Tajuk Utama

Keamanan Maritim

Mantan kepala badan baru di Indonesia membagikan idenya untuk melawan pembajakan, penangkapan ikan ilegal, dan ancaman lain terhadap stabilitas

Staf FORUM 

Laksamana Madya TNI (Purn.) Achmad Taufiqoerrochman, mantan wakil kepala staf angkatan laut, telah menjabat sebagai kepala Badan Keamanan Laut Republik Indonesia (BAKAMLA), sejak Oktober 2018 hingga Februari 2020.

Setelah lulus dari Akademi Angkatan Laut Indonesia pada tahun 1985, dia ditugaskan sebagai perwira operasional dan bertugas di kapal permukaan serta memiliki spesialisasi di bidang perang anti-kapal selam. Dia menjabat sebagai komandan beberapa kapal perang, skuadron kapal pengawal, dan komando pelatihan armada. Prestasinya dalam berbagai penugasan yang diembannya di laut dan di darat mempercepat kemajuan kariernya. Sebagai seorang perwira tinggi, dia menjabat sebagai komandan kelompok tugas pertempuran laut dan panglima armada. Dia memimpin Satuan Tugas Merah Putih Indonesia dalam misi pada tahun 2011 untuk membebaskan awak kapal M/V Sinar Kudus dari Indonesia setelah perompak Somalia membajak kapal barang itu.

Satuan Tugas Duta Samudra berkolaborasi dengan satuan tugas terkemuka lainnya di kawasan ini, khususnya Satuan Tugas Gabungan 151, dan mendapatkan dukungan dari Pasukan Khusus Angkatan Laut dan Angkatan Darat Indonesia. Setelah lulus seleksi untuk menjadi perwira tinggi pada tahun 2011, dia menjadi Wakil Gubernur Akademi Angkatan Laut (AAL) Indonesia, kemudian menjadi Gubernur AAL pada tahun 2014, dan Panglima Armada RI Kawasan Barat pada tahun 2015. Selama masa jabatannya, dia membentuk Pasukan Reaksi Cepat Armada Barat yang berkontribusi untuk melumpuhkan pembajakan dan perampokan bersenjata di Selat Malaka dan Singapura hingga tidak ada insiden yang terjadi dalam waktu enam bulan.

Di bawah kepemimpinan Achmad Taufiqoerrochman, BAKAMLA berupaya menjadi badan keamanan maritim profesional yang dipercaya oleh komunitas maritim nasional dan internasional. Badan itu berupaya mewujudkan Indonesia yang berdaulat dan mandiri dengan karakter yang kuat. Badan yang dibentuk pada tahun 2014 itu bukan bagian dari Tentara Nasional Indonesia, meskipun para pemimpin puncaknya dipilih oleh presiden dari Angkatan Laut Indonesia. 

Misi BAKAMLA adalah untuk menjaga keamanan dan keselamatan di perairan teritorial dan yurisdiksi Indonesia dan mewakili Indonesia sebagai negara kepulauan; untuk memperkuat identitas Indonesia sebagai negara maritim dengan menjadikan BAKAMLA sebagai pengawal poros maritim dunia; dan untuk menjadikan Indonesia negara maritim yang kuat guna melindungi kepentingan nasionalnya.

Kapal Badan Keamanan Laut Republik Indonesia KN Tanjung Datu, kiri, berlayar di samping kapal cutter Stratton Pasukan Penjaga Pantai A.S. di Selat Singapura. SERSAN SATU LEVI READ/PASUKAN PENJAGA PANTAI A.S.

Peran utama BAKAMLA adalah untuk melakukan patroli keamanan dan keselamatan maritim di perairan dan yurisdiksi Indonesia guna memastikan masalah keamanan dan keselamatan laut, termasuk penangkapan ikan ilegal dan penyelundupan narkoba, dapat dicegah dan akan diberantas. BAKAMLA memiliki lebih dari 1.000 personel; 36 kapal kelas samudra, mulai dari perahu kecil hingga kapal yang panjangnya 110 meter; dan tiga pangkalan regional: pangkalan zona barat di Batam, pangkalan zona tengah di Manado, dan pangkalan zona timur di Ambon, yang mencakup 15 stasiun pemantauan keamanan dan keselamatan laut (SPKKL) di seluruh Indonesia.

