Tajuk Utama

Evolusi Armada

Melihat Lebih Dekat Kapal Penangkap Ikan Tiongkok di Lepas Pantai Kepulauan Galapagos

Dr. Tabitha Grace Mallory dan Dr. Ian Ralby | Foto dari Reuters

Berbagai berita pada akhir Juli 2020 melaporkan penemuan armada besar kapal penangkap ikan Tiongkok di perairan Kepulauan Galapagos Ekuador, yang berfluktuasi hingga lebih dari 350 kapal sebelum armada itu pada akhirnya meninggalkan daerah tersebut pada pertengahan Oktober untuk menangkap ikan lebih jauh ke selatan. Namun keberadaan armada penangkap ikan perairan jauh (distant-water fishing – DWF) Tiongkok di daerah itu telah berkembang selama beberapa tahun. Kekhawatiran atas penangkapan ikan ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak diregulasi (IUU) armada itu juga meningkat, dipicu oleh penyitaan Fu Yuan Yu Leng 999 pada Agustus 2017, sebuah kapal berpendingin berbendera Tiongkok yang ditemukan di Kepulauan Galapagos dengan hasil tangkapan sekitar 3.000 ton ikan langka, hampir punah, atau spesies yang terancam punah di atas kapal, termasuk 600 ekor ikan hiu.

Dengan menggunakan data dan wawasan dari Windward, platform intelijen maritim prediktif, analisis kami meneliti bagaimana fenomena penangkapan ikan ini telah berkembang seiring berjalannya waktu dan siapa yang berada di balik upaya penangkapan ikan yang semakin intensif ini. Aktivitas penangkapan ikan ini merupakan hasil dari strategi perikanan global Republik Rakyat Tiongkok (RRT), termasuk subsidi besar yang diberikan kepada industri tersebut. Kami memeriksa sejauh mana RRT mungkin terlibat dalam penangkapan ikan IUU, dengan alasan bahwa meskipun pemerintah Tiongkok telah bergerak untuk membatasi aktivitas penangkapan ikan IUU, beberapa tantangan tetap ada. Meskipun armada tersebut tampaknya beroperasi secara legal, beberapa perilaku mengindikasikan adanya pengecualian. Selain itu, meskipun tampaknya terdapat kepatuhan teknis terhadap undang-undang dan peraturan yang ada, beberapa aktivitas penangkapan ikan Tiongkok termasuk dalam kategori yang tidak dilaporkan dan tidak diregulasi serta layak mendapatkan pertimbangan yang cermat dalam hal keberlanjutan operasi semacam itu.

PERHATIAN BARU, TAPI BUKAN HAL BARU

Data Windward membantu memvisualisasikan aktivitas armada Tiongkok seiring berjalannya waktu, yang menggambarkan bahwa keberadaan kapal penangkap ikan Tiongkok di perairan di sekitar zona ekonomi eksklusif (ZEE) Kepulauan Galapagos sepanjang 370 kilometer telah meningkat selama beberapa tahun. Pada tahun 2015, hampir tidak ada aktivitas penangkapan ikan Tiongkok di Kepulauan Galapagos dan perairan di luar ZEE kepulauan itu. Akan tetapi, mulai tahun 2016, hal itu berubah secara dramatis. Pada Agustus 2016, misalnya, 191 kapal berbendera Tiongkok menangkap ikan di wilayah Kepulauan Galapagos yang lebih luas — sangat kontras dengan satu kapal Tiongkok yang terdeteksi di daerah itu pada bulan yang sama pada tahun 2015. Sejak itu jumlahnya meningkat, berfluktuasi berdasarkan musim penangkapan ikan. Selama tahun 2017, selama tiga bulan ditemukan lebih dari 200 kapal per bulan yang melakukan penangkapan ikan di daerah itu, memuncak menjadi 263 kapal pada bulan Juli. Pada tahun 2018, ada empat bulan berturut-turut — Mei hingga Agustus — dengan lebih dari 200 kapal Tiongkok per bulan yang melakukan penangkapan ikan di daerah itu, dan ditemukan 193 kapal pada Desember 2018. Puncaknya pada tahun itu adalah 286 kapal pada bulan Juni. Pada tahun 2019, ada lima bulan dengan lebih dari 200 kapal per bulannya, sedangkan pada Juni dan Juli 2019 ditemukan adanya 197 kapal dan 130 kapal. Puncaknya pada tahun 2019 adalah September, dengan 298 kapal (Gambar 1).

Fenomena itu kini menjadi lebih ekstrem, dengan empat bulan pada tahun 2020 ditemukan adanya lebih dari 200 kapal per bulan, termasuk dua bulan dengan lebih dari 300 kapal per bulannya. Pada Juli 2020, ada 342 kapal Tiongkok yang menangkap ikan di daerah itu, pada Agustus 2020 ada 344 kapal dan pada September 2020 ada 295 kapal.

