Tajuk Utama

Sayap Harapan

Kemampuan angkutan udara tetap menjadi kunci dari misi pencarian dan penyelamatan

Pemetaan daerah bencana untuk mencari korban dan memberikan bantuan cepat terbukti merupakan salah satu aspek yang paling memakan waktu dari operasi pencarian dan penyelamatan. Selagi teknologi baru sering kali muncul untuk membantu proses ini, kemampuan angkutan udara tetap menjadi salah satu metode yang paling dapat diandalkan untuk meringankan penderitaan manusia, baik melalui evakuasi atau pengiriman makanan dan pasokan.

“Helikopter pencarian dan penyelamatan modern … memberikan keuntungan besar dalam misi pencarian dan penyelamatan ketika setiap detik sangat berharga,” demikian menurut situs web airforce-technology.com. Untuk korban bencana, terlihatnya helikopter militer menawarkan harapan bahwa doa-doa mereka telah dijawab.

Seorang anggota kru melihat keluar dari jendela pengamatan pesawat pengintai maritim P-3 Orion Angkatan Udara Selandia Baru pada April 2014 ketika mencari puing-puing pesawat Malaysia Airlines Penerbangan 370 yang hilang. REUTERS
Seorang anggota kru melihat keluar dari jendela pengamatan pesawat pengintai maritim P-3 Orion Angkatan Udara Selandia Baru pada April 2014 ketika mencari puing-puing pesawat Malaysia Airlines Penerbangan 370 yang hilang. REUTERS

Ketika gempa besar melanda Nepal pada 25 April 2015, dan gempa susulan besar mengikutinya pada 12 Mei 2015, pejabat di Kathmandu meminta helikopter dari militer yang memberikan bantuan. Helikopter memberikan kesempatan terbaik bagi mereka untuk menavigasi kerusakan melewati daerah pegunungan Nepal dan memberikan bantuan.

“Kebutuhan sistem pencarian dan penyelamatan pada pesawat terbang dan helikopter untuk menghindari keterlambatan dalam menemukan korban dan melaksanakan operasi penyelamatan telah menjadi lebih nyata,” lapor situs web itu DefenceNow.com pada tahun 2012.

Ketika waktunya untuk melakukan operasi penyelamatan dan pemberian bantuan, sumber daya unik Komando Pasifik A.S. memainkan peran kunci dalam mengangkut orang dan peralatan ke lokasi terpencil dan memberikan bantuan yang belum tersedia melalui komunitas bantuan kemanusiaan, demikian menurut laporan Defense Media Activity pada Mei 2015.

Penduduk desa dan petugas Angkatan Udara India menurunkan bingkisan makanan bantuan dari helikopter Angkatan Udara India di bagian utara tengah Nepal, sembilan hari setelah gempa berkekuatan 7,8 skala Richter mengguncang negara ini pada 25 April 2015. AFP/GETTY IMAGES
Penduduk desa dan petugas Angkatan Udara India menurunkan bingkisan makanan bantuan dari helikopter Angkatan Udara India di bagian utara tengah Nepal, sembilan hari setelah gempa berkekuatan 7,8 skala Richter mengguncang negara ini pada 25 April 2015. AFP/GETTY IMAGES

Selain secara rutin menanggapi bencana alam yang dahsyat dan sering melanda kawasan Indo Asia Pasifik, personel militer baru-baru ini telah dikirim ke serangkaian misi pencarian dan penyelamatan untuk pesawat komersial yang hilang.

Militer terus mengadopsi teknologi baru guna meningkatkan waktu respons untuk semua kelas bencana. Pejabat Angkatan Udara India, misalnya, bereaksi terhadap semakin banyaknya kecelakaan pesawat terbang militer di negara itu pada tahun 2012 dengan menyediakan 7.000 sistem rambu suar pencarian dan penyelamatan yang dirancang untuk membantu personel militer menemukan pesawat terbang hingga 200 kilometer jauhnya semisal terjadi kecelakaan.

