Cerita populer

India dan Jepang akan meningkatkan kerja sama pelatihan perang anti-kapal selam

Tom Abke

India dan Jepang ingin memperluas pelatihan perang anti-kapal selam (ASW) gabungan, seperti yang diumumkan pada Dialog Menteri Pertahanan Tahunan India-Jepang (ADMD) pada 5 September 2017 di Tokyo. Pelatihan itu ditampilkan dalam latihan angkatan laut Malabar 2017 baru-baru ini dengan Angkatan Laut A.S. di Teluk Benggala. Niat untuk memperluas pelatihan ASW menyertai berkembangnya kekhawatiran akan meningkatnya kehadiran kapal selam Tiongkok di Laut Cina Selatan dan perairan yang mengelilingi India, demikian ungkap pengamat.

Dalam pernyataan bersama, kedua menteri menyatakan kepuasannya atas Malabar 2017 dan menambahkan niat mereka untuk “memperdalam dan meningkatkan tujuan latihan,” dengan pelatihan ASW sebagai langkah menuju kerja sama lebih lanjut. Meningkatkan kerja sama pertahanan di kalangan pemerintah dan industri untuk berbagi teknologi dan peralatan juga ditekankan. (Foto: Kapal angkatan laut India INS Vikramaditya, latar depan, dan kapal pengangkut helikopter Jepang Izumo berpartisipasi dalam latihan trilateral Malabar 2017 dengan India, Jepang, dan A.S. di Teluk Benggala pada 17 Juli 2017.)

Seruan untuk peningkatan pelatihan anti-kapal selam merupakan tanggapan atas kampanye pembuatan kapal selam yang dilakukan terus-menerus oleh Tiongkok, demikian ungkap Prateek Joshi, analis riset yang berbasis di Delhi yang menulis tentang isu-isu geostrategis di Asia untuk Pusat Studi Strategis dan Internasional, kepada FORUM.

“Tiongkok telah memulai proyek pembangunan kapal selam yang sangat agresif,” kata Joshi, “dan mereka mulai memusatkan perhatian pada kapal selam balistik dan nuklir.”

Selain itu, Tiongkok telah membangun pangkalan kapal selam seperti pangkalan bawah tanah berskala besar Yulin untuk kapal selam nuklir di pulau Hainan di Laut Cina Selatan, demikian yang ditambahkan Joshi. Kapal selam Tiongkok juga melakukan kunjungan pelabuhan di Malaysia dan Pakistan, meskipun Sri Lanka dilaporkan menolak permintaan Tiongkok. Kegiatan ini telah menimbulkan kekhawatiran di India, demikian menurut Joshi.

“’Rangkaian mutiara’ telah dianggap sangat serius oleh India,” ungkap Joshi yang mengacu pada teori bahwa niat Tiongkok di Samudra Hindia adalah untuk mengepung pantai India seperti kalung. Menurut teori tersebut, niat ini melibatkan jaringan fasilitas dan hubungan militer dan komersial Tiongkok yang menghampar hingga Afrika Timur. Di kawsan itu Tiongkok baru-baru ini membuka pangkalan Angkatan Laut di Jibuti, yang secara resmi digunakan untuk tujuan logistik dan dukungan.

India dan Jepang memiliki kekhawatiran yang sama mengenai kehadiran kapal selam Tiongkok di perairan yang mengelilingi negara mereka masing-masing, demikian kata Joshi, dan ini memotivasi kolaborasi kedua negara.

“India perlu meningkatkan kemampuan pengawasannya dan mencari bantuan dari Jepang,” ungkapnya. “Mereka membutuhkan pertukaran informasi tentang apa yang akan dilakukan kapal selam Tiongkok, lebih banyak kesadaran tentang ranah maritim, informasi tentang kemampuan kapal selam Tiongkok, dan tempat kapal selam itu berada, serta informasi tentang cara mendeteksi karakteristik khusus kapal selam itu.”

Sejalan dengan kebutuhan tersebut, Jepang mengerahkan kapal terbesarnya, kapal pengangkut helikopter Izumo, yang memiliki kemampuan ASW superior, di latihan Malabar 2017 pada Juli 2017.

Kemudian, pada ADMD September 2017, Menteri Pertahanan Jepang Itsunori Onodera mengumumkan niatnya untuk mengerahkan aset canggih Jepang, termasuk pesawat patroli maritim P-1 Kawasaki, dalam Malabar 2018. Menteri Pertahanan India saat itu Arun Jaitley menyambut baik berita tersebut, demikian menurut pernyataan bersama mereka. Mereka sepakat untuk meneruskan pertukaran dan pelatihan unit penerbangan ASW secara lebih lanjut. Jepang juga mengusulkan untuk mengundang personel Angkatan Laut India dalam pelatihan penanggulangan ranjau. Selain itu, mereka menyatakan bahwa kerja sama tidak hanya sekadar latihan militer tetapi juga mencakup kolaborasi di antara industri pertahanan mereka masing-masing.

“Mereka memuji kemajuan yang dibuat dalam diskusi untuk mengidentifikasi area kolaborasi tertentu di bidang kerja sama peralatan dan teknologi pertahanan,” ungkap pernyataan bersama tersebut. “Mereka mencatat upaya yang dilakukan kedua negara terkait kerja sama dalam hal pesawat amfibi US-2.”

US-2, buatan Jepang, dirancang untuk upaya penyelamatan udara dan laut. India sedang melakukan pembicaraan dengan Jepang untuk membeli 12 hingga 18 pesawat US-2 yang masing-masing bernilai sekitar 1,53 triliun rupiah (113 juta dolar A.S.).

Tom Abke merupakan kontributor FORUM yang memberikan laporan dari Singapura.

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button