Untuk lebih memahami peningkatan besar dalam aktivitas ini, penting untuk memahami kebijakan yang mendorong industri penangkapan ikan Tiongkok.

MEMAHAMI STRATEGI PENANGKAPAN IKAN GLOBAL TIONGKOK 

Karena kemampuan agregasi data Windward, dimungkinkan untuk memeriksa beberapa detail di balik armada besar ini. Di antara Juli dan Agustus 2020, 364 kapal Tiongkok di daerah itu terdeteksi pada sistem informasi otomatis (AIS). Kapal dengan berat kotor lebih dari 300 ton yang beroperasi secara internasional, berdasarkan Konvensi Keselamatan Jiwa di Laut, harus dilengkapi dengan AIS dan dibiarkan terus menyala. Oleh karena itu, mungkin ada lebih dari 364 kapal karena beberapa kapal mungkin ada tetapi kondisinya “gelap” dan dengan demikian tidak terdeteksi melalui AIS. Penelitian terhadap 364 kapal itu mengungkapkan wawasan berharga tentang kepemilikan dan provinsi asal kapal-kapal itu. Meskipun ada beberapa kapal yang kepemilikannya tidak diketahui, 55 perusahaan memiliki armada itu di atas kertas, meskipun beberapa perusahaan memiliki alamat yang sama, menunjukkan bahwa mungkin ada kurang dari 55 pemilik yang sebenarnya.

Kapal-kapal di lepas pantai Kepulauan Galapagos merupakan bagian dari armada DWF Tiongkok, yang beroperasi di daerah di luar yurisdiksi nasional — atau “laut lepas” sebagaimana didefinisikan berdasarkan Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNCLOS) — dan di ZEE negara tuan rumah berdasarkan perjanjian akses perikanan bilateral. RRT secara resmi melaporkan 2.701 kapal DWF pada tahun 2019 dan 159 perusahaan DWF pada tahun 2017.

Armada di sekitar Kepulauan Galapagos merupakan hasil dari perubahan nyata dalam kebijakan perikanan Tiongkok. Dari peluncuran industri DWF Tiongkok pada tahun 1985 hingga pertengahan tahun 2010-an, strategi RRT adalah memperluas armada itu dan meningkatkan hasil tangkapan. Namun, dalam rencana lima tahun perikanan ke-13 RRT — rencana terbarunya — strategi itu bergeser dari berfokus pada ekspansi menjadi berfokus pada pemutakhiran dan konsolidasi industri itu. RRT bertujuan untuk memiliki kontrol lebih besar atas seluruh rantai pasokan, mulai dari titik panen, transportasi dan pendaratan, hingga pemrosesan dan distribusi, dan pada akhirnya, ke pasar ritel. Bersamaan dengan perubahan kebijakan ini, ketika RRT memutakhirkan teknologi kapalnya untuk memproses dan menyimpan hasil tangkapan dengan lebih baik, RRT bertujuan untuk mengirimkan lebih banyak hasil tangkapan DWF untuk dijual di pasar domestik Tiongkok. RRT telah membangun infrastruktur pelabuhan domestik untuk distribusi makanan laut ini. Pada tahun 2018, RRT mengirimkan 65% hasil tangkapannya ke dalam negeri, meningkat dari 49% hasil tangkapan pada tahun 2009.

Bersamaan dengan itu, RRT telah beralih dari ketergantungan pada hasil tangkapan dari ZEE lain menuju penangkapan ikan di laut lepas karena negara-negara tuan rumah menjadi lebih peduli tentang penangkapan ikan tidak berkelanjutan yang dilakukan oleh armada asing di perairan mereka dan kerugian yang ditimbulkannya telah meningkat. Meskipun beberapa wilayah laut lepas diawasi oleh organisasi pengelolaan perikanan regional (RFMO), tidak ada badan pengatur yang komprehensif untuk penangkapan ikan di laut lepas dengan ruang lingkup global. Karena daerah laut lepas menjadi semakin banyak diregulasi oleh kebijakan tambal sulam RFMO, kuota penangkapan ikan dapat didistribusikan ke armada yang memiliki sejarah keberadaan penangkapan ikan di daerah itu. Sebuah laporan satuan tugas yang diterbitkan pada tahun 2010 oleh pemerintah, industri, dan akademisi Tiongkok berpendapat bahwa negara-negara dengan sejarah penggunaan samudra yang lebih panjang memiliki lebih banyak kekuasaan dalam menentukan bagaimana sumber daya didistribusikan dan dengan demikian menerima bagian yang lebih besar dari sumber daya itu — “pendudukan menghasilkan hak dan kepentingan.” Sesuai dengan tren ini, armada DWF Tiongkok menangkap 66% hasil tangkapannya dari laut lepas pada tahun 2017, dibandingkan dengan 43% hasil tangkapan pada tahun 2010.

