Cakrawala DuniaDepartemen

ANTARTIKA: Drone penyelaman dalam

Peneliti dari University of Washington (UW) menurunkan sensor robot senilai 7,3 triliun rupiah (0,5 juta dolar A.S.) ke dalam perairan dingin Antartika dan mengharapkan yang terbaik.

Jika semua berjalan dengan baik, drone itu bisa mengumpulkan beberapa pengukuran paling ekstensif yang pernah ada di bawah landasan es barat yang luas dan rentan di benua itu. Jika ada yang salah, robot itu bisa lenyap ke dalam labirin rongga dan celah di bawah es, tidak pernah terdengar lagi.

“Lingkungannya benar-benar keras dan terpencil,” ungkap ahli kelautan Craig Lee dari Laboratorium Fisika Terapan UW di Seattle. “Ini sangat berisiko tinggi.”

Sasarannya adalah untuk menjawab salah satu pertanyaan terbesar dalam ilmu iklim: Seberapa banyak dan seberapa cepat kenaikan permukaan laut akibat mencairnya lapisan es Antartika?

Peluang sukses yang tidak pasti membuat proyek itu kecil kemungkinannya mendapatkan hibah penelitian federal. Alih-alih, miliarder Seattle Paul Allen membiayai ekspedisi itu. Dia telah memiliki reputasi untuk mendanai penelitian berisiko dengan potensi dampak besar.

Paul G. Allen Philanthropies mengucurkan dana 26,2 miliar rupiah (1,8 juta dolar A.S.) untuk uji coba lapangan Antartika guna melihat apakah robot itu dapat menjelajahi antarmuka berbahaya tempat landasan es dan samudra bertemu, mengumpulkan data, dan mengirimkannya ke Seattle.

Jika penelitian itu memperoleh hasil yang memuaskan, armada instrumen yang relatif murah dapat dikerahkan di masa depan untuk menyediakan pengukuran jangka panjang terhadap arus samudra, suhu air, dan laju pelelehan.

“Ini akan menjadi prestasi teknologi jika kita bisa melakukannya,” ungkap Spencer Reeder, direktur iklim dan energi untuk Allen Philanthropies. “Kami bersedia menanggung risiko awal tersebut, dan jika kami dapat mendemonstrasikan bahwa hal itu mungkin dilakukan, maka yang lain dapat mengikutinya.”

Proyeksi terkini kenaikan permukaan air laut global pada tahun 2100 sangat bervariasi — dari 0,3 meter hingga hampir 2 meter — terutama karena para ilmuwan tidak dapat memprediksi nasib lapisan es raksasa yang menutupi Antartika dan Greenland. Antartika Barat saja memiliki es yang cukup untuk meningkatkan permukaan laut di seluruh dunia hampir 3 meter.

“Kami kira hal itu tidak akan terjadi dalam waktu dekat,” ungkap ahli gletser UW Knut Christianson. “Tetapi kehilangan sebagian kecil dari es itu dapat menciptakan tantangan besar bagi masyarakat pesisir.”

Gletser yang menutupi Antartika ditopang oleh landasan es yang mengapung hingga sekitar setengah kilometer tebalnya. Jika pemanasan global menyebabkan landasan es itu runtuh atau mencair, gletser bisa mengalir lebih cepat ke samudra dan mempercepat kenaikan permukaan air laut.

Tim dari UW berencana untuk berfokus pada Gletser Pine Island, lapisan es yang paling cepat meleleh di Antartika, tempat gunung es besar pecah musim gugur ini. Aliran gletser telah melaju hampir 75 persen dalam 40 tahun terakhir, mungkin karena menipisnya landasan es yang mengapung.  The Associated Press

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button