Cerita populer

Anggota ASEAN bersatu padu untuk membela kepentingan di Laut Cina Selatan

Cerita populer | Apr 13, 2020:

Tom Abke

Terkait dengan membela kepentingan bersama di Laut Cina Selatan, anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) mempelajari kekuatan persatuan.

Beberapa negara ASEAN memiliki sengketa wilayah dengan Republik Rakyat Tiongkok (RRT) di Laut Cina Selatan dan telah mengalami konflik tingkat rendah, demikian menurut Center for Strategic and International Studies (CSIS). Brunei, Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Vietnam semuanya telah memprotes klaim Beijing atas sebagian wilayah mereka, termasuk kepulauan dan perairan, di Laut Cina Selatan. Beijing mempertahankan klaim ini meskipun ada keputusan yang diterbitkan pada tahun 2016 oleh mahkamah internasional di Den Haag yang menyatakan bahwa klaim RRT itu tidak memiliki dasar hukum.

Negosiasi sedang dilakukan untuk menyusun pedoman perilaku di Laut Cina Selatan di antara anggota ASEAN dan RRT yang bertujuan untuk mencegah konflik yang timbul dari klaim teritorial tumpang tindih, khususnya terkait navigasi dan hak atas sumber daya seperti penangkapan ikan dan bahan bakar fosil.

Para menteri luar negeri ASEAN mengangkat isu-isu ini di sebuah retret pada bulan Januari 2020, termasuk kekhawatiran di Laut Cina Selatan atas “reklamasi lahan, perkembangan terakhir, dan insiden serius, yang telah mengikis kepercayaan dan keyakinan, meningkatkan ketegangan, dan dapat merongrong perdamaian, keamanan, dan stabilitas di kawasan itu” ungkap pernyataan bersama mereka.

Para menteri itu menekankan perlunya pedoman perilaku yang “konsisten dengan hukum internasional,” termasuk Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa 1982, atau UNCLOS, yang dilanggar oleh klaim Beijing, demikian yang dilaporkan CSIS.

Negara-negara anggota ASEAN memperkuat posisi mereka ketika bernegosiasi sebagai satu kesatuan, demikian ungkap Dr. Collin Koh, seorang peneliti di S. Rajaratnam School of International Studies di Singapura, kepada FORUM.

“Negara-negara anggota ASEAN pada dasarnya sepakat bahwa cara untuk mempertahankan kepentingan nasional mereka adalah dengan memastikan kelangsungan hidup blok itu,” ungkap Collin Koh. “Ini berarti membantu memastikan bahwa ASEAN terus memainkan peran sentral dan relevan dalam arsitektur regional.”

Collin Koh menambahkan bahwa bekerja sama dengan “aktor eksternal” penting bagi negara-negara anggota ASEAN dengan cara yang menyelaraskan kepentingan dan meningkatkan stabilitas kawasan.

“Itu juga menjadi alasan mengapa setidaknya beberapa negara anggota ASEAN menentang proposal tertentu Tiongkok” terhadap pedoman perilaku itu, demikian ujarnya, “seperti kebutuhan untuk memberi tahu dan meminta izin dari semua pihak penanda tangan pedoman itu agar dapat melakukan latihan militer bersama dengan pihak eksternal.”

Latihan Maritim ASEAN-A.S. pertama dilakukan pada September 2019. ASEAN bekerja sama dengan Uni Eropa di bidang keamanan maritim, bantuan kemanusiaan dan bantuan bencana, operasi pemeliharaan perdamaian, kedokteran militer dan kontraterorisme, sebagai bagian dari Rencana Tindakan ASEAN-UE (2018-2022).

Collin Koh mengatakan bahwa hasil ideal bagi negosiasi pedoman perilaku adalah “pedoman yang bersifat komprehensif, preskriptif, dan mengikat secara hukum yang akan berfungsi untuk mendeteksi, memverifikasi, menegakkan, dan menghukum pelanggar perjanjian, dan masing-masing pihak memiliki posisi yang setara atas satu sama lainnya.”

Dia menyimpulkan bahwa besar kemungkinan pedoman itu akan menjadi pedoman terbuka yang cukup fleksibel untuk memenangkan konsensus, tetapi menjadi pedoman yang berfungsi sebagai cara bagi ASEAN untuk menunjukkan arti penting dan sentralitasnya dalam arsitektur regional.

Tom Abke merupakan kontributor FORUM yang memberikan laporan dari Singapura.

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button