Tajuk Utama

Inovasi Keamanan

Peningkatan tata kelola teknologi yang sedang berkembang dibutuhkan untuk mempromosikan perdamaian dan stabilitas

Kol. (Purn.) David Shanahan

Daniel K. Inouye Asia-Pacific Center for Security Studies

Banyak pakar teknologi memprediksi dekade mendatang akan menawarkan serangkaian kemajuan yang dimungkinkan oleh teknologi. Menurunnya hambatan bagi cara-cara baru dan inovatif dalam menggunakan teknologi lama telah menawarkan kesempatan pengimbang asimetris yang belum pernah ada sebelumnya bagi mitra regional, pesaing, dan aktor non-negara untuk memungkinkan pencapaian sasaran keamanan dan pembangunan dan memungkinkan beberapa aktor menyalahgunakannya untuk tujuan jahat.

Banyak mekanisme dan proses tata kelola nasional dan multinasional, yang dirancang pada era ketika tata kelola teknologi dapat dipertimbangkan secara terpisah di dalam area teknologi tertentu, tidak dapat mengatasi kecepatan dan sifat pasokan silang dari lingkungan teknologi saat ini. Mekanisme dan proses harus berevolusi untuk semakin mengoordinasikan dan mengolaborasikan bidang-bidang yang berbeda untuk memungkinkan peluang dan untuk menentukan dan merespons ancaman yang pastinya akan ditimbulkan lingkungan teknologi yang sedang berkembang.

Lembaga Proyek Penelitian Mutakhir Pertahanan (Defense Advanced Research Projects Agency – DARPA) A.S. sedang mengembangkan mesin yang menerapkan informasi dari situasi baru agar menjadi lebih baik dan lebih dapat diandalkan. [DARPA]
Kemajuan yang tak terhitung jumlahnya dapat terlihat di bidang-bidang seperti informasi, kecerdasan buatan (artificial intelligence – AI), energi, manufaktur bahan, bioteknologi, dan kesehatan manusia mutakhir, seperti yang dirinci peramal masa depan dalam laporan seperti “Paradox of Progress” (Paradoks Kemajuan) yang diterbitkan oleh Kantor Direktur Intelijen Nasional di Amerika Serikat. Teknologi akan semakin menyatu dan perbedaan semakin kabur di antara alam fisik, digital, dan biologi, demikian yang digambarkan Klaus Schwab dari Forum Ekonomi Dunia dalam bukunya The Fourth Industrial Revolution.

Daya pikat dunia yang dijanjikan oleh kemajuan ini secara luas digambarkan oleh para teknolog wiraswasta seperti rekan pendiri Singularity University Peter Diamandis, yang telah mensponsori SpaceX, Tesla milik Elon Musk, dan XPrize dan turut menulis buku Abundance: The Future Is Better Than You Think. Dunia yang mereka gambarkan adalah utopia yang penuh harapan ketika kemampuan yang diberdayakan oleh teknologi untuk memenuhi kebutuhan manusia akan dapat mengatasi berbagai masalah dan tantangan.

Tantangan dari perspektif yang menjanjikan ini adalah bahwa, bagi organisasi dan orang-orang yang bertanggung jawab untuk memastikan keamanan nasional dan regional, perspektif ini menawarkan sedikit kenyamanan atau wawasan untuk terlibat dengan isu dan masalah potensial yang tercipta atau diperburuk oleh kemajuan tersebut.

TANTANGAN DISRUPSI

Teknologi, dari baji hingga ponsel cerdas, telah mendorong dan mengacaukan kesinambungan sejarah manusia. Hal baru yang muncul saat ini adalah laju yang cepat dari titik awal hingga dampak meluas yang menandai banyak elemen revolusi teknologi saat ini.

Pertumbuhan eksponensial daya komputasi per unit biaya, seperti yang diungkapkan oleh hukum Moore 52 tahun lalu, telah menjadi percepatan utama dari laju inovasi. Ketika pertumbuhan eksponensial masa lalu tampak lebih horizontal pada kurva pertumbuhan itu, masa depan terlihat semakin vertikal. Kesempatan untuk melakukan intervensi kebijakan dan tata kelola yang efektif adalah sebelum teknologi mencapai lepas landas pada kurva itu.

