Cerita populer

Korea Selatan dan A.S. mengoordinasikan kampanye tekanan untuk membatasi program bom dan rudal Korea Utara

Tom Abke

Amerika Serikat dan Korea Selatan melancarkan kampanye terkoordinasi untuk menekan Korea Utara agar menghentikan program nuklir dan rudalnya melalui sanksi dan demonstrasi kemampuan militer yang superior. Presiden kedua negara sepakat bahwa sasarannya adalah membuka dialog dengan Korea Utara untuk menjamin perdamaian di Semenanjung Korea.

Segera setelah peluncuran rudal balistik antarbenua berkemampuan tinggi Hwasong-15 oleh Korea Utara pada 29 November 2017, Korea Selatan memerintahkan Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara Korea Selatan untuk melakukan latihan penyerangan mendadak pada target tertentu dengan menembakkan rudal darat-ke-darat, kapal-ke-darat, dan udara-ke-darat. (Foto: Korea Selatan menembakkan rudal ke Laut Timur setelah peluncuran rudal balistik antarbenua Korea Utara pada 29 November 2017.)

Latihan itu dilakukan menyusul latihan dengan amunisi aktif selama beberapa bulan yang dilakukan pasukan Korea Selatan, yang sering kali disertai oleh unsur-unsur Pasukan A.S. di Korea. Selain itu, pemerintahan Presiden A.S. Donald Trump memberlakukan rangkaian sanksi baru terhadap Pyongyang pada akhir November 2017 dan telah menggunakan pengaruhnya secara global pada negara-negara lain untuk memberlakukan sanksi-sanksi ini dan sanksi-sanksi sebelumnya.

Pada 30 November 2017, Presiden A.S. Donald Trump dan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in melakukan pembicaraan telepon selama satu jam untuk membahas kebijakan Korea Utara setelah peluncuran rudal balistik antarbenua itu. “Kedua presiden memiliki kesamaan pemahaman bahwa kedua belah pihak harus mempertahankan sikap dasar mereka untuk memberikan sanksi dan tekanan yang kuat kepada Korea Utara,” ungkap kantor Moon dalam sebuah pernyataan yang dipersiapkan, sampai rezim tertutup itu menghentikan program pengembangan nuklir dan rudalnya dan bersedia melakukan perundingan.

Moon mengatakan kepada Trump bahwa demonstrasi “dominasi militer yang luar biasa” yang mereka lakukan bersama akan membantu mencegah Korea Utara “membuat kesalahan penilaian.” Sementara itu, Washington membuka pintu perundingan dengan Pyongyang, demikian menurut Reuters, yang mengutip ucapan Menteri Luar Negeri A.S. Rex Tillerson pada Oktober 2017 bahwa dia akan melanjutkan upaya diplomatik “hingga bom pertama dijatuhkan.”

Analis Korea Utara Joost Oliemans, salah satu penulis North Korea’s Armed Forces: On the Path of Songun, sepakat dengan pendekatan menggunakan tekanan pada Korea Utara. Oliemans mengatakan bahwa meskipun sanksi mencapai tingkat maksimum, dibutuhkan waktu bertahun-tahun sebelum hal itu mendorong Pyongyang untuk bernegosiasi. Hanya ancaman militer kredibel yang menjanjikan adanya harapan dalam jangka pendek, demikian tambahnya. “Perekonomian Korea Utara yang memburuk dengan cepat akan memberi keuntungan tambahan,” katanya. “Akan tetapi, apakah keuntungan tambahan ini benar-benar bersifat substansial dan apa dampaknya bagi penduduk Korea Utara masih perlu dilihat lagi.”

Dia ragu-ragu dalam memberikan kerangka waktu untuk penyampaian sebuah kesepakatan yang akan memuaskan Korea Selatan dan A.S. “Setiap jenis kesepakatan kemungkinan akan mencakup penangguhan uji coba rudal dan nuklir dari Korea Utara, mungkin setelah Korea Utara menganggap alutsistanya cukup mampu untuk menjamin pengujian lebih lanjut sudah tidak penting lagi,” kata Oliemans.

Tom Abke merupakan kontributor FORUM yang memberikan laporan dari Singapura.

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button