Cerita populer

Filipina tidak akan ‘menyimpang dari’ putusan arbitrase terhadap Tiongkok

Filipina mengatakan bahwa pihaknya tidak akan “menyimpang dari” putusan pengadilan internasional yang menolak klaim menyeluruh Tiongkok di Laut Cina Selatan, tetapi pihaknya harus membangun kepercayaan dengan Tiongkok sebelum membahas masalah bilateral yang sensitif.

Tiongkok menolak putusan Pengadilan Arbitrase Permanen di Den Haag pada Juli 2016 setelah mahkamah itu menetapkan bahwa Tiongkok telah melanggar hak-hak kedaulatan Filipina oleh karena menimbulkan bahaya pada kapal, penangkapan ikan, dan proyek perminyakan Filipina.

Putusan atas kasus yang diajukan oleh pemerintahan Filipina sebelumnya itu merusak hubungan dengan Tiongkok. Akan tetapi, Presiden Rodrigo Duterte, yang menjabat di Filipina pada 30 Juni 2016, telah berupaya untuk melibatkan Tiongkok.

Menteri Luar Negeri Perfecto Yasay, foto, mengeluarkan pernyataan pada 19 Desember 2016 yang menjelaskan bahwa “merevitalisasi” hubungan dengan Tiongkok adalah salah satu prioritas Duterte dan pemerintah telah bekerja untuk membangun “keyakinan dan kepercayaan” dengan Tiongkok.

“Hal ini akan terus kami lakukan di masa mendatang, hingga kami mencapai tingkat kepercayaan yang akan memungkinkan kami untuk membahas masalah yang lebih sensitif dalam hubungan bilateral kami,” kata Yasay.

Pemerintah menegaskan kembali “rasa hormat dan kepatuhan penuhnya terhadap putusan penting ini” dan akan “dipandu oleh parameternya” ketika menangani masalah klaim maritim di Laut Cina Selatan, demikian ungkapnya.

“Saya juga ingin mengulangi apa yang telah dinyatakan presiden di masa lalu bahwa dia tidak akan menyimpang dari empat bagian penting dari keputusan itu,” kata menteri.

Mantan Menteri Luar Negeri Albert del Rosario sebelumnya mengatakan bahwa dia terusik oleh pemerintah yang mengabaikan putusan mahkamah itu. “Deklarasi yang dinyatakan itu sungguh menyedihkan karena dibuat setelah kami mengambil posisi tegas berdasarkan aturan untuk mempertahankan apa yang menjadi milik kita — dan memenangkannya,” kata del Rosario. “Sekarang, kita tampaknya sedang berupaya melepaskan keuntungan yang telah dibuat untuk memberikan manfaat bagi rakyat kita.”

Del Rosario berperan penting dalam menentang 10 garis putus-putus Tiongkok pada petanya yang menetapkan klaim menyeluruh Tiongkok atas Laut Cina Selatan dan mengajukan kasus itu di Den Haag.

Brunei, Malaysia, Taiwan, dan Vietnam juga mengajukan klaim di jalur perairan yang menjadi tempat lintasan kapal pengangkut perdagangan dengan nilai lebih dari 67,63 kuadriliun rupiah (sekitar 5 triliun dolar A.S.) setiap tahun.

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button