Investasi Tiongkok dalam strategi ini tercermin dari provinsi asal kapal-kapal ini. Dari 364 kapal yang ditemukan beroperasi di luar Kepulauan Galapagos pada Juli dan Agustus 2020, 92 kapal tidak dapat dikaitkan secara definitif dengan pemilik tertentu. Dari 272 kapal yang dapat dikaitkan dengan pemiliknya, 188 kapal berasal dari provinsi Zhejiang. Karena kapal Tiongkok yang dimiliki oleh perusahaan yang sama cenderung memiliki nama yang seragam dan hanya dibedakan dengan nomor yang berbeda, maka besar kemungkinan 50 kapal tanpa nama perusahaan itu juga berasal dari Zhejiang karena memiliki kesamaan nama. Oleh karena itu, dua pertiga (238) kapal penangkap ikan besar kemungkinan berasal dari Zhejiang. Dari sisanya, 46 kapal berasal dari provinsi Shandong, ditambah 19 kapal yang besar kemungkinan dari Shandong, dengan total 65 kapal, atau 18% (Gambar 2).

Bukan kebetulan bahwa Zhejiang dan Shandong merupakan provinsi asal untuk 83% armada itu. Kedua provinsi itu merupakan penerima terbesar dari setidaknya satu program subsidi perikanan DWF, masing-masing provinsi menerima sekitar 2,1 miliar yuan Tiongkok (324,6 juta dolar A.S.) dari pemerintah pusat dari tahun 2018 hingga 2019. Penerima terbesar ketiga, provinsi Fujian, yang menyumbang kelompok kapal penangkap ikan terbesar berikutnya, menerima subsidi pemerintah sebesar 1,181 miliar yuan ($182,5 juta dolar A.S.) selama periode yang sama. Ketiga provinsi ini juga merupakan produsen utama dari total hasil tangkapan DWF resmi RRT, yaitu sebesar 2,257 juta ton pada tahun 2018 (Gambar 2 dan 3).

Karena RRT bertujuan untuk membawa pulang semakin banyak hasil tangkapan globalnya, ketiga provinsi ini juga merupakan lokasi dari tiga pelabuhan baru atau yang direncanakan yang didedikasikan untuk mendaratkan hasil tangkapan DWF. Zhejiang menghasilkan persentase terbesar hasil tangkapan DWF Tiongkok (24% pada tahun 2018). Oleh karena itu, pada tahun 2015, pelabuhan penangkapan ikan DWF nasional pertama diusulkan untuk dibangun di Zhoushan, Zhejiang. Pangkalan DFW Nasional Zhoushan, yang didukung oleh pendanaan pemerintah, berfungsi untuk mempromosikan makanan laut DWF ke pasar domestik, dengan infrastruktur pelabuhan untuk mendukung berlabuhnya 1.300 kapal penangkap ikan, fasilitas pemrosesan dan penyimpanan, dengan kapasitas 1 juta ton hasil tangkapan setiap tahunnya dan pusat pembuatan kapal. Cumi-cumi merupakan spesies utama yang didaratkan di pelabuhan itu, yang difasilitasi oleh Pusat Perdagangan Cumi-Cumi DWF Tiongkok.

Shandong, produsen hasil tangkapan DWF terbesar ketiga di negara itu (20% pada tahun 2018), merupakan kampung halaman bagi pelabuhan kedua, Pangkalan DWF Nasional Shawodao, yang disetujui untuk dibangun pada tahun 2016 di kota Rongcheng. Dengan fasilitas pendukung serupa, Shawodao akan mampu menjadi tempat berlabuh bagi 1.000 kapal penangkap ikan dan menangani perdagangan 600.000 ton ikan, termasuk cumi-cumi dan tuna. Fujian, kampung halaman bagi kelompok kapal DWF pertama RRT dan produsen hasil tangkapan DWF terbesar kedua (21% pada tahun 2018), akan menjadi lokasi pelabuhan ketiga, Pangkalan DWF Nasional Fuzhou (Lianjiang) di kota Fuzhou, yang telah disetujui untuk dibangun pada tahun 2019.

Perubahan pola kebijakan DWF RRT juga tercermin dalam data perdagangan dan hasil tangkapan. Impor cumi-cumi RRT dari Argentina dan Peru turun (Gambar 4), sementara itu hasil tangkapannya sendiri meningkat, mungkin karena memutuskan untuk menangkap cumi-cumi melalui armada DWF-nya. Hasil tangkapan cumi-cumi Zhejiang tumbuh dari 69.000 ton pada tahun 2009 menjadi 356.000 ton pada tahun 2018, sementara itu hasil tangkapan cumi-cumi Shandong tumbuh dari 21.000 ton menjadi 102.000 ton pada periode yang sama, demikian menurut statistik resmi RRT.

PENANGKAPAN IKAN IUU DI ZEE KEPULAUAN GALAPAGOS? 

