahaya untuk jangka waktu yang lama dengan sedikit atau tanpa bayaran. Pemerintah Korea Utara mungkin mengatakan ini semua adalah proyek sukarela, tetapi kenyataannya sangat sedikit orang yang dapat menolak permintaan tersebut. Karena hukuman atas kejahatan di Korea Utara bersifat sewenang-wenang, tergantung pada catatan loyalitas, hubungan pribadi, dan kapasitas seseorang untuk membayar suap, penolakan untuk bekerja sebagai ‘sukarelawan’ dapat mengakibatkan dijatuhkannya hukuman berat, termasuk penyiksaan dan hukuman penjara yang panjang.”

Dewan Hak Asasi Manusia P.B.B. memantau kamp-kamp penjara Korea Utara dan berupaya mewawancarai para penyintas yang berhasil melarikan diri dan berjanji untuk menuntut Kim Jong Un dan pejabat Korea Utara lainnya yang terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia itu.

“Analisis terhadap informasi yang tersedia terus mengonfirmasi bahwa ada alasan yang masuk akal untuk percaya bahwa kejahatan terhadap kemanusiaan telah dilakukan dan mungkin sedang berlangsung di Republik Rakyat Demokratik Korea,” demikian yang dilaporkan Kantor Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia (Office of the High Commissioner for Human Rights – OHCHR) P.B.B. pada Januari 2021. “OHCHR menegaskan kembali bahwa tidak ada masa kedaluwarsa undang-undang untuk kejahatan terhadap kemanusiaan, dan bahwa mereka yang bertanggung jawab atas kejahatan pada masa lalu dan yang sedang berlangsung harus dimintai pertanggungjawaban. Perdamaian abadi di Semenanjung Korea hanya dapat dicapai jika pelanggaran tersebut berakhir dan hak-hak korban atas kebenaran, keadilan, ganti rugi, dan jaminan tidak terulangnya kembali pelanggaran itu terpenuhi.”

Ahn Myeong Chul memahami benar kekejaman yang terjadi di dalam tembok kamp penjara Korea Utara. Ahn Myeong Chul, mantan prajurit Tentara Rakyat Korea, bekerja sebagai penjaga di berbagai kamp penjara, termasuk kamp konsentrasi Hoeryong dan Onsong, dari tahun 1980-an hingga 1990-an. Ia melarikan diri dan kabur ke Korea Selatan. Sekarang, Ahn Myeong Chul menjabat sebagai direktur eksekutif NK Watch, sebuah LSM yang berkantor pusat di Seoul yang mengabdikan diri untuk membantu para pembelot Korea Utara dan membawa Kim Jong Un ke persidangan di Mahkamah Kriminal Internasional di Den Haag, Belanda, atas tuduhan melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan.

“Masalah kerja paksa atau kekurangan distribusi makanan di Korea Utara telah terjadi secara terus menerus selama 70 tahun sejak lahirnya pemerintahan Korea Utara. Situasi hak asasi manusia secara keseluruhan di Korea Utara sangat buruk,” ungkap Ahn Myeong Chul kepada FORUM. “Alasan terbesar untuk ini adalah bahwa keluarga Kim Jong Un memblokir informasi tentang dunia luar guna mempertahankan sistem mereka, dan rakyat Korea Utara hanya terpapar pada propaganda idolisasi keluarga Kim sejak masa kanak-kanak, jadi mereka tidak tahu apa-apa tentang dunia luar. Akibatnya, ada suasana di kalangan penduduk Korea Utara yang menerima bahwa mereka dilahirkan untuk hidup dengan cara seperti itu.”

Ahn Myeong Chul mengatakan para pembelot membantu membawa beberapa perubahan ke masyarakat tertutup itu, menyampaikan berita dari luar melalui panggilan telepon dan sarana lainnya. Ia mengatakan lebih banyak hal yang harus dilakukan, memohon masyarakat internasional untuk menjaga agar wacana kekejaman terhadap hak asasi manusia tetap berada di garis depan percakapan tentang Korea Utara sama halnya seperti diskusi tentang denuklirisasi.

Selain itu, banyak kebenaran diketahui di dalam perbatasan negara itu. “Kelemahan terbesar Korea Utara adalah masalah hak asasi manusia,” ungkap Ahn Myeong Chul kepada FORUM. “Saya tidak bisa mengungkapkannya dengan kata-kata, tetapi rakyat Korea Utara sedang disiksa. Masyarakat internasional harus terus mengirimkan pesan kepada Korea Utara bahwa kejahatan terhadap kemanusiaan harus dihukum secara internasional.”  

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button