BAKAMLA, yang bertanggung jawab secara langsung kepada presiden Indonesia, berada di bawah yurisdiksi Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, juga terpisah dari Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai Indonesia, yang berada di bawah Kementerian Perhubungan. BAKAMLA merupakan pemangku kepentingan dalam Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan Ilegal, yang dibentuk atas perintah presiden.

FORUM : Pengalaman Anda dalam banyak posisi karier utama membuat Anda menjadi kepala Badan Keamanan Laut Indonesia. Harap ceritakan lebih lanjut kepada Forum tentang misi BAKAMLA dan bagaimana Anda mentransformasi badan itu.

Laksamana Madya TNI (Purn.) Achmad Taufiqoerrochman: Ketika saya menerima panggilan dari presiden [Indonesia] untuk mengambil alih komando BAKAMLA, saya sedang berada di Rhode Island untuk menghadiri simposium pada tahun 2018 [Simposium Angkatan Laut Internasional ke-23 di U.S. Naval War College]. Ketika saya kembali, saya bertemu dengan staf presiden dan mengatakan kepada mereka bahwa mereka mungkin memilih orang yang salah untuk memimpin BAKAMLA karena selama 34 tahun berdinas di Angkatan Laut, saya selalu berada di unit kombatan. Sulit untuk mengubah pola pikir dari pertempuran ke penegakan hukum — dari datang dan hancurkan menjadi datang dan melindungi. Sulit untuk mengubah pola pikiran dan cara berpikir saya. Tetapi presiden mengatakan, Anda harus memimpin BAKAMLA dan menjadikan organisasi itu lebih baik, jadi saya mematuhi perintah beliau untuk bergabung dengan BAKAMLA.

Kolonel Bakamla Capt. Nyoto Saptono, kiri, komandan kapal KN Tanjung Datu Badan Keamanan Laut Republik Indonesia, berbincang dengan Kolonel Laut A.S. Bob Little, komandan kapal cutter Stratton Pasukan Penjaga Pantai A.S., ketika kedua kapal mereka ditambatkan di Batam, Indonesia.
SERSAN SATU LEVI READ/PASUKAN PENJAGA PANTAI A.S.

Jadi, kami belajar dulu … seperti apa itu BAKAMLA? Karena kami tidak pernah memikirkan BAKAMLA sebelumnya. Dan kami menemukan Peraturan Presiden untuk membentuk BAKAMLA dan menjadi fungsi pasukan penjaga pantai di Indonesia. Dan juga, untuk mengembangkan fasilitas pelatihan dan program pelatihan untuk semua anggota BAKAMLA. Kami perlu mendefinisikan apa itu pasukan penjaga pantai? Saya menyadari bahwa Pasukan Penjaga Pantai A.S. (U.S. Coast Guard – USCG) merupakan pasukan paling berpengalaman yang sudah terbentuk selama lebih dari 200 tahun.

Ketika saya membuka halaman pertama buku pedoman USCG, saya merasa sangat tertarik karena dikatakan bahwa USCG adalah salah satu dari tujuh lembaga berseragam di A.S. Pertanyaan selanjutnya adalah apa itu lembaga berseragam? Saya menyadari bahwa lembaga berseragam memiliki kewajiban eksklusif untuk menegakkan hukum dan menjadi pihak berwenang yang melaksanakan penegakan hukum. Untuk BAKAMLA, saya mengganti seragamnya dari seragam safari dan batik lengan panjang untuk membentuk identitas BAKAMLA sebagai institusi Pasukan Penjaga Pantai. Langkah pertama adalah mengubah pikiran masyarakat melalui seragam baru. Jadi sekarang kami memiliki seragam musim panas untuk pakaian dan seragam tempur.