Memvisualisasikan bahkan sebagian dari aktivitas penangkapan ikan pada Juli dan Agustus 2020 merupakan upaya yang bermanfaat dan informatif dalam beberapa situasi. Berdasarkan analisis algoritme Windward terhadap data AIS, setiap titik pada gambar di bawah ini mewakili kapal Tiongkok yang melakukan penangkapan ikan selama periode itu (Gambar 5).

Tidak ada satu titik pun yang muncul di dalam ZEE Kepulauan Galapagos, yang garis tepinya hampir dibentuk dengan sempurna oleh titik-titik tersebut. Ini sesuai dengan pernyataan Presiden Ekuador Lenin Moreno di Twitter bahwa fokus negaranya adalah melindungi ZEE Ekuador.

Armada Tiongkok tidak diizinkan menangkap ikan dalam ZEE Ekuador, dan, sejauh yang diindikasikan oleh data AIS, armada itu tampaknya hanya berada di laut lepas dan bukannya dalam ZEE Ekuador.

Situasi ini kontras dengan perilaku di masa lalu. Contohnya, visualisasi aktivitas pada Juli dan Agustus 2017, ketika kapal Tiongkok menangkap ikan di dalam ZEE Kepulauan Galapagos (Gambar 6). 

Aktivitas penangkapan ikan ilegal itu mencapai puncaknya saat kedatangan Fu Yuan Yu Leng 999 di ZEE itu pada 12 Agustus 2017. Tiga hari kemudian, kapal itu disita, dan kapten serta anak buah kapalnya dijatuhi hukuman empat tahun penjara dan denda 88,5 miliar rupiah (6,1 juta dolar A.S.). Para operatornya mungkin percaya bahwa kapal kargo berpendingin, tidak seperti kapal penangkap ikan, kecil kemungkinannya terdeteksi, apalagi disita karena keterlibatannya dalam penangkapan ikan ilegal. Akan tetapi, seperti dilaporkan, kapal kargo itu melakukan pemindahan muatan hasil tangkapan ilegal dari kapal penangkap ikan “gelap” di laut, meskipun anak buah kapal penangkap ikan ini tidak pernah ditangkap dan diadili karena aktivitas ilegal mereka (Gambar 7).

Dilihat dari aktivitas AIS dan respons kebijakan RRT, insiden itu membuat armada Tiongkok lebih berhati-hati. RRT membuat daftar hitam penangkapan ikan IUU pada akhir tahun 2017, menghapus beberapa subsidi untuk menghukum kapal yang tertangkap terlibat dalam penangkapan ikan IUU, membuat pusat pelatihan dan kepatuhan DWF, dan membatasi armada itu sebanyak 3.000 kapal. Pada Februari 2020, Kementerian Urusan Pedesaan dan Pertanian Tiongkok merevisi peraturan DWF-nya dengan memformalkan larangan penangkapan ikan IUU dan meminta kapal-kapal untuk meninggalkan daerah penyangga di sekitar area terlarang. Meskipun peraturan tersebut tidak menentukan ukuran daerah penyangga itu, pemberitahuan lanjutan tentang keselamatan DWF menetapkannya sejauh 1,85 kilometer.

Penangkapan Ikan IUU di Laut Lepas?

Meskipun armada itu tampaknya tidak melakukan penangkapan ikan secara ilegal di ZEE Kepulauan Galapagos, kapal-kapal itu tunduk pada aturan RFMO yang mengatur penangkapan ikan di laut lepas. Penangkapan ikan tuna di daerah ini dikelola oleh Inter-American Tropical Tuna Commission (IATTC). RRT merupakan anggota RFMO ini. IATTC menetapkan kuota tahunan untuk spesies tuna dan menyimpan daftar kapal penangkap ikan dan transportasi yang terdaftar, serta kapal yang tertangkap saat terlibat dalam penangkapan ikan IUU. RRT memiliki 415 kapal rawai tuna yang terdaftar di IATTC. Dari 364 kapal yang menangkap ikan di luar ZEE Kepulauan Galapagos pada Juli dan Agustus 2020, hanya satu kapal yang terdaftar di IATTC.

Mayoritas armada itu berada di bawah yurisdiksi South Pacific Regional Fisheries Management Organization (SPRFMO), yang mengatur spesies laut lepas selain tuna, seperti ikan jack mackerel (Trachurus murphyi) dan, sekarang, cumi-cumi. Dari 363 kapal yang menangkap ikan di luar ZEE Kepulauan Galapagos yang tidak terdaftar di IATTC, semuanya kecuali 16 kapal terdaftar di SPRFMO. Sebagai salah satu RFMO lebih baru, yang didirikan pada tahun 2012, cakupan spesies SPRFMO masih terus berkembang. Tiongkok mulai menangkap ikan jack mackerel dengan 15 kapal pada tahun 2003 setelah melakukan misi penangkapan eksplorasi pada tahun 2001 dan 2002. Hasil tangkapan ikan jack mackerel Tiongkok tumbuh dari 14.000 ton pada tahun 2005 menjadi 61.229 ton pada tahun 2018, dengan provinsi Shandong menyumbang 65%, diikuti oleh provinsi Zhejiang sebesar 24%.