Tanpa rambu suar, beberapa tim penyelamat membutuhkan waktu berhari-hari untuk mencapai lokasi kecelakaan, demikian lapor DefenseNow.com. “Sistem pencarian dan penyelamatan generasi baru akan menunjukkan secara akurat lokasi jatuhnya pesawat dan awaknya.”

Baru-baru ini, pemerintah India mengusulkan dibentuknya Dewan Layanan Pencarian dan Penyelamatan Penerbangan Nasional untuk menangani kemungkinan pesawat terbang yang hilang atau jatuh. Kelompok ini akan mengawasi upaya di darat dan laut, demikian menurut laporan surat kabar The Economic Times pada Juli 2015. Tidak ada kerangka waktu yang ditetapkan untuk pembentukan dewan tersebut.

Pelatihan Bersama

Bagian utama dari mempersiapkan operasi pencarian dan penyelamatan masih mengandalkan pada kemampuan untuk mengerahkan rangkaian tentara yang sangat terampil dan dilatih secara teratur. Meskipun tidak ada dua misi yang sama, tim penyelamat harus dilengkapi rangkaian pengetahuan yang tepat sehingga mereka dapat beradaptasi untuk memenuhi kebutuhan tertentu.

“Pentingnya pelatihan menyeluruh bagi semua personel yang dipekerjakan pada misi [pencarian dan penyelamatan] benar-benar sangat penting,” demikian menurut Australia National Search and Rescue Manual. “Kegagalan satu mata rantai dalam rangkaian yang sering kali bersifat kompleks dari tindakan yang diperlukan dalam misi [pencarian dan penyelamatan] dapat membahayakan keberhasilan operasi, yang mengakibatkan hilangnya nyawa personel [pencarian dan penyelamatan], kehidupan orang-orang yang mungkin dapat diselamatkan dan/atau hilangnya sumber daya yang berharga. “Tujuan pelatihan adalah untuk memenuhi tujuan sistem [pencarian dan penyelamatan] dengan mengembangkan spesialis [pencarian dan penyelamatan]. Karena pengalaman dan penilaian yang luas diperlukan untuk menangani situasi [pencarian dan penyelamatan], keterampilan yang diperlukan membutuhkan waktu yang signifikan untuk dikuasai. Pelatihan bisa jadi mahal harganya tapi berkontribusi terhadap efektivitas operasional. Kualitas kinerja akan sesuai dengan kualitas pelatihan.”

Ulama Muslim yang terbang di helikopter Super Puma NAS 332 Angkatan Udara Indonesia membantu mengamati Laut Jawa untuk mencari reruntuhan pesawat AirAsia 8501 pada Januari 2015. REUTERS
Ulama Muslim yang terbang di helikopter Super Puma NAS 332 Angkatan Udara Indonesia membantu mengamati Laut Jawa untuk mencari reruntuhan pesawat AirAsia 8501 pada Januari 2015. REUTERS

Semakin banyak misi bantuan yang bersifat multinasional, mengingat ukuran dan ruang lingkup bencana alam. “Medan Pasifik dan Komando Pasifik mencakup rentang wilayah yang sangat luas, dan setiap hari kami menghadapi masalah baru,” kata Kapten Angkatan Udara A.S. Mark Nexon, komandan misi bantuan bencana dan bantuan  kemanusiaan Cope North 15 selama latihan pada Februari 2015 di Guam.

Semakin banyak negara yang mengakui perlunya pelatihan bersama untuk mengoptimalkan operasi bantuan tersebut. Angkatan Udara A.S., Angkatan Laut A.S., dan Penjaga Pantai A.S. bermitra dengan Angkatan Udara Pasukan Bela Diri Jepang, Angkatan Udara Australia, Angkatan Udara Korea Selatan, Angkatan Udara Selandia Baru, dan Angkatan Udara Filipina di latihan Cope Utara 15. (Anggota angkatan udara Singapura dan Vietnam juga mengamati bagian ini untuk pertama kalinya.)

