Asia Timur LautCerita populerIklim

Skema RRT menimbulkan ancaman terhadap lingkungan dan keanekaragaman hayati

Berbagai laporan media telah lama mencatat adanya ancaman lingkungan yang ditimbulkan oleh proyek infrastruktur Satu Sabuk, Satu Jalan (One Belt, One Road – OBOR) Republik Rakyat Tiongkok (RRT) di seluruh dunia. Ancaman lingkungan itu berkisar dari penggundulan hutan di Asia Selatan hingga peningkatan polusi batu bara di Serbia dan menipisnya persediaan ikan di Sungai Mekong.

Degradasi lingkungan telah dikaitkan secara langsung dengan banyak proyek pembangunan tertentu yang berada di bawah skema OBOR.

Sekarang para peneliti memperingatkan bahwa proyek OBOR juga mengancam keanekaragaman hayati global dengan meningkatkan risiko memperkenalkan spesies hewan dan tumbuhan asing yang dapat mendominasi keberadaan spesies asli yang penting bagi ekosistem setempat. Mereka mengatakan peristiwa ini sangat meresahkan mengingat proyek OBOR sering kali menargetkan negara-negara berkembang yang merupakan kampung halaman bagi stok penting beragam spesies unik dan beragam.

Tim Blackburn, profesor biologi invasi di University College London, memimpin tim peneliti dari Britania Raya dan RRT pada tahun 2018 yang mengidentifikasi 14 titik rawan di seluruh dunia tempat adanya risiko tinggi beradaptasi dan berkembang biaknya spesies invasif.

Bersama dengan Yiming Li dari Akademi Ilmu Pengetahuan Tiongkok dan kolega lainnya, Tim Blackburn menciptakan model yang menganalisis bagaimana proyek OBOR dapat memberikan dampak pada berbagai kawasan dengan berpotensi memperkenalkan lebih dari 800 spesies invasif asing, termasuk 98 amfibi, 177 reptil, 391 burung, dan 150 mamalia.

Tim itu, yang menerbitkan temuannya di jurnal Current Biology pada tahun 2019,mengidentifikasi titik rawan yang membentang di 68 negara, termasuk banyak negara di Indo-Pasifik. Sebagian besar titik rawan itu berada di sepanjang enam usulan koridor perekonomian OBOR. Bangladesh, Brunei, India, Indonesia, Filipina, Malaysia, Selandia Baru, Singapura, Sri Lanka, dan Vietnam, serta negara-negara kepulauan Pasifik seperti Fiji dan Samoa, semuanya memiliki kawasan berisiko tinggi.

“Negara-negara Sabuk dan Jalan sering kali menjadi kampung halaman bagi tingkat keanekaragaman hayati tinggi dan banyak spesies khas dan khusus,” ungkap Tim Blackburn kepada FORUM.

Tim peneliti itu menentukan bahwa proyek OBOR juga dapat menyebarkan spesies invasifpada tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Meskipun invasi semacam itu sudah terjadi, dampak OBOR “akan berbeda, oleh karena ruang lingkupnya yang luas, dan volume perdagangan yang berpotensi terlibat di dalamnya,” ungkap Tim Blackburn kepada kantor berita Agence France-Presse.  

“Semakin banyak pergerakan barang dan/atau orang antarlokasi, semakin besar kemungkinan spesies yang juga akan dipindahkan,” ungkap Tim Blackburn kepada FORUM. “Spesies dapat bersembunyi dalam kontainer pengiriman; benih tersangkut di sepatu orang; orang membawa hewan peliharaan mereka; atau memindahkan spesies hanya untuk mendapatkan keuntungan seperti misalnya dalam perdagangan hewan peliharaan.”

Tim Blackburn menjelaskan bahwa spesies asing cenderung menyebabkan kepunahan spesies asli melalui terjadinya kompetisi atau kawin silang atau kombinasi sedemikian rupa untuk memusnahkannya. Hal ini dapat mengurangi keanekaragaman hayati, menghapus riwayat evolusi, dan mengancam satwa liar setempat.

Dia mengatakan berbagai negara seperti Australia, Jepang, dan Selandia Baru mempraktikkan langkah-langkah pengamanan biologis yang relatif ketat untuk mencegah masuknya spesies invasif. Tetapi proyek OBOR yang dijalankan Tiongkok cenderung tidak mempraktikkan pengamanan biologis pada tingkat setinggi itu, terutama di negara-negara berkembang di Indo-Pasifik dan Afrika, demikian ungkap Tim Blackburn.

“Tentu saja, pengaruh spesies asing tidak hanya berdampak pada keanekaragaman hayati, tetapi juga berdampak negatif terhadap perekonomian,” ungkapnya. “Penyebaran virus dari daerah asalnya di Tiongkok, misalnya, telah memberikan dampak global selama beberapa tahun terakhir.”

Proyek OBOR telah berkontribusi terhadap degradasi lingkungan di seluruh dunia.

Negara-negara Asia Selatan menghadapi peningkatan polusi udara dan penggundulan hutan sebagai akibat dari proyek OBOR, demikian menurut laporan EuropeanFoundation for South Asian Studies (EFSAS) di Amsterdam, Belanda pada Agustus 2021.

Dengan meningkatkan industrialisasi tanpa adanya kontrol lingkungan yang memadai atau energi terbarukan, proyek OBOR berkontribusi pada kualitas udara yang buruk di berbagai kota di kawasan ini. Di daerah yang dikenal sebagai Koridor Ekonomi Tiongkok-Pakistan, pembangunan jaringan jalan yang ekstensif menyebabkan penggundulan hutan yang cukup luas dan peningkatan lalu lintas truk yang telah menciptakan jejak polusi udara yang besar, demikian ungkap EFSAS.

Di Serbia, proyek OBOR membawa teknologi bertenaga batu bara Tiongkok ke fasilitas industri lama tanpa banyak memperhatikan dampak lingkungan, demikian tulis analis kebijakan Vuk Vuksanovic dalam esai pada Juli 2021 untuk majalah Foreign Policy. Rencana itu mencakup investasi RRT pada pembangkit listrik tenaga batu bara di Kostolac, pabrik baja di Smederevo, dan tambang tembaga di Bor. Vuk Vuksanovic melaporkan bahwa warga memprotes polusi parah yang dihasilkan oleh kegiatan pabrik dan tambang itu.

“Meskipun Tiongkok meraup keuntungan dari didapatkannya akses ke sumber daya,” tulisnya, “sasaran utama pemerintah Tiongkok adalah menjual kelebihan teknologi terkait batu baranya dan merelokasi tenaga kerja terkait batu bara ke luar negeri.”

Di sepanjang Sungai Mekong, yang membentang di Kamboja, Laos, Myanmar, Thailand, dan Vietnam, para peneliti telah menghubungkan penurunan persediaan ikan dengan kehadiran proyek pembangkit listrik tenaga air OBOR, demikian yang dilaporkan platform berita online ASEAN Post pada Desember 2019. Penurunan tersebut dikaitkan dengan perubahan aliran sungai dan terhalangnya migrasi ikan, demikian tulis laporan itu, sehingga mengakibatkan hilangnya mata pencaharian. (Foto: Sebuah keluarga mengumpulkan ikan dari jaring mereka di Sungai Mekong di dekat Phnom Penh, Kamboja, pada Mei 2019).

Tom Abke merupakan kontributor FORUM yang memberikan laporan dari Singapura.

FOTO DIAMBIL DARI: THE ASSOCI

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button