Cerita populer

Ketakutan diberlakukannya Zona Identifikasi Pertahanan Udara (ADIZ) memicu dikembangkannya sistem pelacakan Filipina

Reuters

Filipina berencana untuk memasang sistem pelacakan berbasis satelit senilai 13,8 miliar rupiah (1 juta dolar A.S.) untuk melacak penerbangan komersial di atas wilayah yang disengketakan di Laut Cina Selatan, setelah Tiongkok mendarat penerbangan uji pertamanya pada Januari 2016 pada karang yang dibangun di Kepulauan Spratly.

Meningkatnya kehadiran militer Tiongkok di Spratly telah menimbulkan kekhawatiran bahwa Tiongkok bisa menciptakan Zona Identifikasi Pertahanan Udara (ADIZ) yang dikendalikan negara itu, yang akan meningkatkan ketegangan dengan negara penggugat lainnya, dan Amerika Serikat, di salah satu daerah yang paling bergejolak di dunia.

Tiongkok mengklaim hampir seluruh wilayah Laut Cina Selatan yang diyakini memiliki cadangan minyak dan gas besar. Tapi Brunei, Malaysia, Filipina, Taiwan, dan Vietnam juga mengajukan klaim di laut tempat lintasan kapal pengangkut perdagangan dengan nilai lebih dari 69 kuadriliun rupiah (sekitar 5 triliun dolar A.S.) setiap tahun.

“Dengan tidak adanya radar di daerah itu, sistem ini akan membantu melacak pergerakan pesawat terbang, meningkatkan keselamatan dan keamanan,” kata Rodante Joya, wakil direktur jenderal Otoritas Penerbangan Sipil Filipina.

Joya mengatakan bahwa Filipina akan memasang sistem pengintaian senilai 50 juta peso (1,05 juta dolar A.S.) di Pulau Thitu, yang disebut Filipina sebagai Pulau Pagasa, untuk melacak sekitar 200 penerbangan komersial yang melalui daerah ini setiap hari.

Daerah di Laut Cina Selatan ini merupakan salah satu wilayah yang tidak terpantau di wilayah udara Filipina, demikian tambahnya.

Filipina dan Vietnam mengajukan protes terhadap penerbangan uji Tiongkok di Fiery Cross Reef pada Januari 2016 dan mengatakan bahwa Beijing mungkin memberlakukan ADIZ serta membatasi penerbangan pesawat komersial di atas Laut Cina Selatan.

Pada 7 Januari 2016, Tiongkok memperingatkan pesawat terbang sipil kecil yang membawa pejabat penerbangan Filipina yang memeriksa Pulau Thitu, tempat peralatan pengintaian akan dipasang tahun ini, ketika pesawat mereka terbang di dekat pulau artifisial yang dibuat oleh Beijing.

“Kementerian Luar Negeri telah diberi tahu tentang insiden yang dilaporkan tersebut yang melibatkan tim penerbangan sipil kami,” kata juru bicara kepresidenan Herminio Coloma kepada wartawan.

Lembaga penerbangan sipil Filipina memiliki liputan radar terbatas, dan militer diperkirakan akan menandatangani kesepakatan tahun ini untuk memasang tiga radar udara guna mendeteksi intrusi wilayah udara sejauh 402 kilometer jauhnya, di luar zona ekonomi eksklusif negara ini.

Joya mengatakan bahwa lembaga ini sedang menunggu persetujuan dari pejabat urusan keamanan dan luar negeri karena sistem pelacakan itu, atau yang mereka sebut sebagai sistem penyiaran pengintaian dependen otomatis, akan dipasang di pangkalan militer di daerah yang disengketakan.

Dia mengatakan bahwa tujuh stasiun radar penerbangan sipil juga akan ditambahkan.

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button