Peserta berpartisipasi dalam skenario untuk memenuhi tujuh tujuan utama — penyisipan tim penilaian lapangan terbang, pengerahan Penerbang tanggapan kontinjensi, dukungan medis ekspedisi, evakuasi medis udara multinasional, operasi pada lapangan udara di bawah standar, pengiriman bantuan kemanusiaan dari udara, dan pencarian, penyelamatan, dan pengerahan ulang Penerbang tanggapan kontinjensi.

“Bencana alam sangat umum terjadi — ada banyak aktivitas gunung berapi, ada gempa bumi, tsunami, dan angin topan yang tetap menjadi ancaman di seluruh wilayah ini,” kata Nexon. Oleh karena itu, mempraktikkan kemampuan, meningkatkan kapasitas, dan bekerja sama berarti lebih banyak hal yang dapat dicapai, demikian tambahnya.


Tanggung Jawab Tim Pencarian dan Penyelamatan Perkotaan Internasional (Urban Search and Rescue – USAR):

Kesiapsiagaan:

1. Mempertahankan keadaan kesiapsiagaan konstan untuk pengerahan internasional yang cepat

2. Mempertahankan kemampuan untuk melakukan operasi USAR internasional

3. Memastikan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan secara mandiri bagi penanggap yang dikerahkan selama berlangsungnya misi tersebut

4. Menyediakan inokulasi/imunisasi yang tepat pada anggota tim, termasuk anjing pencari

5. Menyusun tim personel yang melakukan operasi USAR di negara mereka sendiri

6. Memelihara dokumen perjalanan yang sesuai untuk semua anggota tim

7. Mempertahankan kapasitas untuk mengawaki dan mendukung Pusat Keberangkatan Penerimaan (Reception Departure Centre – RDC) dan Pusat Koordinasi Operasi Di Lapangan (On Site Operations Coordination Centre – OSOCC)

8. Menyediakan Petugas Pusat Kontak Operasi 24 jam.

Mobilisasi:

1. Mencatat ketersediaan tim untuk menanggapi dan memberikan pembaruan terkait dengan OSOCC Virtual (VO)

2. Melengkapi Lembar Fakta Tim USAR (Lampiran F) dan menyediakan salinan kertasnya kepada RDC dan OSOCC pada saat tiba

3. Mengerahkan elemen koordinasi dengan tim USAR-nya untuk membangun atau mempertahankan RDC dan OSOCC

4. Menyediakan Petugas Pusat Kontak Operasi 24 jam.

Operasi:

1. Membangun atau mempertahankan RDC dan OSOCC sebagaimana diperlukan

2. Memastikan perilaku yang tepat dari para anggota tim

3. Melakukan operasi taktis sesuai dengan Pedoman INSARAG

4.  Berpartisipasi dalam pertemuan OSOCC mengenai operasi USAR

5. Menyediakan pembaruan reguler tentang aktivitas yang dilakukan kepada negara asal.

Demobilisasi:

1. Melaporkan misinya telah berakhir ke negara yang membantu

2. Mengoordinasikan penarikannya dengan OSOCC

3. Menyediakan Laporan Ringkasan Misi yang telah diselesaikan (Lampiran G) kepada OSOCC atau RDC sebelum keberangkatan.

4. Bersiap sedia (sebagaimana diperlukan dan dimungkinkan) untuk operasi kemanusiaan lainnya — tak hanya reruntuhan semata

5. Mempertimbangkan sumbangan dalam bentuk benda atau barang sehubungan dengan peralatan tim USAR yang tersisa untuk pemerintah yang terkena dampak;

Pasca Misi:

1. Sekretariat INSARAG meminta agar salinan Laporan Pasca Misi Tim USAR diterima dalam waktu 45 hari setelah tim kembali

2. Menganalisis kinerja pengerahan dan mengubah SOP sebagaimana diperlukan.

Sumber: Pedoman dan Metodologi Grup Penasihat Pencarian dan Penyelamatan Internasional, Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan Perserikatan Bangsa-Bangsa

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button