Cerita populer

Indonesia berupaya mengurangi konsumsi beras untuk ketahanan pangan dan gizi yang lebih baik

Penduduk Indonesia terlalu banyak mengonsumsi beras sehingga menjadi hal yang buruk bagi ekonomi dan gizi, demikian ungkap para pejabat pemerintah.

Kementerian Pertanian mengatakan bahwa penduduk Indonesia akan mengonsumsi 33,8 juta metrik ton beras pada tahun 2018, dibandingkan dengan 30,7 metrik ton beras pada tahun 2017. Surat kabar The Jakarta Globe melaporkan bahwa rata-rata penduduk Indonesia memakan 150 kilogram beras pada tahun 2017. Angka ini lebih tinggi daripada penduduk di negara-negara penghasil beras lainnya, termasuk Tiongkok dan India.

Pejabat kementerian perdagangan Indonesia mengatakan bahwa negara itu harus mencapai swasembada beras. Indonesia mengimpor sekitar 3 juta ton beras setiap tahun dari negara lain, termasuk Thailand dan Vietnam. Asosiasi Makanan Vietnam melaporkan bahwa nilai beras Vietnam naik hampir 40 persen dalam empat bulan pertama tahun 2018 karena permintaan dari Indonesia.

Idealnya, kata para pejabat Indonesia, penduduk Indonesia memakan dua pertiga dari jumlah beras yang mereka konsumsi saat ini, yang akan memungkinkan negara itu memiliki surplus beras.

Penduduk Indonesia juga perlu memakan lebih banyak jenis makanan lainnya, demikian ungkap para ahli gizi. Hilal Elver dari Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan bahwa ketika dia melakukan tur ke Jakarta dan bagian lain negara itu, dia terkejut dengan jumlah kekurangan gizi yang dia temui.

“Hal paling mengejutkan saya adalah ironi bahwa di negara produsen makanan terkemuka, 30 persen anak-anak mengalami pertumbuhan yang terhambat dan lebih dari 92 persen penduduk memakan buah dan sayuran dalam jumlah yang jauh lebih sedikit daripada tingkat yang disarankan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO),” ungkapnya kepada Globe. Dia mengatakan bahwa di satu kabupaten, 72 orang anak meninggal karena campak dan kekurangan gizi pada Januari 2018, yang “dapat dicegah tetapi dibiarkan terjadi.”

Badan Ketahanan Pangan (BKP) Indonesia memperkenalkan Gerakan Makan Tanpa Nasi pada tahun 2017, untuk menggantikan beras dan tepung dengan sumber karbohidrat lain.

“Upaya mengurangi konsumsi beras dan gandum seharusnya diikuti dengan penyediaan karbohidrat dari makanan lokal, seperti sagu, ketela, ubi jalar, sukun, dan pisang,” ungkap kepala BKP Agung Hendriadi, seperti dilansir oleh kantor berita Antara.

P.B.B. mengatakan bahwa Indonesia memiliki beberapa statistik gizi yang paling bermasalah di dunia. Dua dari lima remaja putri Indonesia kekurangan gizi dan kekurangan vitamin A, sebagian besar karena mereka terlalu banyak memakan nasi dan makanan ringan olahan. Reuters telah melaporkan bahwa takhayul makanan di negara itu juga merupakan bagian dari masalah, seperti perempuan yang percaya bahwa makan buah nanas mengganggu kesuburan mereka.

Para ilmuwan mengatakan bahwa jika penduduk Indonesia tidak mau mengurangi jumlah nasi yang mereka makan, negara itu harus menemukan cara untuk membuat berasnya lebih bergizi. Para ilmuwan Amerika sedang mengembangkan jenis padi yang disebut GR2E Golden Rice, yang direkayasa secara genetik untuk menyintesis beta-karoten secara biologis, yang mengubahnya menjadi vitamin A dalam tubuh. Institut Penelitian Padi Internasional (International Rice Research Institute) mengatakan bahwa beta karoten yang diproduksi di Golden Rice “identik dengan beta karoten dalam daun hijau, banyak jenis sayuran berwarna kuning, dan buah berwarna oranye.”

Foodnavigator-asia.com mengatakan bahwa padi ini dirancang khusus untuk dibudidayakan di negara-negara seperti Indonesia, Filipina, dan Bangladesh untuk mengurangi kekurangan vitamin A.

Beri Komentar Di Sini

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Terkait

Back to top button