Regulasi cumi-cumi laut dalam berskala besar pertama kalinya dilakukan pada tahun 2020. SPRFMO mengeluarkan langkah-langkah untuk meregulasi penangkapan cumi-cumi terbang jumbo, yang mulai berlaku pada tahun 2021. Hingga saat itu, penangkapan ikan cumi-cumi di Tiongkok bukanlah tindakan ilegal melainkan tidak dilaporkan, dan RRT mungkin telah membentuk keberadaan penangkapan ikan terbesar dan mengambil keuntungan dari tidak adanya peraturan. Pemerintah Tiongkok juga memprakarsai moratorium pertama penangkapan cumi-cumi di laut lepas, termasuk daerah yang berdekatan dengan Kepulauan Galapagos pada tahun 2020. Ini menunjukkan bahwa RRT menyadari bahwa tingkat penangkapan ikan armadanya sangat tidak berkelanjutan sehingga dapat merongrong kepentingan jangka panjangnya.

Lagi pula, 700 dari 1.135 kapal yang terdaftar di SPRFMO, atau 62%, berbendera Tiongkok. Dua armada terbesar berikutnya yang jumlahnya 127 kapal dan 99 kapal, masing-masing berbendera Panama dan Peru.

Tantangan yang Tersisa

Meskipun armada Tiongkok tampaknya telah menghindari penangkapan ikan ilegal di ZEE Kepulauan Galapagos dan sebagian besar terdaftar di RFMO yang relevan, masih ada alasan untuk merasa khawatir. Kapal-kapal itu dapat mematikan transponder AIS mereka dan menjadi gelap atau tidak terdeteksi. Ada kekhawatiran dengan kapal-kapal Tiongkok yang didaftarkan dengan menggunakan bendera negara lain dan masalah dengan pemindahan muatan hasil tangkapan. Nama kapal yang serupa dan perubahan ukuran kapal yang dilaporkan meningkatkan tantangan penegakan hukum. Akhirnya, meskipun legal, aktivitas penangkapan ikan ini belum tentu berkelanjutan.

Armada Tiongkok mungkin telah melakukan salah satu dari tiga hal untuk menghindari pelanggaran hukum atau tampaknya melanggar hukum:

Tetap berada tepat di luar ZEE.

Hanya mengirimkan kapal yang tidak terdeteksi ke dalam ZEE.

Menggunakan kapal berbendera non-Tiongkok untuk menangkap ikan dari dalam ZEE dan melakukan pemindahan muatan di laut lepas.

Dengan memusatkan begitu banyak kapal di luar ZEE, dengan kondisi AIS aktif, pendekatannya mungkin untuk mengalihkan perhatian dari pendudukan gelap ke dalam perairan Kepulauan Galapagos atau menyembunyikan pemindahan muatan dengan kapal lain di depan mata. Gambaran aktivitas penangkapan ikan pada Juli dan Agustus 2020 ketika mengamati semua kapal, tidak hanya kapal Tiongkok, menunjukkan 554 kapal terlibat dalam melakukan operasi penangkapan ikan, banyak di antaranya berada di dalam ZEE (Gambar 8).

Penggalian data secara lebih lanjut menunjukkan bahwa 363 dari 554 kapal itu terlibat dalam operasi penangkapan ikan dan bertemu dengan kapal lain, menunjukkan pemindahan muatan atau bunkering, proses memasok bahan bakar ke kapal. Tidak mengherankan, sebagian besar kapal yang bertemu itu adalah kapal Tiongkok dengan kapal Tiongkok lainnya atau kapal Ekuador dengan kapal Ekuador lainnya. Dengan menyisihkan kapal-kapal yang bertemu itu, dan menyisihkan secara lebih lanjut kapal penumpang, hanya ada 20 kapal yang tercatat. Sebagian besar dari kapal-kapal itu merupakan kapal milik Tiongkok dan berbendera Panama, dan sebagian besar merupakan kapal kargo berpendingin — jenis yang digunakan untuk mengangkut ikan.

‘Kapal Kargo Berpendingin’

Perilaku kapal kargo berpendingin, atau “reefer”, menunjukkan bahwa armada itu mungkin telah belajar dari pengalaman Fu Yuan Yu Leng 999. Kapal He Tai, misalnya, dimiliki oleh perusahaan Tiongkok yang memiliki alamat yang sama dengan perusahaan Tiongkok yang mengoperasikan kapal Fu Yuan Yu Leng 999. Alamatnya berada di daerah yang sama dengan perusahaan lain yang memiliki dan mengoperasikan beberapa armada kapal berbendera Tiongkok. Kapal He Tai berbendera Panama dan tidak pernah menyeberang ke dalam ZEE Kepulauan Galapagos. Akan tetapi, kapal itu telah bertemu dengan 25 dari 364 kapal Tiongkok yang sedang menangkap ikan di daerah itu, dua kapal di antaranya telah ditemui sebanyak dua kali (Gambar 9). Meskipun tidak selalu bersifat ilegal, penggantian bendera kebangsaan kapal ini umumnya dilihat sebagai cara untuk mencari standar yang lebih rendah bagi operasi penangkapan ikan. Tiongkok telah mengumumkan langkah-langkah baru yang meregulasi pemindahan muatan hasil tangkapan di laut lepas, meskipun tidak jelas apakah ini akan mencakup pemindahan muatan ke kapal berbendera negara lain.