Kami menyadari setelah kami mempelajari undang-undang yang menetapkan pembentukan badan itu bahwa kami perlu mendefinisikan misinya. Misi BAKAMLA adalah melakukan patroli untuk keamanan dan keselamatan laut dalam pencegatan maritim dan untuk menjalin sinergi dengan semua pemangku kepentingan serta memanfaatkan informasi yang tersedia untuk melakukan pengamanan laut. Kami harus melakukan patroli, perencanaan, dan pengorganisasian. Misi dan kemampuan kami terhubung guna menjalankan misi itu, jadi saya memberi tahu staf saya bahwa kami harus menetapkan prioritas. Pertama-tama kami harus mengembangkan CONOP, sebuah konsep operasi. Untuk armada dasar, kami membutuhkan 77 kapal, 29 helikopter, enam pesawat terbang patroli maritim, beberapa pangkalan, dan yang paling penting adalah pusat komando. Kami menyadari anggarannya cukup terbatas, jadi kami harus menetapkan prioritas, sehingga kami membangun pusat komando terlebih dahulu. Konsep sederhananya, karena kami memiliki banyak pemangku kepentingan, adalah harus memiliki peraturan dan undang-undang. Kami menyadari bahwa kami tidak bisa hanya menggunakan kesatuan komando untuk melakukan operasi, tetapi kami juga bisa memberikan kesatuan upaya, sehingga BAKAMLA dapat memberikan informasi yang paling dapat diandalkan.

Berikutnya, kami membahas di mana lokasi pertama stasiun pasukan penjaga pantai. Kami akan menempatkan dua stasiun dengan pusat komando, karena pusat komando harus berada di lokasi yang strategis. Contohnya, Indonesia memiliki empat titik keluar masuk rawan (chokepoint) dari sembilan titik keluar masuk rawan di dunia. Kami juga memiliki empat jalur komunikasi laut tambahan yang harus dapat kami jamin keamanannya, dan kemudian setelah itu poin-poin strategis lainnya memungkinkan kami memiliki total 21 stasiun pasukan penjaga pantai.

Kami memiliki garis pantai yang panjang. Kami tidak dapat menempatkan stasiun pasukan penjaga pantai di setiap tempat. Upaya itu akan sangat mahal, jadi kami harus memiliki stasiun pasukan penjaga pantai yang bergerak, sehingga mereka dapat bergerak secara dinamis ke suatu sektor ketika kami mendapatkan penugasan yang menjadi prioritas. Kami dapat memindahkan aset ke beberapa area dan mengabaikan area lainnya. Kemampuannya adalah pertama, pengawasan untuk mendeteksi dan menghentikan aktivitas ilegal. Dan tentu saja, penegakan hukum dan membantu mereka dalam operasi pencegatan maritim. Inilah prioritas saya di masa depan.

FORUM : Apa saja organisasi dan lembaga utama yang berinteraksi dengan Anda?

Laksamana Madya TNI (Purn.) Achmad Taufiqoerrochman: Lembaga pertama adalah Angkatan Laut. Mereka sudah memiliki aset dan sudah memiliki anggota yang terlatih untuk melakukan operasi. Kami bekerja sama secara erat dengan Angkatan Laut. Namun selain itu, penegakan hukum, kami bekerja sama secara erat dengan Polri, setelah itu kami bermitra dengan Badan Narkotika Nasional (BNN), bea cukai, Kementerian Perhubungan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan lainnya. Tetapi terutama Angkatan Laut dan Polri. Tantangan dan peluang bagi BAKAMLA adalah menciptakan sinergi di antara berbagai lembaga yang melakukan operasi penegakan hukum di laut, yang saat ini berada di bawah ketentuan beberapa peraturan dan undang-undang. Untuk memperbaiki situasi, BAKAMLA telah mengusulkan kepada DPR Indonesia untuk meratifikasi RUU Keamanan Laut, yang akan memperkuat peran BAKAMLA dalam mengoordinasikan berbagai lembaga.

FORUM : Bisakah Anda ceritakan lebih lanjut tentang upaya kerja sama BAKAMLA?

Laksamana Madya TNI (Purn.) Achmad Taufiqoerrochman: BAKAMLA mendukung kerja sama di Asia Tenggara dengan meningkatkan kegiatan bersama yang sudah ada dan upaya peningkatan kapasitas melalui pelatihan, lokakarya, dan seminar tentang isu-isu maritim, pertukaran informasi dan intelijen untuk meningkatkan keamanan dan keselamatan maritim. Kerja sama di masa depan dengan A.S. dan negara-negara Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) akan ditingkatkan. Ini akan mencakup kerja sama dalam pengembangan kapasitas, pelatihan, pendidikan, pembagian informasi dan intelijen. Kerja sama lain yang perlu ditingkatkan adalah kerja sama di tingkat regional dan multinasional, dalam bentuk simposium pasukan penjaga pantai dengan topik-topik khusus yang saat ini menjadi fokus perhatian global, seperti Laut Cina Selatan. Kami menyadari bahwa ancaman global terhadap keamanan maritim merupakan ancaman bersama semua pihak. Kami tidak dapat menyelesaikan masalah secara individu dan membutuhkan kerja sama internasional untuk menemukan solusi.