Mengantisipasi kapan, di mana, dan bagaimana teknologi akan mengubah dinamika ekonomi, struktur sosial, dan keamanan merupakan tugas berat sesuai dengan sifat kompleks dari sistem dasar yang dipengaruhi teknologi. Kompleksitas yang melekat ini menghalangi upaya-upaya untuk mengendalikan teknologi pada tujuan yang telah ditetapkan, menunjukkan bahwa hal terbaik yang dapat diharapkan oleh dunia adalah untuk memperkuat serangkaian aturan yang diterima yang menandai batasan-batasan dan bagaimana para pemain diwajibkan untuk berinteraksi.

Proses tata kelola yang memungkinkan pembentukan parameter itu berada di bawah tekanan dan dalam banyak kasus, tidak memadai untuk menghadapi tuntutan yang akan diberlakukan oleh kemajuan teknologi yang sedang berkembang.

Perkembangan dan pengerahan teknologi meningkat seiring peralatan, teknik, dan prosedur berkembang biak secara luas dan bergabung untuk mencapai penemuan baru. Banyak ramalan yang sangat dinanti — seperti energi fusi nuklir yang umum dipakai, senjata sinar, atau mesin terbang pribadi — belum terwujud, meskipun sudah lama dijanjikan sebelumnya. Beberapa pihak mencemooh gagasan efek laju eksponensial teknologi oleh karena kekecewaan ini.

Drone yang dicurigai milik Korea Utara yang memotret sistem pertahanan rudal ditemukan di Inje, Korea Selatan, pada Juni 2017. [THE ASSOCIATED PRESS]
Meskipun demikian, bidang lainnya secara tidak dapat dibantah telah menunjukkan kemajuan yang jauh lebih berdampak yang telah melampaui apa yang diprediksi pada awalnya oleh para ahli yang paling optimis. Contoh bidang yang berkembang pesat ini adalah tren seperti kemajuan eksponensial di bidang bioteknologi, teknologi komunikasi informasi (TIK), dan AI. Secara bersamaan, teknologi semacam itu terus menjanjikan untuk mengubah masa depan secara disruptif dalam waktu dekat ini dan memberikan tantangan eksistensial terhadap peran dan tujuan umat manusia dalam jangka waktu yang lebih panjang.

Teknologi manipulasi gen (CRISPR) yang mengalami kemajuan dramatis memberikan contoh potensi kekuatan disruptif dari konvergensi teknologi yang sedang berkembang ini. Selama lima tahun terakhir dengan bantuan kemajuan dalam kekuatan komputasi dan genomik, teknologi ini telah membuka pintu bagi terobosan mengejutkan dalam kemampuan bagi manusia untuk merancang dan mengelola elemen fundamental kehidupan. Genomik berkaitan dengan studi tentang kumpulan materi genetik lengkap dalam suatu organisme dan bagaimana struktur, fungsi, dan perkembangannya. Potensi untuk menggunakan modifikasi yang disediakan oleh teknologi pada “garis benih” manusia untuk pencegahan penyakit menghasilkan lereng licin dengan batasan yang tidak jelas dan bahkan tidak dapat ditegakkan.

Misalnya, peretasan biologi (biohacking), atau pemanfaatan materi genetik secara eksperimental selagi mengabaikan standar etika dan bahkan hukum yang ada, telah terjadi di seluruh dunia, terutama di Barat. Akan tetapi akhir-akhir ini antusiasme terhadap peretasan biologi berkembang secara signifikan di Indo-Pasifik, dikatalisasi oleh organisasi seperti Biochin.Asia yang berbasis di Singapura dan Biohacking Asia yang berbasis di Hong Kong. Sungguh mengkhawatirkan bahwa penurunan terus-menerus pada hambatan masuk untuk teknologi penggunaan ganda di bidang teknologi genetika memungkinkan “peretas biologi” amatir yang tidak diregulasi atau dipantau untuk tidak hanya memanipulasi tetapi juga menciptakan bentuk kehidupan yang menguntungkan dan berpotensi mematikan. Sedikit imajinasi diperlukan untuk memprediksi dampak buruk penggunaannya oleh aktor jahat.