Contoh lain menunjukkan masalah dengan kapal-kapal yang tidak terdeteksi dan pengukuran parameter kapal yang diubah. Ambil contoh, Ming Hang 5, kapal kargo berpendingin berbendera Hong Kong yang pada Juli dan Agustus 2020 bertemu 42 kali dengan armada penangkapan ikan Tiongkok. Pola perilakunya menunjukkan aktivitas yang mencurigakan. Pada 13 Juli, Ming Hang 5 bertemu dengan enam armada Tiongkok dan mengubah draftnya tiga kali dari 0,0 menjadi 6,8 menjadi 0,0 dan kembali ke 6,8 — sebuah taktik yang menunjukkan upaya untuk mengaburkan draft kapal yang sebenarnya dan setiap perubahan terhadap draft kapal timbul akibat penangkapan ikan atau pemindahan muatan. Selanjutnya, setelah enam kali pertemuan, kapal itu mengalihkan rute perjalanannya. Pengamatan yang cermat terhadap pertemuan-pertemuan itu menunjukkan bahwa Gang Tai 8 tidak terdeteksi selama empat hari sebelum bertemu dengan Ming Hang 5, dan Ming Zhou 622 tidak terdeteksi selama 10 jam sehari sebelumnya. Demikian pula, pada 30 Juli, Ming Hang 5 mengubah draftnya di antara 0,0 dan 6,8 sebanyak lima kali dan mengadakan pertemuan selama 14 jam dengan Fu Yuan Yu 7875, yang menghabiskan waktu 13 jam pada hari sebelumnya dalam kondisi tidak terdeteksi (Gambar 10). Fu Yuan Yu 7875 memiliki pemilik yang sama dengan Fu Yuan Yu 7862, yang merupakan kapal terakhir yang diketahui bertemu dengan Fu Yuan Yu Leng 999 sebelum disita pada Agustus 2017.

Seperti yang ditunjukkan Gambar 10, Ming Hang 5 melintasi ZEE Kepulauan Galapagos di antara 10 dan 11 Juli. 

Tepat sebelum memasuki ZEE Kepulauan Galapagos pada pagi hari tanggal 10 Juli, panjang yang didaftarkannya berubah dari 172 meter menjadi 150 meter. Malam itu, draftnya berubah dari Tidak Ada menjadi 6,8 dan panjangnya kembali menjadi 172 meter. Dua jam kemudian, kapal itu mengubah draftnya dari 6,8 menjadi 0,0 dan panjangnya menjadi 150 meter. Kurang dari satu jam kemudian — tepat setelah tengah malam — kapal itu mengubah draftnya menjadi 6,8 dan panjangnya menjadi 172 meter. Penggantian bolak-balik ini berlanjut beberapa kali sebelum kapal itu meninggalkan ZEE Kepulauan Galapagos. Pola perilaku Ming Hang 5 yang membingungkan itu, bersama dengan perubahan draftnya yang tidak menentu, menunjukkan upaya untuk mengaburkan aktivitas dan tujuan yang dimaksudkan. Pengamatan terhadap kapal kembarannya, di bawah kepemilikan yang sama, memberikan perbandingan yang menarik. Ming Hang 7 melakukan 54 pertemuan dengan armada Tiongkok sebelum kembali ke Tiongkok dengan 119% kapasitas kargo berdasarkan tonasenya. Dengan kata lain, meskipun tidak melakukan kunjungan di pelabuhan mana pun, kapal itu terlalu penuh dan sangat menunjukkan pemindahan muatan hasil tangkapan sumber daya ikan.

Dinamika ini konsisten dengan beberapa kapal kargo berpendingin lainnya. Yong Hang 3 berulang kali mengubah draftnya di antara 6,5 dan 0,0, sehingga tidak mungkin untuk menentukan bagaimana 19 pertemuannya dengan armada Tiongkok memengaruhi draft aktualnya. Shen Ju telah berada di area itu sejak April 2020 dan terus-menerus mengubah draftnya di antara 7,8 dan 0,0, sehingga tidak mungkin untuk menentukan efek dari 55 pertemuannya dengan armada itu. Shun Ze Leng 6 baru menggunakan nama itu saat berganti kepemilikan pada 29 Maret 2020. Setelah itu, kapal itu tidak pernah mengunjungi pelabuhan tetapi bertemu 50 kali dengan armada Tiongkok dan menambahkan setengah meter draft sebelum kembali ke Tiongkok dengan kapasitas 83% berdasarkan tonasenya. Yong Xiang 9 telah berada di daerah itu sejak April 2020 tanpa melakukan kunjungan pelabuhan, bertemu dengan armada itu sebanyak 18 kali sebelum kembali ke Tiongkok.