FORUM : Apa saja organisasi internasional yang berkoordinasi dengan Anda untuk membangun kemampuan dan kapasitas?

Laksamana Madya TNI (Purn.) Achmad Taufiqoerrochman: Kami menyadari bahwa Pasukan Penjaga Pantai A.S. merupakan lembaga yang paling berpengalaman, tetapi memiliki sifat dan tantangan yang berbeda, dan A.S. sangat berbeda dari Indonesia — dari sudut pandang kepulauan. Kami belajar dari pasukan penjaga pantai lain seperti Yunani. Saya kira Yunani memiliki kesamaan dengan Indonesia dengan 9.000 pulau, pulau terbanyak di Eropa. Kami juga belajar dari Filipina, Korea Selatan, dan Jepang. Kami mendapat manfaat dari kompleksitas fungsi pasukan penjaga pantai, kepulauan. Kami bisa belajar dari satu sama lain.

Tantangan pertama kami adalah posisi strategis dan konstelasi geografis Indonesia. Kami memiliki empat titik keluar masuk rawan (chokepoint) dan kemudian kami memiliki jalur komunikasi laut (sea lines of communication – SLOC). Berdasarkan ratifikasi Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNCLOS), kami harus bersiap untuk menjaga perlintasan yang aman di samudra, yang menambah kompleksitas. Tantangan kedua adalah fleksibilitas lingkungan strategis di dunia. Tantangan ini mengharuskan Indonesia untuk siap terlibat dan memengaruhi beberapa pemain besar di kawasan ini. Tantangan kami berikutnya adalah kami memiliki banyak perbatasan dengan banyak negara, dan beberapa di antaranya masih disengketakan. Ini akan membawa kemungkinan adanya gesekan antarnegara. Itulah sebabnya saya telah berbicara dengan sesama komandan pasukan penjaga pantai di kawasan ini untuk menghindari kesalahan perhitungan di laut, jadi mungkin kami bisa memulai hubungan baik antarnegara. Misalnya, baru-baru ini pada Juli 2019, kami mendeteksi enam armada kapal penangkap ikan dari Vietnam, yang dikawal oleh dua kapal pasukan penjaga pantai ketika mereka memasuki daerah yang disengketakan. Saya memerintahkan untuk mencegat mereka agar tidak memasuki wilayah kami. Dan karena mereka melakukan penangkapan ikan di daerah yang disengketakan, kami menyarankan mereka untuk mengeksplorasi penangkapan ikan di tempat yang tidak berada dalam daerah yang disengketakan. Kami memanggil Pasukan Penjaga Pantai Vietnam dan menemui mereka di laut. Mereka setuju, dan mereka menarik kapal-kapal mereka dari daerah itu ke arah utara. Saya pikir ada cara-cara yang baik untuk mencegah meningkatnya ketegangan. Kami menyadari karena mereka adalah kapal penangkap ikan tradisional, mereka mungkin tidak memiliki peta, atau GPS, atau mengetahui posisi yang benar ketika mereka masuk ke dalam perairan kami.

FORUM : Selain bertemu di laut, apakah Anda juga menghadiri konferensi internasional atau regional untuk membicarakan cara menghindari konfrontasi ini?