KONVERGENSI KEBIJAKAN

Contoh lain dari teknologi disruptif yang menyatu untuk menghasilkan dampak sangat besar adalah dalam TIK dan AI, yang bersama-sama merupakan pendorong penting yang akan memengaruhi hampir setiap industri. Algoritma AI yang semakin mumpuni ditambah dengan data besar (big data) memberikan janji untuk memindahkan dunia dari analisis yang menggambarkan atau memprediksi perilaku sistem masa depan ke analisis yang dapat meresepkannya. Kemampuan ini akan siap digunakan dengan cara-cara yang baik dan jahat.

Misalnya, Richard Thaler dan Cass Sunstein dalam buku mereka Nudge: Improving Decisions about Health, Wealth and Happiness yang ditulis pada tahun 2008, menggambarkan bagaimana pemerintah dapat mengarahkan warga menuju tindakan semacam itu sebagai perilaku yang lebih sehat atau lebih ramah lingkungan melalui “dorongan” — atau mempromosikan perilaku yang lebih disukai dengan menciptakan arsitektur pilihan berdasarkan wawasan tentang bias dan kebiasaan alih-alih menerapkan peraturan atau hukuman untuk perilaku yang tidak diinginkan. Akan tetapi beberapa mungkin menafsirkan dorongan semacam itu sebagai bentuk paternalisme kontemporer. Pemerintah yang peduli dapat memastikan bahwa warganya melakukan hal-hal yang dianggapnya tepat untuk kepentingan masyarakat dan nasional. Sudah adanya sistem perdagangan dan sosial baru yang menggunakan data besar (big data) dan AI memperkuat keinginan yang sudah ada sebelumnya daripada membangkitkan minat pengguna untuk menemukan gagasan baru. Mereka menyalurkan pengguna ke dalam silo yang semakin disesuaikan tempat mereka sudah merasa nyaman, lingkungan yang berpikiran serupa dalam banyak kasus. Hal ini meresahkan. Akan tetapi apa yang terjadi jika pertemuan AI dan TIK memungkinkan aktor buruk dan/atau tersembunyi untuk mendorong warga untuk hanya menerima umpan informasi tertentu, untuk membantah informasi yang benar, atau memberikan kredibilitas terhadap informasi palsu? Ini menakutkan, dan hal ini terlihat dalam urusan nasional, regional, dan dunia setiap harinya.

“Saat ini, berkat internet dan media sosial, manipulasi persepsi kita mengenai dunia ini sedang berlangsung pada skala waktu, ruang, dan intensionalitas yang tak terbayangkan sebelumnya,” ungkap Rand Waltzman dari Rand Corp. dalam kesaksian di Senat A.S. pada 27 April 2017, berjudul “The Weaponization of Information.” “Kita telah memasuki era penyampaian pesan, narasi, dan persuasi secara massal. Kita membutuhkan sebuah strategi untuk melawan serangkaian musuh besar dan kecil yang terus berubah.”

Klaim dan klaim balasan mengenai manipulasi dalam pemilihan umum baru-baru ini mengungkap ruang lingkup tantangan tersebut. Misalnya, perangkat lunak AI yang ada saat ini dapat menciptakan citra dan video yang sangat nyata untuk kampanye penyebaran informasi palsu, demikian menurut penelitian terbaru dari para peneliti di University of Washington. Jika tidak terkendali, perkembangan AI seperti itu memberi kemampuan kepada musuh untuk dengan mudahnya memanipulasi informasi untuk tujuan jahat.

