Cerita populer

Presiden A.S. Joe Biden mendukung penolakan terhadap klaim RRT di Laut Cina Selatan

The Associated Press

Pemerintahan Presiden A.S. Joe Biden pada Juli 2021 menguatkan penolakan pemerintahan sebelumnya terhadap hampir semua klaim maritim Republik Rakyat Tiongkok (RRT) di Laut Cina Selatan. Pemerintah Amerika Serikat juga memperingatkan RRT bahwa serangan apa pun terhadap Filipina di kawasan yang menjadi pusat ketegangan akan menarik tanggapan A.S. berdasarkan perjanjian pertahanan timbal balik.

Pesan keras dari Menteri Luar Negeri A.S. Antony Blinken itu muncul dalam sebuah pernyataan yang dirilis menjelang ulang tahun kelima putusan mahkamah internasional yang mendukung gugatan Filipina atas klaim RRT di seputar Kepulauan Spratly serta terumbu karang dan beting di sekitarnya. Beijing menolak putusan mahkamah itu.

Menjelang ulang tahun keempat putusan itu, pemerintahan Presiden A.S. pada saat itu, Donald Trump, menyatakan dukungan terhadap putusan itu tetapi juga mengatakan bahwa pihaknya menganggap hampir semua klaim maritim Tiongkok di Laut Cina Selatan di luar perairan Tiongkok yang diakui secara internasional sebagai klaim yang tidak sah.

“Tidak ada tatanan maritim berbasis aturan di mana pun yang berada dalam ancaman lebih besar daripada di Laut Cina Selatan,” ungkap Antony Blinken. Dia menuduh RRT terus “memaksa dan mengintimidasi negara-negara pesisir Asia Tenggara, mengancam kebebasan navigasi di jalur perlintasan global kritis ini.”

“Amerika Serikat menegaskan kembali kebijakannya pada 13 Juli 2020 terkait klaim maritim di Laut Cina Selatan,” ungkap Antony Blinken, merujuk pada pernyataan pendahulunya, Mike Pompeo. “Kami juga menegaskan kembali bahwa serangan bersenjata terhadap Angkatan Bersenjata Filipina, kapal umum, atau pesawat terbang di Laut Cina Selatan akan mengaktifkan komitmen pertahanan timbal balik A.S.”

Pasal IV Perjanjian Pertahanan Timbal Balik A.S.-Filipina tahun 1951 mewajibkan kedua negara untuk saling membantu jika terjadi serangan.

Sebelum dikeluarkannya pernyataan Mike Pompeo, kebijakan A.S. bersikeras agar perselisihan maritim di antara RRT dan negara-negara tetangganya yang lebih kecil diselesaikan secara damai melalui arbitrase yang didukung oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa. Perubahan kebijakan itu tidak berlaku untuk sengketa atas fitur-fitur lahan di atas permukaan laut, yang dianggap bersifat “teritorial.”

Meskipun A.S. tetap bersikap netral dalam sengketa teritorial, A.S. secara efektif memihak Brunei, Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Vietnam, yang semuanya menentang penegasan kedaulatan Tiongkok atas wilayah maritim di sekitar kepulauan, terumbu karang, dan beting yang disengketakan di Laut Cina Selatan.

“Kami menyerukan (kepada Tiongkok) untuk mematuhi kewajibannya berdasarkan hukum internasional, menghentikan perilaku provokatifnya, dan mengambil langkah-langkah untuk meyakinkan masyarakat internasional bahwa pihaknya berkomitmen pada tatanan maritim berbasis aturan yang menghormati hak semua negara, baik besar maupun kecil,” ungkap Antony Blinken dalam pernyataannya.

RRT telah menentang “keabsahan” putusan mahkamah itu dan telah menolak untuk berpartisipasi dalam proses arbitrase. RRT terus melanggar putusan itu dengan berbagai tindakan agresif yang telah membawanya ke dalam pertikaian teritorial dengan Malaysia, Filipina, dan Vietnam dalam beberapa tahun terakhir.

RRT mengklaim hampir semua wilayah di Laut Cina Selatan, tempat lintasan kapal pengangkut perdagangan yang nilainya sekitar 72,49 kuadriliun rupiah (5 triliun dolar A.S.) setiap tahun, dan secara rutin menolak setiap aksi militer A.S. di kawasan itu.

Partai Komunis Tiongkok telah berupaya menopang klaimnya dengan membangun pangkalan militer di atas atol-atol karang. A.S. tidak memiliki klaim atas perairan itu tetapi telah mengerahkan kapal perang dan pesawat terbang selama beberapa dekade untuk melakukan patroli dan mempromosikan kebebasan navigasi dan penerbangan di jalur perairan yang sibuk itu. (Foto: Sebuah kapal perang Angkatan Laut A.S. berlayar di dekat kepulauan yang dikuasai Beijing yang disengketakan di Laut Cina Selatan.)

 

FOTO DIAMBIL DARI: REUTERS

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button