DepartemenSerba-Serbi

Waktu berhenti berdetak di desa orang-orangan sawah di Jepang

Tsukimi Ayano membuat orang-orangan sawah pertamanya 13 tahun yang lalu untuk menakut-nakuti burung yang mematuki benih di kebunnya. Boneka jerami seukuran manusia itu mirip dengan ayahnya, sehingga dia membuat lebih banyak lagi. Kemudian dia tidak bisa berhenti membuatnya.

Saat ini, desa kecil Nagoro di bagian selatan Jepang penuh dengan kreasi jahitan tangan Ayano, membeku dalam waktu untuk pertunjukan lakon tanpa gerak yang menangkap gerakan kehidupan sehari-hari.

Orang-orangan sawah berpose di rumah, ladang, pohon, jalanan, dan di halte bus yang penuh sesak — tempat mereka menunggu bus yang tidak pernah datang. “Di desa ini, hanya ada 35 orang,” kata Ayano. “Tetapi ada 150 orang-orangan sawah, sehingga jumlahnya beberapa kali lipat lebih banyak dari jumlah penduduk.”

Nagoro, seperti banyak desa di pedesaan Jepang, telah terpukul keras oleh penduduk yang pindah secara berbondong-bondong ke kota-kota untuk bekerja dan yang tertinggal hanyalah sebagian besar pensiunan. Masyarakatnya yang menua adalah mikrokosmos Jepang, yang jumlah populasinya mengalami penurunan selama satu dekade dan diproyeksikan turun dari 127 juta menjadi 87 juta pada tahun 2060.

Masing-masing dari 350 orang-orangan sawah yang dibuat oleh Ayano selama bertahun-tahun itu dibuat di atas landasan kayu, dengan bahan pengisi dari kertas koran dan kain. Orang-orangan sawah ini sering kali mengenakan pakaian bekas, dan orang-orangan sawah yang dipasang di luar ruangan dilapisi dengan plastik agar tetap kering. Namun, faktor cuaca merusak keindahannya, dan Ayano sering kali harus mengganti orang-orangan sawah yang terpapar udara terbuka.

Kadang-kadang, orang-orangan sawah yang baru dibuat sesuai dengan pesanan, biasanya dalam bentuk serupa dengan anak muda yang telah meninggalkan Nagoro atau warga yang telah meninggal. “Orang-orangan sawah diciptakan sebagai permintaan bagi mereka yang telah kehilangan kakek atau nenek mereka,” kata Osamu Suzuki, warga berusia 68 tahun. “Jadi memang sesuatu untuk membawa kembali kenangan.”

Wisatawan juga sudah mulai datang, tertarik oleh dua penjaga tak bernyawa yang menjaga jalan menuju ke desa itu, di samping papan yang mengidentifikasi Nagoro sebagai “Desa Orang-orangan Sawah.”  Reuters

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button