Tindakan Politik

India mengganti nama kebijakan “Berpaling ke Timur” menjadi “Bertindak ke Timur” dan mendorong lebih banyak agenda tindakan dengan mitra regional
Salah satu kebijakan eksternal terlama di India telah mengalami perubahan nama, dan para pemimpin negara ini ingin segera menyebarluaskannya — terutama kepada negara-negara tetangga di bagian timur.
“Era baru pembangunan ekonomi, industrialisasi, dan perdagangan telah dimulai di India,” kata Perdana Menteri Narendra Modi dalam KTT Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN)-India pada November 2014, hanya enam bulan setelah menjabat melalui kemenangan telak dalam pemilu bersejarah.

Untuk menyambut era baru ini, nama kebijakan “Berpaling ke Timur” yang berusia hampir 25 tahun diubah menjadi “Bertindak ke Timur.” Perubahan nama ini memberikan sinyal ke kawasan ini, dan dunia, bahwa akan ada keterlibatan strategis baru.
Dalam perjalanan baru-baru ini, Modi sengaja membuat komentar untuk menekankan kebijakan yang lebih berorientasi pada tindakan ketika berhubungan dengan ASEAN dan negara-negara di timur laut. Pemerintahnya tidak menyia-nyiakan waktu untuk membuktikan bahwa mereka akan menindaklanjutinya dengan tindakan.
Modi mengunjungi Jepang dalam perjalanan pertamanya di luar Asia Selatan sebagai perdana menteri; dia menyambut Perdana Menteri Australia Tony Abbott sebagai pemimpin asing pertama yang mengunjungi New Delhi; dan pemerintahan Modi telah melakukan pertukaran diplomatik dengan Vietnam.
“Visi dan komitmen kami adalah mengutamakan kemajuan negara, posisinya di dunia, dan kebahagiaan rakyat,” kata Modi kepada surat kabar Hindustan Times pada April 2015. “Kami mengambil serangkaian langkah yang memulihkan kepercayaan akan kemampuan kami untuk bekerja dengan mengutamakan transparansi, efisiensi, dan kecepatan.”
Analis menyebut kebijakan Bertindak ke Timur dari Modi ini pragmatis dan mengatakan bahwa selain meningkatkan hubungan ekonomi, India berharap untuk memanfaatkan dirinya sebagai kekuatan penyeimbang terhadap pengaruh Tiongkok di kawasan itu.
“Dalam beberapa tahun terakhir, India mengisyaratkan kesediaan untuk memainkan peran strategis yang lebih besar di kawasan tersebut, memperdalam hubungan dengan mitra seperti Jepang, Vietnam, dan Australia,” demikian menurut laporan terbitan Desember 2014 dari Lowy Institute for International Policy yang berbasis di Sydney berjudul “India’s New Asia-Pacific Strategy: Modi Acts East.” “Kebijakan ini telah didorong oleh strategi India untuk menciptakan keseimbangan eksternal terhadap Tiongkok dan termotivasi oleh keinginan India untuk memainkan peran global yang lebih besar serta kebangkitannya sebagai negara perdagangan.”