Semua ini menunjukkan upaya sistematis dalam memindahkan muatan hasil tangkapan di laut lepas untuk membawanya kembali ke Tiongkok. Taktik pengaburan itu mungkin merupakan campuran dari kekhawatiran akan kerusakan reputasi dan ketidakpastian akan hukum yang berlaku.

KAPAL TANKER

Dari 20 kapal kargo berpendingin, enam di antaranya adalah kapal tanker. Salah satunya tidak dapat diidentifikasi, menunjukkan bahwa kapal itu beroperasi secara ilegal, meskipun hanya melakukan dua kali pertemuan dengan kapal di armada Tiongkok, keduanya dengan Lu Rong Yuan Yu 939. Kapal B. Pacific, yang hanya melakukan satu kali pertemuan, merupakan kapal tanker kembaran dari B. Atlantic, yang terkenal karena melakukan pengisian ulang bahan bakar di Teluk Guinea. Menariknya, pertemuan itu dilakukan dengan Fu Yuan Yu 7876, kapal kembaran Fu Yuan Yu 7875 dan 7862. Hai Soon 26 terlibat dalam delapan pertemuan tetapi baru memasuki daerah itu pada akhir Agustus 2020 dan pergi pada awal September, menunjukkan kemungkinan memanfaatkan tingginya konsentrasi kapal yang melakukan pengisian ulang bahan bakar. Sebaliknya, tiga kapal tanker yang tersisa — Hai Xing (39 pertemuan), Hai Gong You 303 (69 pertemuan), dan Ocean Splendid (89 pertemuan) — semuanya tampaknya telah berada di daerah itu untuk khususnya melayani tidak hanya armada Tiongkok tetapi juga kapal kargo berpendingin seperti Shun Ze Leng 6 yang tampaknya telah melakukan pemindahan muatan dengan kapal penangkap ikan. Meskipun pengisian ulang bahan bakar semacam itu tidak ilegal, hal itu merupakan indikasi sejauh mana pengoperasiannya karena mempertahankan armada Tiongkok di laut membutuhkan berbagai macam kapal layanan, termasuk kapal tanker.

KEMBAR

Praktik lain yang dipertanyakan adalah penggunaan nama yang sama untuk kapal yang berbeda, yang dapat membuat pencegatan menjadi lebih sulit karena memungkinkan kapal-kapal itu untuk saling menyalahkan satu sama lainnya. Contoh yang menarik adalah Zhou Yu 921 yang berbendera Inggris, tidak sama dengan Zhou Yu 921 yang berbendera Tiongkok, yang merupakan bagian dari armada Tiongkok. Kapal Inggris itu panjangnya 33 meter, dan kapal Tiongkok itu panjangnya 51 meter. Meskipun pemilik kapal Inggris itu tidak dapat diverifikasi, ada alasan kuat untuk mencurigai adanya hubungan erat dengan kapal berbendera Tiongkok itu karena kedua kapal itu bertemu 19 kali pada Juli dan Agustus 2020.

Seorang petugas Angkatan Laut Ekuador memeriksa foto kapal penangkap ikan setelah armada kapal yang sebagian besar berbendera Tiongkok terdeteksi di dekat zona ekonomi eksklusif Kepulauan Galapagos pada 7 Agustus 2020.

Dalam tiga kasus lainnya, kapal yang berbeda memiliki nama dan nomor Organisasi Maritim Internasional (International Maritime Organization – IMO) yang sama. Baik Chang An 168 maupun Chang Tai 812 memiliki nama dan nomor IMO yang sama dengan kapal lain, meskipun, dalam kasus Chang Tai 812, kapal itu memiliki nomor Mobile Maritime Service Identity (MMSI) yang berbeda. Satu nama, Jin Hai 779, digunakan oleh tiga kapal penangkap ikan di daerah itu, yang masing-masing juga menggunakan nomor IMO dan MMSI yang identik. Penggunaan nama dan nomor identitas yang sama oleh beberapa kapal merupakan tindakan ilegal. Selain itu, dua kapal memiliki nama yang mirip, Jia De 12 dan Jia Da 12, tetapi hanya Jia De 12 yang ada dalam daftar kapal yang didaftarkan di SPRFMO.