Laksamana Madya TNI (Purn.) Achmad Taufiqoerrochman: Kami juga memiliki organisasi yang diberi nama Pertemuan Kepala Badan Pasukan Penjaga Pantai Asia (Heads of Asian Coast Guard Agencies Meeting – HACGAM) untuk membahas masalah ini, tempat kami membahas cara menjalin kerja sama. Selain itu, sekarang staf kami melakukan latihan gabungan. Baru-baru ini, untuk pertama kalinya BAKAMLA mengirimkan kapal ke India untuk menghadiri latihan perencanaan gabungan dan juga di Jakarta, Pasukan Penjaga Pantai Korea, dan pada bulan Agustus Pasukan Penjaga Pantai A.S. mengirimkan kapal [kapal cutter Stratton Pasukan Penjaga Pantai A.S.] untuk berpartisipasi dalam latihan CARAT [Cooperation Afloat Readiness and Training] Indonesia. Kami juga melakukan patroli terkoordinasi dengan pasukan perbatasan Australia. Kami mengirimkan satu kapal, dan mereka juga mengirimkan satu kapal. Pada Oktober 2019, kami akan melakukan lebih banyak koordinasi staf, tidak hanya koordinasi patroli, dan melakukan kunjungan.

FORUM : Dengan negara mana saja Anda saat ini melakukan operasi patroli perbatasan?

Laksamana Madya TNI (Purn.) Achmad Taufiqoerrochman: Kami melakukan patroli perbatasan formal hanya dengan Australia, tetapi kami juga melakukan patroli informal dengan Pasukan Penjaga Pantai Vietnam, sehingga kami dapat bertemu di laut dan dapat menghindari permusuhan. Kami mengundang mereka di samping kapal saya, sehingga komandan dapat bertemu dan mendiskusikan serta menyelesaikan masalah. Saya pikir ini adalah cara terbaik untuk melakukan operasi.  

FORUM : Apa yang Anda lihat sebagai masalah keamanan utama bagi Indonesia yang ditangani oleh BAKAMLA?

Laksamana Madya TNI (Purn.) Achmad Taufiqoerrochman: Prioritas utama adalah untuk mengamankan Jalur Komunikasi Laut (Sea Lanes of Communication – SLOC) kemudian untuk menjamin kewajiban jalur laut kepulauan UNCLOS. Kami juga melihat prioritas untuk membuat tatanan yang baik di laut di yurisdiksi saya. Terakhir, kami dapat terus mempertahankan kedaulatan nasional kami terutama di laut. Sehubungan dengan penangkapan ikan ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak diatur (illegal, unreported and unregulated – IUU), kami mendukung Satuan Tugas 115, yang dipimpin oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan berdasarkan wewenang yang diberikan oleh presiden. Kami mendukung mereka untuk menyinergikan upaya kami. Selain itu, saya membagikan pengalaman saya kepada mereka ketika saya berdinas di Angkatan Laut sebagai komandan tempur dan armada. Contohnya, ketika mereka mulai membentuk satuan tugas, mereka tidak memiliki konsep untuk melakukan operasi … dan saya memiliki kapasitas untuk itu.

FORUM : Bersediakah Anda membahas tentang Laut Cina Selatan, pedoman perilaku dan pentingnya semua negara mematuhi tatanan berbasis aturan internasional?

Laksamana Madya TNI (Purn.) Achmad Taufiqoerrochman: Di Laut Cina Selatan, kami memiliki perbatasan dengan Vietnam, Malaysia, Filipina, Brunei. Kita harus menghentikan tindakan di luar UNCLOS — sembilan garis putus-putus. Tindakan ini penting untuk zona ekonomi kami. Kami tetap mendukung legalitas UNCLOS. Terkadang kami mengalami ketegangan di sana. Kembali ke pengalaman saya sebagai komandan. Kami melakukan pencegatan di Laut Cina Selatan karena kami telah mendeteksi banyak aktivitas signifikan di sana. Saya mencegat beberapa dari mereka, dan beberapa di antaranya adalah pasukan penjaga pantai Tiongkok. Mereka mengatakan, “Ini adalah daerah penangkapan ikan Tiongkok.” Jadi, saya katakan, “Saya tidak mengakui daerah penangkapan ikan tradisional. Di UNCLOS hanya ada hak penangkapan ikan tradisional, tidak ada daerah penangkapan ikan. Sehubungan dengan hak daerah penangkapan ikan, kami memiliki perjanjian resmi antarnegara.” Dengan Indonesia dan Malaysia … sejak dahulu kala, banyak penangkap ikan Malaysia, mereka menangkap ikan di perairan Indonesia setelah UNCLOS dengan kesepakatan — jadi tidak masalah, mereka masih ada di sana. Kami tidak mengakui daerah penangkapan ikan tradisional. Kami tetap mengikuti aturan UNCLOS, jadi kami masih melakukan penegakan hukum di kawasan ini untuk melakukan pencegatan.