Model algoritma “deep learning” semakin membentuk proses pengambilan keputusan sistem otonom yang ditempatkan ke dalam sistem otomotif, keuangan, medis, dan militer. Meskipun demikian, model ini saat ini bahkan memprogram dirinya sendiri dengan cara yang tidak dapat dijelaskan oleh para insinyur yang membuatnya. Dilema ini hanya akan meningkat ketika AI menjadi lebih berkemampuan tinggi dan digunakan di mana-mana. Seperti yang diamati oleh Tommi Jaakkola, seorang profesor di Massachusetts Institute of Technology yang menggarap aplikasi pembelajaran mesin, “Apakah ini keputusan investasi, keputusan medis, atau keputusan militer, Anda tidak ingin hanya mengandalkan metode ‘kotak hitam’” dalam menjelaskan bagaimana hal itu dibuat.

Skenario yang diantisipasi dalam contoh ini, dan juga serangkaian bidang lainnya yang mengalami kemajuan teknologi secara simultan, sungguh menakutkan. Perubahan disruptif begitu mendalam sehingga, dari perspektif sejarah manusia, banyak yang berpendapat bahwa belum pernah ada masa yang memberikan janji atau potensi bahaya yang lebih besar. Skenario ini menantang masyarakat internasional untuk mendorong pemanfaatan peluang teknologi ini, serta mengurangi banyak risiko yang tertanam dalam teknologi ini. Akan tetapi pengambil keputusan sering kali terlalu terjebak dalam pemikiran tradisional, linier (dan nondisruptif), atau terlalu dipenuhi oleh kekhawatiran segera untuk memikirkan secara strategis tentang kekuatan gangguan dan inovasi yang membentuk masa depan.

Pada akhir tahun 2017, analis Angkatan Laut Australia menggunakan sistem sonar pemindaian sisi mutakhir yang dipasang pada wahana bawah laut otonom untuk menemukan kapal selam berbobot 800 ton yang hilang satu abad lalu di lepas pantai Papua Nugini. [REUTERS]
Hal ini telah memicu seruan mendesak untuk meningkatkan kemampuan guna mengendalikan serangan gencar teknologi melalui kebijakan, proses, dan mekanisme untuk memastikan bahwa negara-negara memberi makan, mengekang, dan membimbing kuda-kuda teknologi yang akan menarik masyarakat internasional dalam perjalanan liar di masa depan. Mungkin yang paling menonjol di antara suara-suara nyaring ini adalah Azhar Zia-ur-Rehman, yang baru-baru ini menerbitkan buku Technology Governance – Concepts and Practices yang berfungsi sebagai referensi yang diakui untuk konsep tata kelola teknologi.

Banyak langkah-langkah yang bermanfaat mulai muncul. Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), salah satu di antara berbagai organisasi regional lainnya, telah berfokus pada tata kelola teknologi di area siber, dan pada tahun 2016, ASEAN memulai konferensi tingkat menteri mengenai keamanan siber.

Serangan malware dan ransomware baru-baru ini telah menyoroti kebutuhan mendesak untuk mengembangkan pertemuan regional semacam itu untuk mengurangi ancaman dan mendorong langkah-langkah membangun kepercayaan secara regional dan internasional di antara negara-negara yang mengalami tantangan serupa. Forum-forum ini, meskipun sangat penting, cenderung melihat tantangan yang dimungkinkan oleh teknologi secara terpisah dan tanpa memperhitungkan tantangan sistemik yang ditimbulkan oleh efek gabungannya. Dibutuhkan pendekatan yang lebih holistis.

MITIGASI RISIKO

Jadi, apa yang seharusnya dilakukan untuk memungkinkan pembuat kebijakan keamanan mengidentifikasi dan mengurangi risiko yang ditimbulkan oleh pertemuan kemajuan teknologi yang sangat berdampak dan saling terkait pada dekade yang akan datang? Permulaan daftar agenda seharusnya mencakup hal-hal berikut:

Menanamkan pandangan ke depan dan pemikiran kritis: Membuat pandangan ke depan dan pemikiran skenario sebagai bagian dari budaya organisasi lembaga keamanan. Melakukan pemindaian horizon reguler yang mencakup bagaimana teknologi yang menyatu ini memengaruhi bagian strategi dan proses perencanaan. Contohnya: Menggunakan “tim merah” pemindaian teknologi untuk memicu penyelidikan oportunistis, mempertanyakan asumsi, dan mengidentifikasi risiko.