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

Analisis ini memeriksa armada Tiongkok di sekitar Kepulauan Galapagos untuk lebih memahami perilaku makronya seiring berjalannya waktu, pendorong industrinya, dan beberapa taktik terbaru armada itu, serta untuk memastikan apakah penangkapan ikan IUU sedang terjadi. Dalam kebanyakan kasus, apa yang dapat dideteksi mungkin tidak bersifat ilegal, dan armada Tiongkok jelas berhati-hati untuk memberikan kesan kepatuhan terhadap hukum nasional dan internasional. Seperti yang ditunjukkan oleh perubahan baru-baru ini dalam kebijakan Tiongkok, beberapa dari kepatuhan ini besar kemungkinan benar-benar dilakukan. Tiongkok peduli dengan reputasi internasionalnya, dan pengetahuan tentang perlindungan lingkungan laut semakin berkembang di sana.

Pada saat yang sama, prioritas domestik RRT yang saling bersinggungan menghasilkan apa yang besar kemungkinan merupakan penangkapan ikan ilegal dan aktivitas yang pastinya tidak dilaporkan dan tidak diregulasi, yang memerlukan tanggapan kebijakan yang berbeda. Bukti menunjukkan bahwa aktivitas kapal yang tidak terdeteksi dan permainan tukar posisi multinasional berupaya mengaburkan penangkapan ikan ilegal di dalam ZEE Ekuador di sekitar Kepulauan Galapagos. Jika Ekuador dapat memantau aktivitas itu dengan lebih cermat dengan tidak hanya memantau armada itu, tetapi juga memantau perusahaan yang memilikinya dan kapal yang melayaninya, gambaran yang lebih lengkap dapat dibuat.

Aktivitas penangkapan ikan di laut lepas di luar ZEE Kepulauan Galapagos tidak diregulasi, dan keseluruhan upaya penangkapan ikan tampaknya tidak berkelanjutan dan tidak bertanggung jawab dari sudut pandang lingkungan. Armada itu besar kemungkinan tidak akan dapat beroperasi tanpa subsidi besar yang diberikan pemerintah Tiongkok setiap tahunnya. Pada tahun 2018, Tiongkok memberikan sekitar 21% dari semua subsidi perikanan global dan 27% dari subsidi global yang merugikan. Kuatnya pendanaan pemerintah Tiongkok menghasilkan armada penangkapan ikan global yang ukurannya jauh melampaui armada penangkapan ikan lainnya.

Meskipun analisis ini berfokus pada bulan-bulan puncak Juli dan Agustus 2020 di sekitar Kepulauan Galapagos, fenomena itu belum berakhir — sebagian besar kapal bergerak ke selatan dan, per pertengahan Oktober 2020, terkonsentrasi di laut lepas di luar bagian tengah dan selatan ZEE Peru (Gambar 11).

Tanggapan terhadap penangkapan ikan di laut lepas harus bersifat global. Pemahaman ilmiah tentang perikanan laut lepas tidak sekuat perikanan pesisir, oleh karena itu penting untuk mengambil pendekatan penuh kehati-hatian. Penangkapan ikan yang tidak berkelanjutan tidak hanya mengancam ketahanan pangan jangka panjang dan kelangsungan perekonomian industri itu, tetapi juga dapat menurunkan keanekaragaman hayati laut, yang sudah terancam oleh perubahan iklim. Di tingkat nasional, Program Pemantauan Impor Makanan Laut A.S. dapat diperluas untuk mencakup cumi-cumi, yang merupakan genus utama yang menjadi target armada itu. Secara regional, organisasi seperti Comision Permanente del Pacifico Sur, yang mewakili kepentingan dan pengelolaan perikanan kolektif Cile, Kolombia, Ekuador, dan Peru, dapat berkolaborasi dalam pengelolaan dan perlindungan laut lepas. Di tingkat internasional, kita harus mendukung upaya P.B.B. untuk membuat kesepakatan tentang perlindungan keanekaragaman hayati di daerah di luar yurisdiksi nasional. Hasil negosiasi Organisasi Perdagangan Dunia tentang subsidi perikanan juga akan sangat penting. RRT sedang berupaya mendapatkan pengecualian, dengan alasan bahwa RRT masih digolongkan sebagai negara berkembang.

Akan tetapi, pembangunan tidak akan pernah diperbolehkan merugikan seluruh planet ini, dan praktik penangkapan ikan yang tidak berkelanjutan di seluruh dunia telah memberikan tekanan ekstrem pada persediaan ikan global dan menurunkan kesehatan samudra secara dramatis. Kemampuan kita untuk menopang kehidupan manusia bergantung pada kemampuan kita untuk memelihara sumber daya yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup kita. Meskipun masalah ini menjadi perdebatan hukum, politik, atau lingkungan, masalah ini merupakan keprihatinan yang paling mendasar bagi seluruh umat manusia.  ο

Artikel ini pertama kalinya diterbitkan pada 19 Oktober 2020, di situs web Center for International Maritime Security. Windward menyediakan data dan visualisasi untuk Gambar 1 dan 5-11. Artikel ini telah diedit agar sesuai dengan format FORUM. 

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button