FORUM : Mengapa penting untuk menjalin kerja sama dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya dan A.S.?

Laksamana Madya TNI (Purn.) Achmad Taufiqoerrochman: Berkaca pada pengalaman saya sebagai komandan grup tempur di Somalia … ketika sebuah kapal dagang dibajak oleh bajak laut Somalia, saya pernah menjadi komandan grup tempur. Presiden memutuskan untuk mengirimkan kelompok tugas dan setelah melakukan diskusi, beliau memilih saya untuk memimpin kelompok tugas ini. Karena pengalaman saya pada tahun 2004. (Saya ingat komandan Pasifik A.S. saat itu adalah Laksamana Thomas Fargo, dengan doktrin Fargo-nya, ketika A.S. mengirimkan aset ke kawasan ini untuk membentuk SLOC). Sebagai komandan, saya meminta izin dari Kepala Staf Angkatan Laut untuk mengirim saya ke Selat Malaka guna memberikan nasihat pada operasi tersebut. Karena, pada tahun 2004, pembajakan merupakan masalah besar di Selat Malaka dan di masa lalu, sebelum tahun 2004, mereka tidak berhasil melepaskan sandera kapal, untuk pesawat terbang, ya, tapi kapal, tidak pernah. Sebagai komandan, saya mengetahui hal itu dan saya segera bertindak, karena kami mendengar adanya pembajakan pada pukul 5 sore dan mereka menunjukkan dengan tepat posisinya. Lima jam kemudian kami menyelesaikan perencanaan dan pada pukul 11 malam. kami memanggil pasukan khusus untuk melakukan operasi pembebasan. Tetapi pada saat itu, mereka belum menggunakan operasi khusus. Saya punya pilihan untuk menarik anggota kami atau untuk melakukan penindakan. Saya mengambil risiko pada saat itu untuk melakukan penindakan dengan menggunakan tim saya. Saya memiliki dua tim yang masing-masing terdiri dari tujuh orang dengan total 14 orang. Kami memiliki lima pembajak dan 36 sandera. Kami mempelajari, mengikuti, dan menganalisis situasi serta mendapatkan momen yang tepat pada pukul 1 pagi untuk mulai menyerang. Kami melakukan pertempuran dalam jarak yang sangat dekat. Kami tidak pernah mempersiapkan diri untuk menghadapinya, jadi untuk peralatan, kami menggunakan AK-47. Anda dapat membayangkannya, AK-47 dengan kaliber 7,62 pada jarak 1,5 meter, sehingga Anda bisa membayangkan ketika peluru itu mengenai sasaran, kepala pembajak itu meledak. Kami berhasil melumpuhkan kelima pembajak dan operasi itu 100% sukses karena empat alasan. Pertama, kami berhasil membebaskan 36 sandera dengan selamat tanpa ada yang cedera. Kedua, semua pembajak berhasil dilumpuhkan. Ketiga, tidak ada peralatan kapal yang rusak. Akhirnya, kami menguasai kembali kapal dengan aman tanpa adanya prajurit yang menjadi korban dalam baku tembak itu. Saya dipanggil oleh Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) untuk segera menghadap ke Jakarta. Saya pergi ke Jakarta dan semua perwira tinggi ada di sana, dan KSAL meminta saya untuk memaparkan hasil operasi. Pertimbangan pertama adalah doktrin Laksamana Fargo — jika Anda sukses, kembangkan. Jika Anda gagal, rancang ulang. Saya memaparkannya dan Kepala Staf Angkatan Laut mengatakan, “Kamu gila.” Saya katakan, “Siap, komandan, jika tidak gila, saya tidak akan menang.”

