Cerita populer

Lembaga Jepang untuk meningkatkan ekspor senjata

Staf FORUM

Pemerintah Jepang telah memperkenalkan badan baru yang berfokus pada penjualan dan akuisisi senjata dan teknologi militer luar negeri.

Lembaga Akuisisi, Teknologi, dan Logistik (Acquisition, Technology and Logistics Agency – ATLA), yang diluncurkan pada Oktober 2015, akan beroperasi di bawah Kementerian Pertahanan Jepang dan mengelola akuisisi dan ekspor persenjataan, melakukan penelitian dan pengembangan, memperkuat basis teknologi militer Jepang, dan memangkas biaya, demikian menurut Situs Web World Socialist.

Jepang telah menganggarkan 224,4 triliun rupiah (16,68 miliar dolar A.S.) per tahun untuk lembaga ini.

“Situasi keamanan di sekitar Jepang menjadi semakin parah. Selain itu, ada kebutuhan untuk memastikan keakuratan operasi unit,” kata Menteri Pertahanan Jepang Jenderal Nakatani selama konferensi pers. “Berkenaan dengan pembentukan ATLA, tujuannya adalah untuk mendapatkan peralatan pertahanan yang lebih efektif dan efisien, serta untuk menangani dengan tepat meningkatnya beban kerja terkait dengan administrasi peralatan. Dengan menyatukan dan mengonsolidasikan departemen yang terkait dengan pengadaan peralatan yang tersebar, kami akan berusaha untuk mendapatkan peralatan berkualitas tinggi dengan biaya yang lebih rendah, melakukan penelitian dan pengembangan yang menempatkan fokus pada pengamanan keunggulan teknologi Jepang, dan memperkuat dasar-dasar produksi dan teknologi di Jepang.”

Pada April 2014, Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe mencabut larangan ekspor senjata dengan mengumumkan panduan transfer teknologi dan peralatan pertahanan baru. Pakar keamanan pada saat itu menyatakan bahwa keputusan tersebut merupakan langkah lain dalam rencana Abe bagi Jepang untuk mendapatkan peran keamanan yang lebih besar di kawasan Indo-Asia-Pasifik dan menandingi jejak militer Tiongkok yang semakin berkembang.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Hua Chunying menyatakan keprihatinan sehubungan dengan perubahan kebijakan Jepang dan mengatakan kepada BBC pada April 2014, “Memandang semakin dominannya pengaruh partai sayap kanan di kancah politik Jepang, niat di balik dan efek pelonggaran pembatasan secara besar-besaran pada ekspor senjata benar-benar mengkhawatirkan banyak orang.”

Perubahan hukum terbaru lainnya sekarang ini memungkinkan Jepang untuk menyimpang dari peran tradisionalnya sebagai negara cinta damai. Pada September 2015, anggota parlemen Jepang mematangkan langkah-langkah yang memberi pemerintah kekuasaan untuk menggunakan militer dalam konflik bahkan ketika Jepang tidak diserang.

Abe menyebut pergeseran kebijakan pertahanan Jepang tersebut penting untuk memenuhi meningkatnya tantangan dari Tiongkok. Meskipun memiliki perbedaan pandangan dan ketidaksetujuan yang diungkapkan secara terang-terangan oleh Tiongkok terhadap legislasi terbaru Jepang, Abe menyatakan bahwa dia ingin bekerja sama dengan Tiongkok untuk memperkuat hubungan.

“Kita harus mengembangkan hubungan damai, hubungan yang stabil antara Jepang dan Tiongkok,” kata Abe selama kunjungannya ke A.S. untuk menghadiri sidang tahunan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada September 2015, demikian menurut surat kabar The Wall Street Journal. “Menurut hemat saya, kedua negara harus melakukan upaya untuk mencapainya.”

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button