Cerita populer

Komitmen A.S. di Laut Cina Selatan didasarkan pada visi Indo-Pasifik yang Bebas dan Terbuka

Baik melalui ucapan maupun tindakan nyata di lapangan, Amerika Serikat menegaskan kembali komitmennya terhadap supremasi hukum di Laut Cina Selatan, bergabung dengan sekutu dan mitra yang berpandangan serupa dalam menolak sikap agresif dan klaim teritorial tidak sah Republik Rakyat Tiongkok (RRT) di jalur perairan vital itu.

“Klaim Beijing terhadap sumber daya lepas pantai di sebagian besar wilayah Laut Cina Selatan benar-benar melanggar hukum, begitu pula dengan kampanye penindasannya untuk mengendalikan sumber daya itu,” ungkap Menteri Luar Negeri A.S. Mike Pompeo dalam sebuah pernyataan pada Juli 2020 yang memperkuat kebijakan A.S. di kawasan ini.

Pompeo dan rekan-rekannya dari Australia, India, dan Jepang menyatakan kembali pesan itu selama pertemuan tatap muka pada Oktober 2020.

“Para menteri menegaskan kembali bahwa negara tidak dapat menegaskan klaim maritim yang tidak sesuai dengan hukum internasional, terutama Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa,” ungkap Menteri Luar Negeri Australia Marise Payne dalam sebuah pernyataan setelah pertemuan empat negara Quad di Tokyo.

RRT mengklaim sebagian besar wilayah laut itu berdasarkan apa yang disebutnya sebagai sembilan garis putus-putus, demarkasi sewenang-wenang yang ditolak oleh mahkamah internasional pada tahun 2016 dan ditentang secara luas oleh negara-negara Laut Cina Selatan lainnya. Kendati ada putusan itu, RRT terus melakukan pelanggaran secara terang-terangan terhadap hukum maritim, termasuk membuat fitur-fitur buatan di perairan yang disengketakan dan membangun instalasi militer di lahan yang dikeruk. Kapal-kapal berbendera Tiongkok juga dituduh melanggar batas zona ekonomi eksklusif negara lain.

Kritik semacam itu terhadap kegiatan RRT telah menggema keras di seluruh Indo-Pasifik dan sekitarnya. Pada bulan Juni 2020, para pemimpin Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) mengeluarkan pernyataan yang menyerukan, sebagian, untuk nonmiliterisasi dan pengekangan diri di Laut Cina Selatan dan menekankan pentingnya “memelihara dan mempromosikan perdamaian, keamanan, stabilitas, keselamatan, dan kebebasan navigasi.”

Meskipun nama RRT tidak disebutkan, para pengamat mengatakan bahwa susunan kata itu ditujukan ke Beijing dan mewakili pernyataan paling kuat dari 10 negara anggota ASEAN terkait masalah itu. Vietnam, yang memegang jabatan ketua bergilir ASEAN, mengutuk latihan militer Tentara Pembebasan Rakyat di Laut Cina Selatan, termasuk pengerahan pasukan ke Kepulauan Paracel, yang direbut RRT pada tahun 1970-an dan diklaim kedaulatannya oleh Vietnam.

Negara-negara penggugat di Laut Cina Selatan, yang juga mencakup Brunei, Malaysia, Filipina, dan Taiwan, telah menyatakan keberatan dengan berbagai kegiatan RRT mulai dari mengganggu penangkapan ikan dan eksplorasi sumber daya alam, menabrak dan menenggelamkan kapal, dan menghancurkan terumbu karang melalui penangkapan ikan secara berlebihan dan pengerukan.

Negara-negara sekutu dan mitra, termasuk Australia, Brunei, India, Jepang, dan A.S., telah sering kali melakukan operasi kebebasan navigasi dan latihan militer di Laut Cina Selatan untuk mendukung Indo-Pasifik yang Bebas dan Terbuka. (Foto: Kapal Angkatan Laut Brunei dan Angkatan Laut A.S. transit di Laut Cina Selatan selama latihan Cooperation Afloat Readiness and Training (CARAT) Brunei pada Oktober 2020.)

“Kami mendukung masyarakat internasional dalam membela kebebasan laut dan menghormati kedaulatan serta menolak setiap dorongan untuk memaksakan ‘pandangan benar dan salah ditentukan oleh mereka yang berkuasa’ di Laut Cina Selatan atau kawasan yang lebih luas,” ungkap Pompeo dalam pernyataannya pada Juli 2020.

Keputusan itu telah menuai pujian dari negara-negara pesisir yang menghadapi serangkaian dampak yang meluas dari agresi RRT.

“Kami menyambut baik kontribusi konstruktif dan responsif A.S. terhadap upaya ASEAN untuk menjaga perdamaian, stabilitas, dan perkembangan di Laut Cina Selatan,” ungkap Menteri Luar Negeri Vietnam Pham Binh Minh selama KTT pada September 2020 dengan perwakilan negara anggota ASEAN dan Pompeo, demikian yang dilaporkan Bloomberg.

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button