Saya kira, karena pengalaman itu, pada tahun 2011, presiden memilih saya untuk memimpin satuan tugas ke Somalia. Sebelum itu, saya telah menulis tentang cara menanggapi perompak Somalia untuk melakukan operasi penyelamatan. Saya menerima panggilan telepon dari presiden di rumahnya. Saya mendengar dari kantor kepresidenan bahwa TNI telah mengirimkan 11 resume perwira bintang satu untuk memimpin kelompok tugas itu. Mereka meminta rekomendasi lain, dan mereka mengatakan mereka memiliki seorang Kolonel Laut gila yang menjabat sebagai Komando Latihan Armada RI Kawasan Timur. Saya dipanggil ke rumahnya. Mereka memberikan pengarahan singkat (hanya setengah jam), dan saya menerima perintah sederhana: Besok berangkat ke Somalia. Saya menyadari pada saat itu bahwa kami tidak memiliki rencana kontingensi untuk Somalia, kami juga tidak memiliki informasi yang solid mengenai situasi tersebut. Saya menelepon beberapa kolega, seperti komandan skuadron Seal A.S. yang saya kenal di Armada ke-7 A.S. untuk mendapatkan informasi tambahan. Kami mencoba membuat rencana berdasarkan informasi yang dapat kami kumpulkan sebelum kami berlayar saat matahari terbenam pada malam berikutnya ke Somalia — dengan hampir tidak memiliki informasi. Di tengah perjalanan, kami mencoba membuat rencana dan menyadari ketika kami sampai di daerah lembah Somalia bahwa ada banyak pasukan yang sudah ada di sana selain Satuan Tugas 151, termasuk Satuan Tugas 550 dan 552, serta pengerahan independen lainnya dari Rusia dan Tiongkok. Satu pertanyaan ketika saya tiba adalah: Apa niat fregat ini dan apa mandat kami untuk ini? Saya bilang saya mendapatkan penugasan nasional dari negara saya. Komandan Satuan Tugas 151, yang saat itu dipimpin oleh Laksamana Muda Harris Chan dari Angkatan Laut Singapura, datang ke kapal saya, dan kami menerima banyak informasi untuk memungkinkan kami mengubah perencanaan kami. Setelah mendapatkan izin dan dukungan dari semua pihak berwenang di daerah tersebut, misi tersebut dapat berhasil dilakukan oleh Satuan Tugas Duta Samudra.

Pelajaran penting dalam hal ini adalah bahwa kita semua memiliki ancaman dan masalah yang sama terkait dengan keamanan maritim. Masalah-masalah ini tidak mungkin diselesaikan oleh satu negara saja. Itulah mengapa kita perlu mempererat kerja sama di antara berbagai negara di kawasan ini, dan kerja sama ini akan berjalan lebih lancar ketika kita mengenal rekan-rekan dari negara lain secara pribadi.
FORUM : Apakah Anda mendapatkan wawasan lain saat memimpin Satuan Tugas Duta Samudera?

Laksamana Madya TNI (Purn.) Achmad Taufiqoerrochman: Setelah menerima wewenang dari Presiden Republik Indonesia, tindakan pertama saya adalah mempersiapkan diri dan satuan tugas itu untuk melakukan operasi jarak jauh yang belum pernah dilakukan oleh Angkatan Laut Indonesia hingga saat itu. Tantangan penting adalah bahwa Angkatan Laut Indonesia pada waktu itu tidak memiliki doktrin untuk melakukan operasi penyelamatan sandera jauh di luar yurisdiksi Indonesia yang diperlukan untuk membebaskan awak kapal MV Sinar Kudus yang disandera oleh bajak laut Somalia. Mengingat hal itu, saya menggunakan waktu selama perjalanan ke area operasi itu untuk mempersiapkan diri dengan mempelajari dengan cermat dan melatih unit-unit di bawah komando saya. Saya juga terus berkoordinasi dengan lembaga lain untuk memastikan keberhasilan operasi penyelamatan sandera. Begitu kami berada di area operasi, saya menggunakan pengalaman saya di sepanjang karier saya di Angkatan Laut serta pelatihan yang telah dilakukan oleh semua personel dalam Satuan Tugas Duta Samudera. Koordinasi yang dilakukan dengan Satuan Tugas Multi-Nasional di daerah itu sangat berharga dalam membantu operasi itu. Dengan bimbingan dan perlindungan Tuhan Yang Maha Kuasa, serangan terhadap para perompak dan penyelamatan awak kapal MV Sinar Kudus dilakukan tanpa adanya korban, selain dari para perompak yang berhasil dilumpuhkan.  

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button