Mendorong dialog dan edukasi masyarakat: Mengangkat tingkat dan kualitas wacana publik, sehingga masyarakat sadar ke mana sains dan teknologi dapat membawa kita dan bisa mampu melakukan debat matang seputar apa yang diinginkan dan dapat diterima, pengamanan yang perlu dilakukan, dan mekanisme yang diperlukan untuk mempersiapkan diri kita guna menghadapi perubahan. Praktisi kebijakan, teknolog, pendidik, dan ahli etika harus menciptakan forum kolaborasi baru atau menggiatkan forum kolaborasi yang sudah ada untuk memperkuat kesadaran, kepastian, dan desakan masyarakat bahwa semua yang diperlukan akan dilakukan untuk memastikan teknologi yang sedang berkembang ini dikendalikan oleh masyarakat, untuk kepentingan masyarakat, dan bukannya dikendalikan oleh algoritma yang tidak dapat diaudit atau aktor jahat. Selain itu, kursus di bidang teknologi, etika, dan kewarganegaraan dapat ditambahkan ke kurikulum pendidikan dasar.

Mempromosikan tata kelola teknologi nasional, regional, dan internasional: Mengkaji cara-cara untuk membantu membentuk konsekuensi tren keamanan jangka panjang dalam badan tata kelola dan standar teknologi internasional dan regional — misalnya, Organisasi Internasional untuk Standardisasi, Serikat Telekomunikasi Internasional, Komite Internasional untuk Standar Teknologi Informasi, dan Kongres Standar Area Pasifik. Mengembangkan badan kolaboratif internasional, di dalam atau untuk melengkapi forum kolaboratif yang ada, diotorisasi untuk menjalankan tugas merangkaikan risiko dan mengembangkan strategi holistis untuk memastikan dampak teknologi disruptif yang sedang berkembang seperti AI, perekayasaan kebumian, senjata otonom mematikan, biologi sintetis, dan nanoteknologi tidak tumbuh menjadi ancaman keamanan nasional, regional, atau global yang tidak terkendali. Para profesional keamanan harus menggunakan segala metode yang bisa dipakai untuk berpartisipasi dalam mengidentifikasi risiko yang muncul kepada pembuat kebijakan nasional, serta berpartisipasi secara aktif dalam badan dan mekanisme yang semakin beragam yang diperlukan untuk mengurangi risiko itu.

Pengembangan tenaga kerja masa depan: Mengkaji dampak percepatan teknologi, perubahan generasi, dan evolusi budaya pada tenaga kerja di masa depan. Memanfaatkan konsep sektor swasta dan pembelajaran inovatif guna membuat model baru untuk memprediksi dan mengurangi dampak kerja manual dan kelebihan dan kekurangan kognitif oleh karena penggantian tenaga kerja oleh otomasi. Kegagalan untuk secara efektif mengelola transisi disruptif ini akan memperburuk ketidaksetaraan dan mendorong reaksi balik populis yang meningkatkan kemungkinan kekerasan masyarakat dan antarnegara.

Beberapa dekade mendatang dapat dipastikan menjadi semakin menantang ketika praktisi keamanan dan pembuat kebijakan mencoba mengimbanginya dengan persyaratan tata kelola yang memadai untuk memandu pengembangan dan mengurangi risiko yang tertanam dalam efek pervasif dari ledakan pertumbuhan teknologi. Mekanisme tata kelola harus diciptakan untuk berevolusi dan untuk membimbing secara memadai, tanpa menggagalkan, potensi teknologi yang sedang berkembang untuk memenuhi kebutuhan manusia. Seperti halnya yang dikatakan George Clemenceau mengenai perang dan jenderal, penggunaan dan dampak teknologi yang sedang berkembang terlalu penting untuk diserahkan ke tangan teknolog, terutama teknolog dalam silo. Oleh karena itu pembuat kebijakan dan praktisi keamanan harus secara proaktif berkontribusi dalam memperkuat dan mengeksploitasi alat bantu tata kelola yang diperlukan agar dapat menjadi pengawal yang dapat diandalkan dalam melindungi kawasan ini dan dunia dari bahaya di masa depan.

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button