Terkait dengan Tiongkok, India ingin berbagi informasi dengan Jepang sebagai sarana untuk memantau kepentingan dan sumber daya di Samudera Hindia dan Laut Cina Selatan — dan pada umumnya untuk mempertahankan kesadaran situasional tentang meluasnya kemampuan militer lintas perbatasan Tiongkok, ungkap surat kabar The Times of India pada Maret 2015.
Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop mengatakan bahwa negaranya memiliki pandangan yang sama dengan India terkait dengan Laut Cina Selatan dan klaim ambisius Tiongkok. Dia menyarankan agar Australia dan India bekerja sama untuk mendorong dibuatnya pedoman perilaku, demikian laporan Indo-Asian News Service pada April 2015.
Para pejabat Tiongkok telah mendengar wacana tersebut dan mengamati kemitraan yang mulai terjalin. Menanggapi kekhawatiran yang makin meningkat atas ketegasan di Laut Cina Selatan, seorang pejabat Tiongkok membantah “ketidakamanan” atau pembatasan kebebasan untuk bernavigasi di kawasan tersebut, menurut laporan terbitan Maret 2015 di surat kabar The Economic Times.
“Masalah tersebut tidak terjadi,” kata Duta Besar Tiongkok Le Yucheng mengenai masalah navigasi dan keamanan di Laut Cina Selatan. “Tiongkok jauh lebih tertarik daripada pihak lain dalam memastikan keamanan perairan tersebut.”
MEMPERDALAM HUBUNGAN PERTAHANAN
P. V. Narasimha Rao, Perdana Menteri India dari tahun 1991 hingga 1996, memprakarsai kebijakan Berpaling ke Timur ketika negara ini menghadapi situasi ekonomi dan politik dalam negeri yang memburuk. Ketegangan global sebelum Perang Teluk tahun 1990-1991 menimbulkan resesi ekonomi di India, kemudian berperan sebagai katalis bagi negara ini untuk mencari peluang ekonomi di tempat lain di Indo Asia Pasifik, demikian menurut analisis Lowy Institute.
Sekarang ini, lebih dari dua dekade kemudian, kebijakan Berpaling ke Timur/Bertindak ke Timur dari India ini mencakup keterlibatan signifikan dengan mitra strategis di bidang ekonomi dan masalah pertahanan.
Pengamat — dan juga pemimpin India — mengatakan bahwa Singapura memainkan peran penting saat India mereposisi dirinya untuk meningkatkan keterlibatan regionalnya.
Pada Maret 2015, Modi menghadiri pemakaman bapak pendiri Singapura, Lee Kuan Yew. Modi menyebut Lee sebagai “inspirasi” dan mengatakan bahwa mendiang memercayai potensi India “lebih dari yang kita semua percayai,” demikian menurut The Economic Times.
“Hubungan India dengan Singapura adalah salah satu hubungan terkuat kami di dunia, dan Singapura merupakan pilar utama bagi Kebijakan ‘Bertindak ke Timur’ India,” kata Modi.

Pada September 2014, kedua negara mengumumkan perubahan hubungan militer bilateral mereka dari latihan bersama menjadi kerja sama teknologi pertahanan, demikian menurut surat kabar The Times of India. Angkatan Bersenjata Singapura memiliki jumlah lahan dan wilayah udara terbatas untuk pelatihan. Selama beberapa tahun terakhir ini, pasukan Singapura berlatih di fasilitas militer India.
Singapura bukan satu-satunya negara tetangga di bagian timur yang mendapatkan manfaat dari hubungan pertahanan baru ini. Thailand juga telah memperkuat kerja samanya dengan India di bidang keamanan maritim dan kontraterorisme.
“Kedua negara ingin melihat jalur laut tetap bebas dan aman, dan masalah seperti pembajakan [dan] perdagangan manusia menjadi perhatian kedua belah pihak,” kata Penasihat Keamanan Nasional India Ajit Doval, demikian menurut laporan kantor berita Press Trust of India pada April 2015.
Selain itu pada April 2015, Perdana Menteri Vietnam Nguyen Tan Dung bertemu dengan Doval untuk meminta bantuan India dalam membantu Vietnam meningkatkan teknologi militer dan pertahanannya, terutama dengan melatih personel intelijen untuk Angkatan Udara dan Angkatan Laut.
MENGIRIM PESAN YANG JELAS
Analis di Lowy Institute mengatakan bahwa dulu India kurang mahir dalam mengutarakan visi yang jelas untuk hubungannya dengan mitra Asia Timur dan Asia Tenggara. Pemerintah India saat ini memiliki kesempatan untuk membuat langkah lebih besar dalam waktu yang lebih singkat, ketika perkembangan hubungan ini terhambat selama dua dekade terakhir ini.
“Untuk membangun keseriusan komitmen India terhadap kawasan tersebut, pemerintahan Modi harus menunjukkan bahwa Bertindak ke Timur bukan sekadar perubahan nama dari kebijakan yang ada,” ringkas Lowy Institute. “Dalam rangka untuk mencegah penundaan lebih lanjut, India harus bergerak cepat untuk memaparkan agenda yang jelas guna memperdalam hubungan ekonomi, kelembagaan, dan pertahanan dengan kawasan tersebut yang melampaui apa yang telah dijanjikan oleh pemerintahan sebelumnya. Jika pemerintahan Modi mampu mencapai hal ini, maka India memiliki potensi untuk mengambil peran sebagai pemain strategis signifikan di kawasan Indo Pasifik yang lebih luas.” ο