Cerita populer

Perubahan teknologi dan strategi mendorong pertahanan rudal

Oleh Jim Garamone/Departemen Pertahanan A.S.

Perubahan teknologi, strategi, dan kapabilitas memicu kerja sama yang lebih erat di antara sekutu, dinas, dan komando kombatan Angkatan Bersenjata A.S. sehubungan dengan pertahanan rudal, demikian ungkap para perwira militer yang ditugaskan untuk menjalankan misi penting ini.

Tema konferensi virtual pada 24 Juni 2020 yang disponsori oleh Asosiasi Advokasi Pertahanan Rudal adalah kembalinya kompetisi kekuatan besar telah mengubah misi pertahanan rudal.

Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dan Rusia berinvestasi besar-besaran dalam membangun kemampuan rudal baru dalam segala hal mulai dari rudal hipersonik dan rudal jelajah hingga berbagai rangkaian rudal balistik. Tetapi negara-negara lain — terutama Iran dan Korea Utara — juga tetap menjadi ancaman, dan kemampuan pertahanan rudal di laut, di darat, atau di ruang angkasa harus mencakup keseluruhan rangkaian itu, demikian ungkap para peserta konferensi.

(Foto: Sistem pengujian pertahanan rudal Aegis berbasis darat diluncurkan dari Fasilitas Lapangan Rudal Pasifik A.S. di Hawaii pada Desember 2018.)

Perubahan terhadap Strategi Pertahanan Nasional sangat terasa di Komando Indo-Pasifik A.S. (USINDOPACOM), yang sedang menghadapi RRT yang berupaya secara aktif untuk menggulingkan tatanan internasional yang ada. “Tiongkok berinvestasi besar-besaran dalam sistem udara dan rudal … untuk memproyeksikan ‘anti-akses dan penolakan area,’ yang menantang Indo-Pasifik yang Bebas dan Terbuka,” ungkap Laksamana Muda Angkatan Laut A.S. Steve Koehler, direktur operasi USINDOPACOM.

Koehler mengatakan bahwa RRT harus menjadi perhatian bagi semua komando kombatan karena kemampuan Tiongkok yang semakin meningkat. “Tiongkok merupakan ancaman strategis jangka panjang terbesar bagi keamanan di abad ke-21, tidak hanya di Indo-Pasifik tetapi juga bagi seluruh dunia,” ungkapnya. “Partai Komunis Tiongkok berusaha secara aktif untuk mengganti tatanan berdasarkan aturan yang telah terbentuk guna mendikte norma dan perilaku internasional baru.”

Strategi Pertahanan Nasional itu mengarahkan militer untuk melakukan peningkatan alutsista setelah 20 tahun perang kontrapemberontakan untuk melindungi dari ancaman eksistensial dan musuh yang memiliki kemampuan hampir setara. Investasi militer A.S. harus bertujuan untuk mempertahankan efek penangkalan pertahanan rudal. Program itu harus memanfaatkan kemampuan mutakhir berdasarkan teknologi tercanggih, demikian ungkap para perwira itu, dan pertahanan rudal harus beradaptasi dengan perubahan ancaman dan berbagai bagian dunia yang berbeda.

Pertahanan tanah air merupakan faktor terpenting. “Kita tidak boleh diam dan berpuas diri,” ungkap Marsekal Muda Angkatan Udara A.S. Kevin A. Huyck, direktur operasi untuk Komando Pasukan A.S. Wilayah Utara. “Hal itu dilakukan melalui kemajuan teknologi, pengujian berkelanjutan, dan kemudian melihat bagaimana kita membawa kemajuan baru dalam sistem yang kita miliki saat ini, dan kemudian melihat ke masa depan.”

Ini mencakup sensor yang lebih baik, pencegat generasi berikutnya, dan arsitektur komando dan kontrol yang lebih baik, demikian ungkapnya.

“Kegagalan benar-benar bukanlah pilihan — kita telah banyak mendengarnya sebelumnya,” ungkap Huyck. “Saya melihat bahwa ketika ancaman terus berevolusi, kita juga harus berevolusi untuk mempertahankan keunggulan teknis dan militer kita. Apa yang perlu kita perhatikan adalah apa dampaknya terhadap arsitektur kita secara keseluruhan dan kebutuhan untuk meningkatkannya.”

Hal itu juga harus bersifat inklusif. Amerika Serikat bekerja sama dengan sekutu-sekutu dekatnya yang mencakup Australia, Israel, Jepang, Pakta Pertahanan Atlantik Utara, Arab Saudi, dan Korea Selatan.

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button